Budaya Senyap

Alwy Rachman
Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin

"Pejuang kultural bagaikan pelari maraton, bernapas panjang, konsisten, dan tahu tujuan." Begitu pendakuan Rahman Arge, budayawan Sulawesi Selatan, pada satu kesempatan. Arge menambahkan, mungkin saja pelari seperti itu akan merasa sepi dari tepuk tangan dan sepi dari puja-puji. Pun sepi dari medali. Hal yang pasti adalah pelari seperti ini tahu dengan tuntas "makna senyap" di tengah hiruk-pikuk kerumunan manusia lain.

Kalau kita mau memperpanjang pernyataan Arge, makna sepi yang dimaksudkannya pasti bukan dunia tanpa manusia, bukan juga dunia tanpa kerja dan kiprah. Tapi pasti juga bukan dunia panggung yang sekadar ramai karena banyak orang. Pelari yang sepi, sebagaimana analogi Arge, adalah kumpulan orang yang bergerak dengan mengandalkan budaya senyap.

Selasa, 22 Oktober 2013

Alwy Rachman
Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin

"Pejuang kultural bagaikan pelari maraton, bernapas panjang, konsisten, dan tahu tujuan." Begitu pendakuan Rahman Arge, budayawan Sulawesi Selatan, pada satu kesempatan. Arge menambahkan, mungkin saja pelari seperti itu akan merasa sepi dari tepuk tangan dan sepi dari puja-puji. Pun sepi dari medali. Hal yang pasti adalah pelari seperti ini tahu dengan tuntas "makna senyap" di tenga

...

Berita Lainnya