Cuma Segelintir

Hendragunawan S. Thayf
Penulis seorang penyair dan anggota Masyarakat Sastra Tamalanrea

Bersama titik air mata Tri Rismaharini dalam suatu tayangan televisi pada Februari lalu, tak sedikit pemirsa yang mengaku tersentuh dan bahkan turut meneteskan air mata. Betapa tidak memiriskan hati ketika kita mendengar kisah pelacur tua di Kota Surabaya yang melayani bocah-bocah SD dan SMP, yang jerawat pubertasnya baru bermunculan, demi memuaskan hasrat ingin tahu mereka tentang anatomi tubuh lain jenis.

Dan kita tahu, bahwa Bu Risma tidak hanya meneteskan air mata atau sekadar menyatakan prihatin. Pengalaman panjang profesinya sebagai pegawai negeri yang karib dengan permasalahan kotanya menegah Bu Risma untuk sekadar menjadi seorang wali kota yang elitis. Dia tak sibuk menggunakan energinya untuk membangun relasi dengan politikus lain demi menjaga "harmoni dan stabilitas dukungan politis" atau berkunjung ke negera-negara eksotis dunia guna menjaring "peluang investasi" atau "studi banding". Ia, yang mulai berkarier sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah di Pemerintah Kota Surabaya pada 1997, tak segan-segan turut memungut sampah dan mengunjungi sudut-sudut terkumuh kotanya. Ini ia lakukan bukan semata saat kampanye atau untuk kepentingan membangun citra populis, tentu. Tak hanya mengeluh, ia turut berpeluh-peluh di sepanjang jalan Kota Surabaya yang terpanggang terik matahari itu.

Senin, 24 Maret 2014

Hendragunawan S. Thayf
Penulis seorang penyair dan anggota Masyarakat Sastra Tamalanrea

Bersama titik air mata Tri Rismaharini dalam suatu tayangan televisi pada Februari lalu, tak sedikit pemirsa yang mengaku tersentuh dan bahkan turut meneteskan air mata. Betapa tidak memiriskan hati ketika kita mendengar kisah pelacur tua di Kota Surabaya yang melayani bocah-bocah SD dan SMP, yang jerawat pubertasnya baru bermunculan, demi memuaskan hasrat ing

...

Berita Lainnya