Mengukur Hasil Pembangunan

Khudori,
PEGIAT ASOSIASI EKONOMI POLITIK INDONESIA (AEPI), ANGGOTA POKJA AHLI DEWAN KETAHANAN PANGAN PUSAT (2010-2014)

Pemerintah mengubah pelbagai asumsi makro APBN 2013. Selain terkait dengan penaikan harga BBM, perubahan dilakukan karena asumsi itu tak mencerminkan kondisi riil. Dalam RAPBN Perubahan 2013, defisit anggaran diubah dari 1,65 persen terhadap PDB jadi 2,48 persen. Pertumbuhan ekonomi turun dari 6,8 persen tinggal 6,2-6,5 persen. Angka inflasi diubah dari 4,9 persen menjadi 7,2 persen, harga minyak Indonesia (ICP) naik dari US$ 100 per barel jadi US$ 108 per barel, lifting minyak turun dari 900 ribu barel per hari jadi 840 ribu barel per hari, lifting gas turun dari 1.360 ribu barel jadi 1.240 ribu barel setara minyak, tingkat suku bunga SPN 3 bulan tetap 5 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat direvisi dari 9.300 per dolar AS jadi 9.600 per dolar AS.

Selama bertahun-tahun, oleh pemerintah, pelbagai indikator makro ini dipakai untuk mengukur kinerja pemerintah dan hasil pembangunan. Pemerintah tampak "alergi" saat PDI Perjuangan pada 2012 mengusulkan pengangguran dan kemiskinan sebagai dua indikator dalam asumsi makro APBN. PDI Perjuangan beralasan, indikator itu untuk menentukan realisasi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Gugatannya, selama ini pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi ukuran rakyat sejahtera apa? Siapa yang menikmati pertumbuhan itu?

Selasa, 4 Juni 2013

Khudori,
PEGIAT ASOSIASI EKONOMI POLITIK INDONESIA (AEPI), ANGGOTA POKJA AHLI DEWAN KETAHANAN PANGAN PUSAT (2010-2014)

Pemerintah mengubah pelbagai asumsi makro APBN 2013. Selain terkait dengan penaikan harga BBM, perubahan dilakukan karena asumsi itu tak mencerminkan kondisi riil. Dalam RAPBN Perubahan 2013, defisit anggaran diubah dari 1,65 persen terhadap PDB jadi 2,48 persen. Pertumbuhan ekonomi turun dari 6,8 persen tinggal 6,2-6,5 persen. A

...

Berita Lainnya