Kolaborasi Multipihak untuk Mempercepat Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Presiden Joko Widodo menargetkan angka kemiskinan ekstrem harus mencapai 0 persen pada 2024. #Infotempo
Iklan
Senin, 6 Juni 2022
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan nasional pada 2021 sebesar 10,14 persen penduduk atau sebanyak 27,54 juta jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 4 persen atau 10,86 juta jiwa masuk dalam kategori miskin ekstrem.
Presiden Joko Widodo menargetkan angka kemiskinan ekstrem harus mencapai 0 persen pada 2024. Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem utamanya dilakukan dengan mentransformasi kehidupan dan kesejahteraan kelompok miskin ekstrem. Upaya untuk mewujudkan hal ini dilakukan oleh pemerintah dengan menjalankan Program Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) dengan fokus di tujuh provinsi dan 35 kabupaten prioritas yang mewakili 20 persen total masyarakat miskin atau sekitar 10,4 juta penduduk pada 2021. Pada 2022, fokus program diperluas menjadi 25 provinsi dan 212 kabupaten/kota prioritas. Nantinya, pada 2023, fokus program diperluas lagi menjadi 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota hingga kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen pada 2024.
Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah dan sektor nonpemerintah melalui intervensi program, baik program pengurangan beban, peningkatan produktivitas/pemberdayaan, maupun program mengatasi kantong kemiskinan yang menyasar wilayah dan kelompok miskin ekstrem secara konvergen.
Sambutan pembuka pada Forum Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Penghapusan Kemiskinan Ekstrem "Mempercepat Aksi Kolaborasi untuk 0% Kemiskinan Ekstrem", oleh Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, selaku Sekertaris Eksekutif TNP2K.
Pada Forum Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dengan topik “Mempercepat Aksi Kolaborasi untuk 0% Kemiskinan Ekstrem” yang diselenggarakan secara daring pada Kamis, 2 Juni 2022, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang juga menjabat Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Kantor Wakil Presiden RI, Suprayoga Hadi, menyatakan bahwa upaya kolaborasi, sinergi dan konvergensi yang melibatkan berbagai pihak merupakan hal penting agar program dan kegiatan bisa secara tepat dan efektif menyasar kelompok miskin ekstrem.
Dalam forum tersebut, Asisten Deputi Penanganan Kemiskinan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ade Rustama mengungkapkan bahwa data yang menyediakan gambaran tingkat kesejahteraan hingga saat ini belum tersedia. Meskipun begitu, ia mengatakan, “Pemerintah pusat saat ini berupaya menggunakan data hasil pendataan keluarga oleh BKKBN pada 2021 dengan variabel sosial ekonomi, sehingga dengan proxy mean test dapat disediakan peringkat kesejahteraan dan hasilnya digunakan sebagai data rujukan untuk penetapan sasaran Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).”
Selain permasalahan data, upaya penguatan kelembagaan menjadi fokus pemerintah dalam memastikan pencapaian target penghapusan kemiskinan ekstrem. Budiono Subambang, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Kementerian Dalam Negeri, menjelaskan bahwa kementeriannya telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Penyelarasan Kerja serta Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Webinar Forum Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Penghapusan Kemiskinan Ekstrem "Mempercepat Aksi Kolaborasi untuk 0% Kemiskinan Ekstrem", Sesi 1 - Pemerintah, Kamis, 2 Juni 2022.
Tim koordinasi tersebut disepakati menjadi lembaga koordinasi penanggulangan kemiskinan ekstrem di tingkat daerah yang melibatkan pihak swasta, akademisi melalui universitas/perguruan tinggi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. "Dengan kehadiran TKPK di provinsi dan kabupaten/kota, target pengentasan kemiskinan ekstrem menuju nol persen dapat terwujud dengan harmonisasi serta konvergensi antar kelembagaan, mulai dari perencanaan penganggaran sampai ke pelaksanaannya, baik pemerintah maupun sektor nonpemerintah," ucap Budiono.
Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Ade Rustama, Manajer Advokasi Kebijakan Pemerintah Daerah TNP2K Irwan Suryanto menjelaskan bahwa permasalahan utama dalam program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem adalah akurasi data. Oleh karena itu, data P3KE diharapkan dapat menjadi data rujukan untuk pensasaran program penghapusan kemiskinan ekstrem, “Di bawah komando Kemenko PMK, diharapkan data P3KE yang berisikan variabel sosial ekonomi dan peringkat kesejahteraan dapat digunakan sebagai rujukan untuk memastikan setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dari APBN ataupun APBD benar-benar menyasar kelompok miskin ekstrem,” ujar Irwan.
Irwan juga menjelaskan bahwa dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan ekstrem, tugas TNP2K saat ini adalah melakukan sinergi pengendalian program penanggulangan kemiskinan dan melaksanakan advokasi ke pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan untuk memastikan ketepatan sasaran program. Setelah adanya instruksi presiden mengenai Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, diharapkan data P3KE tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, termasuk sektor nonpemerintah untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Dalam forum tersebut hadir pula wakil pemerintah daerah. Mohammad Yasin, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur yang juga Sekretaris TKPK Jawa Timur, mengatakan bahwa Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi secara nasional yang juga memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi. Yasin juga mengungkapkan apabila pemerintah pusat serius menangani kemiskinan di wilayahnya, hal tersebut akan menyelesaikan sekitar 16 persen permasalahan kemiskinan nasional.
Sebagai lembaga koordinasi di tingkat daerah, Yasin menjelaskan bahwa TKPK bertugas dalam menyelaraskan dokumen perencanaan kabupaten/kota dengan dokumen perencanaan pemerintah daerah, menyusun strategi perencanaan penanggulangan kemiskinan daerah, dan melakukan sinkronisasi program penanggulangan kemiskinan berjalan. Selain itu, TKPK berkolaborasi dengan BAZNAS dalam menjalankan sejumlah program bantuan pendidikan dan bantuan renovasi rumah tidak layak huni yang ditujukan bagi masyarakat miskin di wilayah-wilayah yang merupakan kantong kemiskinan. Selain itu, menurut Yasin, TKPK Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang menyesuaikan dengan kapasitas setiap perusahaan, baik program yang dijalankan secara penuh melalui program CSR maupun keterlibatan sektor swasta dalam program pemerintah sebagai bentuk kontribusi CSR.
Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Mokhamad Mahdum menjelaskan bahwa BAZNAS sebagai lembaga pemerintah nonstruktural berperan sebagai mitra strategis kementerian dalam pengentasan kemiskinan, termasuk juga mendukung pemerintah provinsi seperti yang dilakukan di Jawa Timur melalui BAZNAS provinsi.
BAZNAS berkomitmen untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh berbagai program yang ada. “Dengan memodifikasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, BAZNAS berusaha melengkapi upaya pemerintah pusat melalui kementerian teknis dalam menjangkau masyarakat di wilayah-wilayah kantong kemiskinan,” ujar Mahdum. Tidak hanya program bantuan konsumtif, BAZNAS pun memiliki program Zakat Community Development yang menyasar masyarakat miskin di wilayah perdesaan. Dengan potensi yang dimilikinya, BAZNAS terlibat melalui berbagai program pemberdayaan.
Webinar Forum Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Penghapusan Kemiskinan Ekstrem "Mempercepat Aksi Kolaborasi untuk 0% Kemiskinan Ekstrem", Sesi 2 Non-Pemerintah, Kamis, 2 Juni 2022.
Selain dari sektor pemerintah, hadir perwakilan sektor nonpemerintah yang turut berbagi pengalaman dan sudut pandang dalam forum kolaborasi multipihak tersebut. Profesor Isbandi Rukminto Adi, Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, menyatakan bahwa yang paling penting dalam mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem adalah mengidentifikasi penyebab kemiskinan serta memperbaiki perlindungan sosial dan pemberdayaan yang telah dilakukan selama ini. Menurut Isbandi, terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan program penghapusan kemiskinan, mulai dari ketergantungan terhadap program, pengalokasian dana bantuan pada tingkat individu, dan ketepatan sasaran program.
Isbandi menjelaskan bahwa untuk mencapai angka 0 persen kemiskinan ekstrem merupakan hal yang sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Saat ini, program yang dikombinasikan dengan perlindungan sosial, bantuan sosial, dan pemberdayaan masih menjadi pilar utama penghapusan kemiskinan. Namun tantangannya adalah program pemberdayaan yang berjalan saat ini tidak benar-benar terlaksana dengan baik. Pada aspek ini, kolaborasi antara pemerintah dan nonpemerintah, utamanya dalam hal pemberdayaan, menjadi sangat penting. Pemerintah dapat mendorong dunia usaha atau sektor swasta melalui program CSR dengan melakukan kegiatan pemberdayaan yang menjangkau kelompok-kelompok miskin.
Adapun Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan KADIN Indonesia, Bambang Brodjonegoro, mengatakan bahwa pelaku usaha berperan membantu pemerintah dalam mengatasi kemiskinan ekstrem. Selain itu, memastikan agar kelompok tidak miskin atau kategori rentan atau hampir miskin tidak jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan juga menjadi poin penting yang harus dilakukan. KADIN juga mendorong program pemberdayaan, salah satunya dengan membuat pelatihan-pelatihan dan program-program yang bekerja sama dengan pemerintah.
Selaras dengan Bambang, Agus Yuswanta, Vice President CSR & PKBL PLN, sebagai perwakilan dunia usaha, menjelaskan bahwa PLN terus berusaha mendukung pemerintah melalui program peningkatan rasio elektrifikasi bagi masyarakat yang tinggal di kantong kemiskinan untuk mendorong produktivitas masyarakat miskin ekstrem. Agus menjelaskan bahwa sejak 2015 hingga 2021 telah terjadi penambahan elektrifikasi sebesar 10 persen. “Jadi, kalau target 0 persen rumah tanpa listrik pada 2024, itu bukan hal yang tidak mungkin, karena dalam 5-6 tahun saja kita bisa meningkatkan rasio elektrifikasi hingga 10 persen,” ujarnya. Melalui peningkatan rasio elektrifikasi diharapkan produktivitas masyarakat bisa meningkat sehingga mendorong masyarakat untuk keluar dari bawah garis kemiskinan.
Adapun Kepala Pemberitaan Korporat Tempo Media Group Budi Setyarso sebagai perwakilan media mengatakan bahwa media perlu terlibat dalam pengawasan, mulai dari perencanaan, penyusunan, penganggaran, hingga eksekusi program pengurangan kemiskinan ekstrem. "Itu betul-betul ditujukan untuk ke substansinya, yaitu menopang orang-orang yang membutuhkan," ujarnya.
Budi juga mengungkapkan bahwa media harus berperan dalam melakukan cek dan ricek, seperti apakah betul 0 persen kemiskinan ekstrem itu benar terjadi. "Kemudian peran media dalam konteks edukasi, media berperan meningkatkan kesadaran publik karena ini merupakan isu penting yang menjadi tanggung jawab bersama," kata Budi.
Forum kolaborasi multipihak ini menyimpulkan bahwa permasalahan utama dalam program penghapusan kemiskinan ekstrem saat ini adalah ketidakakuratan data dalam penetapan sasaran intervensi. Diperlukan data rujukan utama untuk mengakomodir berbagai intervensi terkait penghapusan kemiskinan ekstrem. Untuk itu, saat ini pemerintah sudah menyiapkan data P3KE yang dapat dijadikan rujukan dalam pensasaran program percepatan penghapusan kemiskinan esktrem.
Selain itu, dibutuhkan tindak lanjut yang konkret antara pemerintah dan sektor nonpemerintah, terutama dalam pelaksanaan program pemberdayaan yang menyasar kelompok miskin ekstrem, khususnya yang belum tersentuh program pemerintah. Pemerintah diharapkan terus melibatkan sektor nonpemerintah untuk mencari model kolaborasi yang paling efektif dalam menghapus kemiskinan ekstrem, seperti melalui program pemberdayaan masyarakat yang saling melengkapi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta/dunia usaha, serta melalui dukungan program dari lembaga filantropi ataupun penyaluran bantuan program antara lain melalui BAZNAS. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mengawal dan mengawasi realisasi dan ketercapaian program. Diharapkan forum ini dapat menjadi pemantik kegiatan lain yang diselenggarakan pemerintah dan sektor nonpemerintah sebagai upaya kolaborasi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.