Pentingnya Sinergi Guru dan Orang Tua dalam Peningkatan Literasi Anak
Guru dan orang tua berperan penting dalam peningkatan literasi anak. Keduanya juga berperan sebagai subjek yang mendukung penguatan literasi, bukan hanya memaksa.
Tempo
Kamis, 29 Juli 2021
Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyoroti tingkat literasi anak Indonesia saat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Menurutnya, tingkat literasi pada saat sebelum masa pagebluk sudah tidak memuaskan apalagi dengan kondisi saat ini.
Hal itu bukan tanpa sebab, kata dia, melainkan ada beberapa faktor pemicunya. Dimulai dari pandemi yang mengubah pola aktivitas belajar siswa di sekolah. Siswa diwajibkan untuk melakukan pembelajaran secara daring di rumah, akibatnya kebutuhan informasi siswa dalam memperoleh bacaan buku dan sumber informasi terhambat. Terlebih belum tumbuh budaya literasi yang kuat di sekolah. Kondisi diperparah ketika sarana prasarana fisik pendukung belum memadai.
“Dampaknya, ada anak-anak yang kemampuan literasinya menurun. Pada kondisi normal bermasalah apa lagi pandemi,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 27 juli 2021.
Agar literasi anak dapat tumbuh di tengah pandemi, Ubaid menyarankan agar ditumbuhkan budaya membaca dan menulis. Namun, catatan pentingnya, jangan paksa anak untuk melakukannya. Guru dan orang tua harus ikut dalam peningkatan literasi tersebut.
Namun anak-anak usia PAUD jangan diinstruksikan untuk membaca dan menulis. Secara usia, katanya, psikologi perkembangan mereka belum siap. Jika tetap dilakukan akan berpotensi mengganggu kemampuan anak-anak dalam proses membaca.
“Dalam program literasi, semua berperan sebagai subjek. Orang tua melakukan, guru melakukan, bukan guru dan orang tua memaksa anak untuk membaca dan menulis sementara guru dan orang tua tidak melakukannya,” kata Ubaid.
Ubaid menyebut peningkatan kecakapan literasi tidak datang dari sekolah saja, melainkan dari peristiwa di sekitar rumah. Oleh karena itu orang tua juga punya peran dalam mendampingi penguatan literasi anak. “Jangan memandang (anak) sebagai objek,” tuturnya.
Ketika sinergi telah terjalin dalam pembiasaan membaca dan menulis, Ubaid menyarankan, kemampuan literasi yang mulai terbangun dikembangkan ke arah berbasis karya. Anak dibiasakan untuk mencurahkan ide ke dalam tulisan seperti puisi, cerita pendek, atau sekadar tulisan singkat di media sosial. Hal ini akan membangun pola pikir anak. Dengan begitu, mereka akan terbiasa mengomunikasikan sesuatu dan mampu berpikir kritis.
“Ini harus dibudayakan. Jika ada program seperti itu, anak akan terpacu dalam budaya tulis menulis,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Hendarman mengatakan situasi pandemi COVID-19 seharusnya tidak menyurutkan semangat dan harapan anak-anak Indonesia. Menurutnya, pandemi justru menjadi momentum untuk merekatkan hubungan anak dengan orang tua.
“Pandemi menjadi momentum yang dapat mendorong lahirnya inspirasi anak-anak untuk tetap berpikir kritis sekaligus menjadi perekat hubungan antara anak, orang tua, guru, dan masyarakat,” katanya dalam perayaan virtual Hari Anak Nasional, Jumat, 23 Juli 2021.