FEKDI X KKI: Langkah Konkret Integrasi UMKM dan Keuangan Digital
Pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) tahun ini berkolaborasi dengan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI).
Iklan
Minggu, 4 Agustus 2024
Puluhan stan kayu berjajar di Hall A Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Setiap stan menampilkan wastra maupun kriya khas daerah seperti Solo, Jawa Barat, Lampung, hingga Papua. Terlihat pengunjung lokal maupun mancanegara berkerumun di beberapa stan, mengagumi hasil tenun buatan tangan para pengrajin.
Para peserta pameran merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM binaan Bank Indonesia. Tahun ini mereka kembali berkesempatan mengenalkan produk-produk berkualitas melalui pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) selama empat hari, 1-4 Agustus 2024.
Secara garis besar, KKI adalah ajang promosi bagi UMKM binaan Bank Indonesia melalui sejumlah kegiatan. Selain memamerkan produk unggulan juga terdapat beragam aktivasi seperti temu bisnis, gelar wicara (talkshow), webinar digitalisasi dan ekspor UMKM.
Perhatian besar Bank Indonesia kepada UMKM lantaran bank sentral ini berupaya melaksanakan mandatnya sebagai penjaga stabilitas nilai rupiah sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kalau kita lihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang di 2024, sekitar 56 persen di-support oleh UMKM. Apalagi penyerapan tenaga kerjanya 97 persen itu di sektor UMKM. Saat pandemi ketika usaha yang besar-besar agak goyang, yang tetap bertahan juga UMKM,” ujar Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI, Anastuty K.
Berangkat dari temuan tersebut, Bank Indonesia semakin gencar membantu UMKM agar semakin berdaya atau ‘naik kelas’. Terdapat 46 perwakilan Bank Indonesia di seluruh provinsi, sehingga total UMKM yang ikut KKI tahun ini mencapai 350 pelaku usaha.
Sebelum KKI digelar luring selama empat hari, penyelenggaraan secara daring sudah berlangsung sejak 1 Juli silam. Menurut Nita, total penjualan selama satu bulan mencapai puluhan miliar.
Istimewanya untuk tahun ini, KKI 2024 berkolaborasi dengan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI). Stan perusahaan teknologi finansial maupun lembaga pembiayaan menambah komplet gelaran tahun ini.
Nita menuturkan, gelaran bersama ini sesuai dengan tema pameran “Sinergi Memperkuat Ekonomi dan Keuangan Digital serta Inklusif untuk Pertumbuhan Berkelanjutan”.
“UMKM memang kita fokuskan bisa memanfaatkan inovasi-inovasi keuangan digital. Mereka yang nantinya paling banyak menggunakan sistem pembayaran digital seperti itu. Jadi itulah penyebab tahun ini kita gabung KKI dan FEKDI,” ujarnya.
Keuntungan lainnya, pelaku UMKM juga semakin mudah bertemu langsung dengan pengusaha jasa pembiayaan. Bantuan pembiayaan diharapkan mampu mengakselerasi UMKM untuk ‘naik kelas’.
Sementara itu Bank Indonesia juga punya sejumlah strategi akselerasi, dua di antaranya adalah metode pembayaran QRIS dan BI Fast.
(Dari kiri ke kanan) Yafeth Wetipo selaku pemilik Highland Roastery, Rusmala selaku pemilik usaha Nirmala Songket, Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Anastuty K., dan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono pada ada acara Taklimat Media KKI di Hall A, JCC Senayan, Sabtu (3/8/2024).
Pemberdayaan Perempuan dan Pemuda
Nita menjabarkan sebuah temuan menarik, ternyata 80 persen pelaku UMKM adalah perempuan. Dengan demikian, KKI maupun upaya Bank Indonesia mendukung UMKM secara tak langsung ikut memberdayakan perempuan Indonesia.
“Mereka ini menjadi tulang punggung keluarga. Selain juga membiayai keluarganya, juga memperdayakan lingkungan sekitar yang juga adalah perempuan,” ucap Nita.
Salah satu bukti nyata adalah Nirmala, pengusaha songket asal Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Ia memulai usaha sejak putus sekolah di bangku SMP. “Bantu orang tua membuat songket. Pelan-pelan akhirnya bisa membeli mesin tenun. Lalu adik ikut membantu membuat tenunan,” katanya.
Kesempatan bergabung menjadi binaan Bank Indonesia hadir pada 2018. Sejak itu, berbagai kesempatan emas membantu bisnisnya semakin berkembang. Nirmala banyak mendapat masukan dari para kurator yang mendorongnya terus berinovasi. Misalnya, penggunaan pewarna alam dari kulit jengkol, kayu secang, dan sebagainya.
Kini, Nirmala dibantu 160 tenaga kerja yang semuanya ibu rumah tangga dan anak putus sekolah. Omzet rata-rata usaha berjenama “Nirmala Songket” ini dalam sebulan mencapai Rp 300 juta.
Pelaku UMKM lainnya yang bertumbuh pesat yaitu Yafeth Wetipo dari Papua. Ia mengembangkan kopi di wilayah pegunungan dengan melibatkan generasi masa kini. “Kami punya satu koperasi dan di situ kami mengumpulkan petani-petani muda,” ujarnya
Kopi produksinya memiliki nilai tinggi di dunia internasional. Yafet menyebut cupping score-nya mencapai 82,75. Dalam dunia kopi, nilai tersebut masuk ke kelas specialty seperti kopi Brazil. Lebih tinggi dari kopi premium (skor cupping 70-80). “Dengan cupping score yang tinggi menandakan harga yang lebih menguntungkan untuk petani Papua,” kata dia.