Enam Fakta Kasus Korupsi Waskita Karya yang Melibatkan Destiawan Soewardjono Cs
Tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Destiawan Soewardjono akan berdampak negatif bagi Waskita Karya.
Tempo
Kamis, 4 Mei 2023
Kejaksaan Agung RI menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Destiawan Soewardjono, sebagai tersangka perkara dugaan korupsi. Destiawan menjadi tersangka perkara penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank oleh Waskita Karya dan anak usahanya, PT Waskita Beton Precast Tbk.
Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi yang dilakukan Destiawan menimbulkan kerugian negara sebesar lebih dari Rp 2,5 triliun. Tak hanya itu, terdapat fakta-fakta ihwal korupsi yang dilakukan petinggi BUMN karya tersebut. Berikut ini enam fakta perkara korupsi Waskita Karya yang dilakukan Destiawan Soewardjono cs:
1. Korupsi Waskita Karya Sudah Lama Diketahui
Sebelum kasus dugaan korupsi yang dilakukan Destiawan Soewardjono mencuat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan sejumlah persoalan dalam kegiatan investasi serta pengusahaan jalan tol yang dilaksanakan Waskita dan anak usahanya. Permasalahan internal di salah satu BUMN karya tersebut juga terus bergulir. Salah satunya utang proyek infrastruktur yang disebabkan oleh kegagalan mereka membayar bunga obligasi sebesar Rp 4,7 triliun dengan waktu jatuh tempo per Februari-Mei 2023.
BPK pun mencatat setidaknya ada empat masalah proyek yang dilakukan perusahaan infrastruktur dengan kode emiten WSKT tersebut. Dari masalah pemilihan kontraktor pelaksanaan, penyusunan harga perkiraan sendiri, perubahan biaya investasi, hingga pekerjaan pelengkap jalan tol yang tidak sesuai dengan kontrak.
Baca juga: Proyek Fiktif yang Masuk Radar Auditor
Permasalahan pun bertambah akibat ulah korupsi petinggi Waskita Karya hingga akhirnya, sebelum Destiawan ditetapkan sebagai tersangka, Kejaksaan Agung telah menetapkan beberapa petinggi perusahaan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi PT Waskita Karya pada akhir 2022. Di antaranya Direktur Operasi, Bambang Rianto; Direktur Keuangan dan Manajemen periode Mei 2018-Juni 2020, Haris Gunawan; serta Direktur Keuangan dan Manajemen periode Juli 2020-Juli 2022, Taufik Hendra Kusuma.
Pembangunan Tol Becakayu di kawasan Basuki Rahmat, Jakarta, 11 Februari 2022. Tempo/Tony Hartawan
2. Korupsi Berjemaah
Kasus korupsi proyek fiktif berjemaah Waskita Karya ini melibatkan para atasan dengan peran masing-masing. Peran Destiawan adalah memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF) menggunakan dokumen pendukung palsu.
Dokumen palsu tersebut digunakan untuk mencairkan SCF sebagai pembayaran utang-utang Waskita Karya. Padahal utang yang diperoleh Waskita Karya digunakan untuk membangun sejumlah proyek pekerjaan fiktif atas permintaan tersangka.
Serupa dengan peran Destiawan, Haris Gunawan dan Bambang Rianto melawan hukum karena bersama-sama menyetujui pencairan dana SCF menggunakan dokumen pendukung palsu. Guna menutupi perbuatannya, dana hasil pencairan SCF tersebut seolah-olah digunakan untuk membayar utang vendor yang belakangan diketahui fiktif.
3. Kasus Korupsi di Tengah Kondisi Keuangan yang Buruk
Kasus dugaan korupsi di lingkup internal PT Waskita Karya menambah runyam masalah di tengah krisis keuangan pada perusahaan tersebut. Pasalnya, saat ini Waskita tengah berusaha memperbaiki kondisi keuangan perusahaan untuk mengurangi beban utang. Menurut laporan keuangan interim konsolidasian, perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur tersebut masih memiliki utang sebesar Rp 84 triliun; angka yang besar bagi perusahaan yang sedang mengalami permasalahan korupsi.
4. Korupsi untuk Membayar Utang Perusahaan Akibat Proyek Fiktif
Waskita Karya memanfaatkan SCF sebagai alasan untuk membayar utang dari proyek-proyek fiktif. Pembiayaan modal dari bank atau SCF adalah sebuah fasilitas dari perusahaan milik negara atau BUMN yang bekerja sama dengan bank untuk memberikan kemudahan dalam transaksi keuangan, seperti modal usaha dan pembiayaan kepada pihak rekanan.
Saat ini Waskita memiliki belasan proyek infrastruktur yang harus didanai. Menurut BPK, WSKT memiliki sejumlah proyek yang harus diselesaikan dalam waktu yang sama, yaitu penugasan dari pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan 14 ruas jalan tol. Perusahaan milik negara itu butuh uang untuk mendanai proyek-proyek yang mereka tangani. Akhirnya, mereka bertindak curang dengan memanfaatkan pembiayaan modal bank untuk membayar utang dari proyek-proyek fiktif.
5. Saham WSKT Bisa Merosot dan Minim Investor
Terdapat dampak akibat kasus korupsi yang bergulir di tubuh perusahaan infrastruktur tersebut. Pertama, dipastikan saham WSKT merosot turun. Setelah Dirut Waskita ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, profil perusahaan turut disorot dan mendapat pandangan negatif publik. Dampak kedua dari kasus korupsi ini adalah dapat menyebabkan investor melakukan aksi jual saham. Tempo mencatat harga saham Waskita turun sejak awal tahun ini.
6. Dijerat Pasal Berlapis
Akibat perbuatannya, Destiawan Soewardjono disangkakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Direktur utama salah satu BUMN karya kini juga disorot kekayaannya. Dalam catatan laporan kekayaan dari LHKPN-nya, ia memiliki harta sebesar Rp 26 miliar yang tercatat pada Februari 2022 serta memiliki koleksi mobil antik Morris Minor keluaran 1964 seharga Rp 150 juta.
RIZKI DEWI | VIVIA AGARTA F.