Fajar Baru Pembangunan Papua
Pembentukan 3 provinsi baru akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan memperpendek rantai antara pemerintah pusat dan daerah. #Infotempo
Iklan
Senin, 8 Agustus 2022
Sejarah baru kembali menghampiri Papua. Pada Rabu, 30 Juni 2022 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat RI menyetujui pengesahan tiga rancangan undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) di Papua, yakni RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan, menjadi undang-undang.
Provinsi Papua Selatan akan meliputi Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat; Provinsi Papua Tengah meliputi Kabupaten Nabire, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deiyai. Kemudian Provinsi Papua Pegunungan mencakup Kabupaten Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, Lani Jaya, dan Nduga.
“Ketiga undang-undang ini menjamin hak sosial-ekonomi masyarakat Papua, dan bertujuan menciptakan pemerataan dan keadilan pembangunan di Indonesia,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani seusai rapat paripurna pengesahan.
Puan memastikan, DPR telah mengakomodasi kepentingan rakyat Papua dalam menyusun regulasi tersebut. Salah satunya adalah batas maksimal usia aparatur sipil negara (ASN) orang asli Papua yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Usia maksimal tenaga honorer dan calon pegawai negeri sipil warga Papua dinaikkan menjadi 48 tahun dan tenaga honorer 50 tahun.
“ASN di wilayah DOB Papua akan diprioritaskan diisi orang asli Papua,” tutur Puan.
Anggota Komisi I DPR RI asal Papua, Yan Mandenas, meminta masyarakat Papua mempersiapkan diri menyambut pembentukan tiga provinsi baru di wilayah itu. "Saya mengharapkan seluruh eleman masyarakat Papua, juga elite-elite politik, agar bersama-sama mensukseskan pembentukan daerah otonomi baru demi kemakmuran dan masa depan masyarakat," katanya.
Dia berpendapat, masyarakat Papua harus melihat pemekaran provinsi melalui prespektif ekonomi. Pasalnya, banyak manfaat yang timbul dari pemekaran provinsi tersebut, mulai dari pemerataan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan memperpendek rantai kendali antara pemerintah pusat dan daerah.
“Selain itu, pemekaran mempermudah mobilitas dan aktivitas masyarakat. Kita menerima pemekaran dengan melihat dari perspektif ekonomi, jangan dari perspektif politik," kata Yan.
Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Valentinus Sudarjanto, menjamin tiga provinsi baru di Papua itu tidak akan menjadi daerah otonom gagal. Sebab, Kementerian Dalam Negeri telah menyusun pembentukan pemerintahan di masing-masing provinsi.
“Mulai dari jadwal pelantikan pejabat sementara gubernur, perekrutan ASN, hingga merancang APBD mini supaya pemerintahan bisa berjalan,” kata Valentinus.
Dengan APBD mini, dia menambahkan, pemerintah menjadi tahu letak kekurangan dan sumber pendanaan yang dipakai untuk menguatkan daerah tersebut. Perihal anggaran operasional provinsi baru Vamlentinus memastikan akan ditanggung sepenuhnya oleh APBN.
Berdasarkan hitungan sementara Kemendagri, dana yang dibutuhkan per tahun untuk satu provinsi baru sebesar Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun. Namun selain dari APBN ada kemungkinan memperoleh dana hibah dari provinsi lain di Papua.
"Tanpa kita minta, mereka katakan siap hibahkan anggaran untuk mendukung provinsi ini,” ujar Valentinus.
Kemendagri menargetkan pelantikan pejabat sementara gubernur di tiga provinsi baru itu akan dilakukan pada Agustus 2022. Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan perangkat daerah paling lambat tiga bulan sejak pelantikan. Adapun perekrutan ASN akan dilakukan paling lambat enam bulan sejak pelantikan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, mendukung pemekaran Papua. Ia berpendapat, pemekaran provinsi Papua sudah sepatutnya dilakukan dengan berpijak pada faktor sosial -politik. Alasannya, perbedaan adat istiadat di tiap wilayah membuat masyarakat Papua sulit menyatu.
Menurut Faisal, Papua memiliki lima wilayah adat besar yang memiliki perbedaan tata kelola antara satu wilayah dan wilayah lainnya. “Latar belakang sosial budaya ini membuat pemekaran provinsi menjadi penting dilakukan karena ketua adat di tiap wilayah adat lebih dipandang oleh masyarakat Papua," ujarnya.
Ia menyebutkan, sepatutnya masyarakat memandang masalah pemekaran Papua ini tidak melulu dari masalah ekonomi, tapi juga dari aspek sosial. Faisal mengimbuhkan, kondisi di Papua tidak bisa disamakan dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
"Lima wilayah adat besar itu salah satunya ada di Papua Selatan. Jadi saya pikir pemekaran ini harus dilakukan untuk meredam konflik horisontal," ucap Faisal.
Dia menimpali, Papua Selatan dengan dukungan Merauke paling siap untuk dimekarkan karena sudah bisa berdiri sendiri secara ekonomi. Anggaran yang diberikan negara kepada Papua saban tahun sudah lebih dari cukup.
Provinsi Papua juga memiliki sumber-sumber pembiayaan daerah sendiri. "Papua ini kan terlalu besar, sementara sumber daya antar wilayahnya berbeda-beda," tutur Faisal.
Luas Provinsi Papua mencapai 316.555 kilometer persegi; atau sekitar 2,4 kali lebih besar dari Pulau Jawa yang memiliki luas 128.297 kilometer persegi.
Selain itu, menurut dia, penggabungan kabupaten-kabupaten ke dalam tiga provinsi baru yang lebih kecil akan memunculkan sumber-sumber ekonomi baru. “Dan menghilangkan ketergantungan terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat,” tutur Faisal.
Pembentukan tiga provinsi baru ini juga mendapat dukungan dari masyarakat. Koordinator Forum Mahasiswa Orang Asli Papua, Charles Kosay, mengatakan pemekaran ini diperlukan karena banyak daerah di Papua yang tidak mampu mengelola masalah dan menyediakan pelayanan publik dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah karena masih adanya kabupaten yang terisolasi.
Begitu pula pelayanan kesehatan dan pendidikan, ujar dia, belum bisa menjangkau seluruh warga. Guru maupun tim medis kesulitan bergerak ke daerah-daerah tertentu karena akses jalan belum tersedia. “Semua itu kelemahan pemerintah provinsi. Pemekaran ini diharapkan dapat membantu membuka daerah-daerah terisolasi,” ucap Charles.
Pengamat politik lokal Papua Frans Maniagasi, menegaskan pembentukan DOB Papua akan mengakselerasi pembangunan sekaligus memperluas jangkauan pelayanan birokrasi pemerintahan. Menurut dia, harus ada ruang akselerasi bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk memahami nilai-nilainya sendiri.
"Dengan demikian, pemekaran wilayah tidak mencabut OAP dari nilai-nilai dan akar budayanya. Pengalaman menunjukkan, pemekaran wilayah selama ini membawa perubahan yang signifikan terhadap kemajuan fisik," ujar Frans.
Menurut mantan anggota Tim Asistensi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua 2001 ini, pemekaran provinsi tidak sekadar mempercepat pembangunan dan memperpendek rantai birokrasi pemerintahan, tapi juga berfungsi menjamin eksistensi nilai-nilai lokal. "Pemekaran tak memandang nilai lokal sebagai anti pemekaran dan perubahan, atau resistensi terhadap pembangunan," kata dia.
Tim Info Tempo