Di Ambang Batas Sekularisasi?

Pradana Boy ZTF,
KANDIDAT DOKTOR DI NATIONAL UNIVERSITY OF SINGAPORE (NUS); DOSEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari konflik antara Eyang Subur dan artis Adi Bing Slamet, yang melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) belakangan ini? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat beragam. Dengan mengambil contoh kasus ini sebagai titik beranjak, tulisan ini akan mendiskusikan tentang sekularisasi masyarakat Islam di Indonesia dan mengaitkannya dengan dialektika antara sekularisasi dan gelombang Islamisasi di Indonesia, setidaknya dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir.

Tentu masih segar dalam ingatan, sebagian besar orang, terutama mereka yang terlibat dalam pengkajian dinamika Islam di negeri ini, bahwa pada 2005 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan sejumlah fatwa yang memicu kontroversi. Satu di antaranya yang paling kontroversial adalah pengharaman pluralisme, liberalisme, dan sekularisme. Sejumlah respons segera muncul, terutama dari kalangan intelektual muslim progresif. Budhy Munawar-Rachman kemudian merekam respons-respons tersebut, salah satunya dalam Argumen Islam untuk Sekularisme (2010). Nama-nama seperti Dawam Rahardjo, Ulil Abshar-Abdalla, dan Masdar Farid Mas'udi turut memberikan pandangan respons mereka atas fatwa itu.

Kamis, 25 April 2013

Pradana Boy ZTF,
KANDIDAT DOKTOR DI NATIONAL UNIVERSITY OF SINGAPORE (NUS); DOSEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari konflik antara Eyang Subur dan artis Adi Bing Slamet, yang melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) belakangan ini? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat beragam. Dengan mengambil contoh kasus ini sebagai titik beranjak, tulisan ini akan mendiskusikan tentang sekularisasi masyarakat Islam di Indo

...

Berita Lainnya