Membayangkan Undang-Undang Migas yang Baru

Jalal,
AKTIVIS LINGKAR STUDI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR); WWW.CSRINDONESIA.COM

Kasus dugaan suap di puncak Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi melihatnya sebagai bagian kecil dari patgulipat dalam industri migas yang melibatkan besaran rupiah yang sangat besar (Tempo, edisi 26 Agustus-1 September). Namun rentangan terjauh dari kasus ini bukanlah sekadar urusan gratifikasi, suap, dan korupsi, melainkan hingga perdebatan mengenai tata kelola migas.

Ada berbagai pihak yang dengan konsisten menyatakan bahwa, agar konstitusional, pengelolaan industri migas seharusnya diserahkan kembali kepada BUMN Pertamina. Namun Ade Wahyudi (Koran Tempo, 21 Agustus) mengingatkan kita semua bahwa sesungguhnya, dahulu, Pertamina kehilangan posisi sebagai regulator karena masalah inefisiensi, kecenderungan menyerahkan wilayah kerjanya kepada asing, serta perilaku mengejar rente. Pemisahan fungsi regulator dan operator kemudian diperkenalkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan harapan membaiknya tata kelola migas. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) kemudian dibentuk untuk menjalankan fungsi regulator.

Kamis, 29 Agustus 2013

Jalal,
AKTIVIS LINGKAR STUDI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR); WWW.CSRINDONESIA.COM

Kasus dugaan suap di puncak Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi melihatnya sebagai bagian kecil dari patgulipat dalam industri migas yang melibatkan besaran rupiah yang sangat besar (Tempo, edisi 26 Agustus-1 September). Namun rentangan terjauh dari kasus ini bukanlah sekadar urusan gratif

...

Berita Lainnya