Zikir Pabbuka di Layar Televisi Kita

Hendragunawan S. Thayf
Penyair dan Anggota Masyarakat Sastra Tamalanrea

Bagi penulis, tak ada kenangan kultural dari abad ke-20 silam yang lebih mampu mengharu-birukan kalbu, selain alunan merdu lagu-lagu daerah dan lantunan syahdu zikir dan doa sebelum berbuka puasa. Keduanya adalah program televisi besutan stasiun TVRI di daerah kita. Terima kasih kepada para produser dan tim kerjanya yang masih mempertahankan keberadaan kedua program tersebut hingga abad kini.

Mendengarkan kelong-kelong to riolo, terlebih ketika dibawakan oleh orkes dan artis penyanyi dalam langgam keroncong, dengan segera mampu membangkitkan dua rasa yang kontras dalam diri penulis: rasa nyaman dan rasa prihatin. Rasa nyaman karena terkenang akan masa di mana Kota Makassar, umpamakan ia seorang perempuan, tampil menawan dengan dandanan yang sederhana namun anggun bermartabat. Di masa itu, rumah toko, apalagi mal dan mega-mal, belum mewabah mengotori bentangan lanskapnya. Saban malam, di beberapa lokasi kota, aroma ballo memang masih bisa tercium tajam menyengat, tapi gadis-gadis remajanya masih merasa malu untuk membonceng ataupun bergandengan tangan di tempat umum dengan pria yang belum menjadi suaminya.

Senin, 30 Juni 2014

Hendragunawan S. Thayf
Penyair dan Anggota Masyarakat Sastra Tamalanrea

Bagi penulis, tak ada kenangan kultural dari abad ke-20 silam yang lebih mampu mengharu-birukan kalbu, selain alunan merdu lagu-lagu daerah dan lantunan syahdu zikir dan doa sebelum berbuka puasa. Keduanya adalah program televisi besutan stasiun TVRI di daerah kita. Terima kasih kepada para produser dan tim kerjanya yang masih mempertahankan keberadaan kedua program tersebut

...

Berita Lainnya