Perkumpulan Dokter Herbal Dorong Penggunaan OMAI
Penggunaan obat herbal dapat mengurangi 30 persen ketergantungan impor bahan baku obat.
Tempo
Selasa, 23 Maret 2021
JAKARTA - Obat modern asli Indonesia (OMAI) terbukti secara praklinis maupun klinis digunakan untuk penanganan dan terapi penyakit. Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Dokter Herbal Medik Indonesia (PIT PDHMI) 2021, para saintis dan praktisi kesehatan sepakat OMAI dapat digunakan untuk pengobatan pasien.
Molecular Pharmacologist yang juga Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik PT Dexa Medica, Dr Raymond Tjandrawinata, mengatakan di beberapa negara dokter memiliki kewenangan untuk meresepkan obat herbal. Dia mencontohkan di Korea Selatan ada 15,26 persen dokter meresepkan obat herbal, di Cina sebanyak 12,63 persen dan Taiwan sebanyak 9,69 persen. “Yang paling tinggi adalah Jerman lebih dari 50 persen para dokter terlatih dan boleh menuliskan obat herbal dalam terapi. Otomatis obat herbal masuk dalam semacam JKN di sana,” ujarnya, dalam webinar PIT PDHMI 2021, Sabtu, 20 Maret 2021.
Menurut Raymond, PT Dexa Medica banyak mengembangkan obat modern asli Indonesia berbasis molekuler. Khasiat OMAI tidak kalah dengan obat berbasis kimiawi. "OMAI yang secara definisi diterima adalah sediaan obat bahan alam berupa ekstrak atau fraksi tanaman yang tumbuh di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, kata Raymond, OMAI adalah tanaman asli Indonesia dan/atau tanaman yang pernah ditulis dalam buku-buku herbal Indonesia. “Di mana riset penemuannya dilakukan di Indonesia serta mempunyai data mekanisme kerja yang jelas, diproduksi secara farmasetika modern dan telah memperoleh status sebagai Obat Herbal Terstandar atau Fitofarmaka," tuturnya.
Raymond juga menjelaskan beberapa OMAI yang telah teruji mampu menjadi substitusi obat-obatan kimia yang bahan bakunya masih banyak diimpor di Indonesia. “Diantaranya adalah Redacid yang dikembangkan dari kayu manis (cinnamomum burmannii), terbukti mampu mengobati gangguan asam lambung,” ucapnya.
Sedangkan OMAI yang juga dikembangkan dari kayu manis dan dikombinasikan dengan tanaman bunggur (lagerstroemia) adalah Inlacin, menurut Raymond, telah teruji klinis mampu menurunkan HbA1C bagi diabetesi. “Ada pula HerbaPAIN yang dikembangkan dari tanaman mahkota dewa (phaleria macrocarpa), teruji mampu mengurangi rasa nyeri. Lalu ada STIMUNO, teruji klinis selama 17 tahun sebagai imunomodulator,” ujarnya.
Raymond berpendapat Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat hingga 30 persen jika menggunakan OMAI. Selain itu, pengembangan obat modern asli Indonesia juga dapat membantu perekonomian petani di Tanah Air.
Pengurus PDHMI, dr Rimenda Sitepu, optimistis OMAI dapat menjadi substitusi penanganan penyakit. Menurut dia, pengembangan obat bahan alam menjadi OHT maupun Fitofarmaka merupakan upaya pembuktian ilmiah. "OMAI dapat digunakan sebagai substitusi atau komplementer dalam penanganan atau terapi pada kondisi suatu penyakit,” tuturnya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan banyak penelitian obat bahan alam. “Agar menjadi pertimbangan bagi dokter untuk digunakan dalam usaha untuk pengobatan pasien berbasis evidence base medicine," kata Rimenda.
Adapun Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) terus mendukung uji klinis bahan alam Indonesia yang terbukti secara empiris untuk menjadi OMAI. "Kami sepakat produk OMAI harus didukung pemanfaatannya dan kami komitmen mendukung hilirisasi obat bahan alam,” kata Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, dr Reri Indriani. “Kami terus berupaya mendukung obat bahan alam Indonesia untuk jadi OMAI dan masuk dalam program kesehatan nasional.”
Info Tempo