Pandemi Hambat Kemampuan Komunikasi Bayi

Penelitian di Irlandia mendapati bayi yang lahir saat pandemi Covid-19 kemampuan komunikasinya rendah. Dampak minim interaksi.

Tempo

Jumat, 21 Juli 2023

Dunia seketika berubah pada 2020 saat pandemi Covid-19 menerjang. Kita dipaksa lockdown, dilarang ke luar rumah, untuk menekan penyebaran virus corona, hingga vaksin berkembang beberapa waktu kemudian.

Sebagian besar dari kita menyadari bahwa vaksin merupakan kunci untuk memasuki kehidupan pascapandemi. Namun, bagaimana dengan mereka yang tidak mengenal dunia sebelum Covid-19?

Kelompok penelitian kami berupaya memahami bagaimana kehidupan bayi yang lahir pada masa pandemi serta dampaknya bagi kesehatan bayi dan balita. Dalam paper terakhir, kami mendapati bahwa, di umur 2 tahun, dengan pengecualian penting soal kemampuan komunikasi, para bayi pandemi tak berbeda dengan bayi yang lahir sebelum pandemi, baik soal perkembangan maupun tingkah lakunya.

Kami mengikuti keluarga dengan bayi yang lahir di Irlandia pada tiga bulan pertama pandemi Covid-19, yaitu Maret, April, dan Mei 2020. Terdapat 354 keluarga dan bayi mereka yang mengunjungi kami dengan rentang usia 6, 12, dan 24 bulan.

Kunjungan tersebut, wabilkhusus yang tahap awal, sebagian merupakan satu-satunya perjalanan para keluarga ke luar rumah. Kami mendapati kekhawatiran dari para orang tua yang mengatakan hal-hal seperti "bayi ini tak banyak ke luar rumah." Di setiap kunjungan, kami bertanya kepada orang tua seputar informasi tentang kehidupan dan perkembangan bayi mereka lewat sejumlah kuesioner.

Ilustrasi dua orang balita sedang bermain bersama. Shutterstock

Biasanya, dalam studi seperti ini, cara terbaik adalah membandingkan bayi dalam grup kontrol dengan bayi-bayi lain yang lahir pada waktu yang sama tapi tidak mengalami permasalahan serupa. Namun, karena lockdown berlaku di seluruh dunia, yang bisa kami lakukan adalah praktik terbaik kedua. Kami membandingkan bayi lockdown dengan kelompok serupa yang lahir di Irlandia sebelum masa pandemi. Ketiadaan grup pembanding pada waktu yang sama ini menjadi kelemahan penelitian kami.

Baca: Kreatif Memberikan Stimulasi pada Anak

Kehidupan Sosial dan Perkembangan Bayi

Kami mendapati bahwa para bayi lockdown ini hanya memiliki lingkaran sosial yang kecil. Akibat berbagai pembatasan pada masa Covid-19, aktivitas seperti pertemuan kelompok orang tua dan bayi ditiadakan. Tak ada juga saling mengunjungi rumah teman dan saudara.

Di usia 6 bulan, rata-rata hanya ada tiga orang yang pernah mencium bayi-bayi tersebut—termasuk kedua orang tuanya. Artinya, bayi itu tak banyak bertemu dengan teman dan kerabat. Satu dari empat bayi tidak pernah bertemu dengan bayi seumuran mereka hingga ulang tahun pertama.

Kami juga menanyakan para orang tua soal perasaan mereka membesarkan anak pada masa pandemi. Kata-kata seperti "kesepian, "terisolasi", dan "menantang" muncul berulang-ulang. Sebaliknya, terbentuk sejumlah hal positif, seperti ikatan kuat antara orang tua dan bayi serta waktu keluarga yang lebih banyak, berkah dari pembatasan dan lockdown.

Kami menganalisis sepuluh indikator tumbuh kembang anak pada ulang tahun pertama mereka. Hasilnya, cuma sedikit bayi yang sudah mengucapkan kata pertama, bisa menunjuk atau melambaikan tangan untuk "da-dah". Sebaliknya, lebih banyak bayi yang bisa merangkak.

Mengingat kondisi 2020, hal itu sangat masuk akal. Para bayi saat itu hanya mendengar sedikit kata karena mereka lebih jarang ke luar rumah. Bayi pandemi juga sangat mengenali kondisi rumah sehingga tak butuh kemampuan menunjuk sesuatu yang baru. Berikutnya, karena orang tua bekerja di rumah dan tak ada tamu datang, para bayi tak belajar "da-dah". Di sisi lain, mereka cepat belajar merangkak karena menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk mengeksplorasi setiap sudut rumah.

Di usia 2 tahun, kami tertarik untuk melihat apakah perbedaan tumbuh kembang ini berubah. Kami menanyakan para orang tua tentang kemampuan komunikasi anak mereka. Apakah si anak bisa merajut dua atau tiga kata guna menyampaikan maksud mereka, apakah mereka dapat menunjuk dengan benar sesuai dengan permintaan (misalnya menunjuk bola), dan apakah mereka mampu mengikuti perintah sederhana (misalnya menaruh mainan di meja).

Ilustrasi seorang balita. Pexels

Hasilnya, lagi-lagi, para anak balita pandemi itu memperoleh nilai komunikasi yang rendah. Nilai rendah itu tak membaik meski kami telah menyesuaikan berbagai faktor di kuesioner, seperti tingkat pendidikan ibu dan umur anak.

Namun, di sisi lain, para bayi pandemi memiliki skor tumbuh kembang yang sama dengan saudara-saudara mereka yang lahir sebelum era Covid-19, termasuk kemampuan motorik dan pemecahan masalah. Kami juga lega saat mendapati ketiadaan perbedaan perilaku di antara mereka. Kami menanyakan hampir seratus soal kepada para orang tua, meliputi masalah tidur, perilaku kecemasan, reaksi emosional, dan apakah mereka menarik diri dari pergaulan.

Apa yang Dapat Kita Lakukan?

Kelompok penelitian di negara-negara lain juga menunjukkan bahwa bayi yang lahir menjelang dan pada masa pandemi memiliki skor tumbuh kembang yang sedikit lebih rendah. Sekarang, setelah pandemi berlalu, merupakan saat yang tepat bagi mereka untuk mengeksplorasi dunia. Orang tua perlu mengajak mereka bertemu dengan teman dan kerabat agar para anak balita mengenal lebih banyak orang. Mereka juga perlu mengenal anak-anak seusianya di taman bermain. Kita juga perlu mengingat bahwa berbicara dengan bayi dan membacakan buku cerita untuk anak sangat membantu tumbuh kembang mereka.

Semua bayi perlu menjalani pemeriksaan tumbuh kembang, yang merupakan bagian dari program kesehatan nasional. Jika keluarga punya kekhawatiran tertentu, perlu segera menghubungi penyedia layanan kesehatan untuk membicarakan perkembangan anak mereka. Dengan demikian, anak itu bisa segera mendapat penanganan, apa pun masalah tumbuh kembangnya.

---

Artikel ini ditulis oleh Susan Byrne dan Jonathan Hourihane, pakar ilmu kedokteran anak dari RCSI University of Medicine and Health Science, Irlandia. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation dan diterjemahkan oleh Reza Maulana dari Tempo.

Berita Lainnya