Bopeng Muka Kabinet Merah Putih

Prabowo Subianto mengangkat sosok bermasalah di Kabinet Merah Putih. Politik balas budi dan akomodasi kepentingan oligarki.

Tempo

Kamis, 24 Oktober 2024

LUPAKAN janji Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk pemerintahan yang bersih. Di awal kekuasaannya, Prabowo mengisi kabinetnya dengan orang-orang bermasalah. Sulit berharap Kabinet Merah Putih yang dibentuk Prabowo bakal optimal bekerja dan lepas dari konflik kepentingan.

Dalam daftar menteri, wakil menteri, pejabat setingkat menteri, hingga para utusan khusus terselip nama-nama yang pernah berurusan dengan hukum. Airlangga Hartarto yang kembali menjabat Menteri Koordinator Perekonomian, misalnya, pernah diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi izin ekspor sawit mentah dan turunannya. Perannya disebutkan sejumlah saksi di persidangan. Mundurnya dia dari kursi Ketua Umum Golkar ditengarai karena ditekan lewat perkara ini. 

Ada juga Dito Ariotedjo yang menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga yang terseret kasus korupsi proyek menara pemancar komunikasi (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ia diduga berupaya meredam kasus tersebut lewat guyuran uang kepada penyidik. Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej malah pernah menyandang status tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah kalah di praperadilan, KPK kembali mengusut Edward.

Perkara hukum tersebut bakal menyandera mereka selama menjabat. Bukan tak mungkin mereka bakal ditekan dengan kasus jika tak menuruti kehendak penguasa.

Selain terjerat kasus hukum, ada yang terseret perkara etik. Misalnya Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Keuangan, yang terseret kasus plagiarisme sehingga harus mundur dari Universitas Gadjah Mada. Ada pula Raffi Ahmad, artis dan pengusaha yang diberi mandat oleh Prabowo sebagai Utusan Khusus Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni. Raffi dipersoalkan secara etik karena mendapat gelar doktor honoris causa dari universitas yang tak kredibel. 

Sejumlah nama lain tak terlibat langsung dengan perkara hukum ataupun etik. Namun mereka terafiliasi dengan pengusaha bermasalah lewat kedekatan karena pernah bekerja sama ataupun ada hubungan kekerabatan. Di antaranya Menteri Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar.

Pengusaha yang dekat dengan mereka, Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam, adalah pemilik Jhonlin Group yang diduga tersangkut kasus korupsi pejabat pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani. Jhonlin Group juga disebutkan dalam laporan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), jaringan jurnalis investigatif di dunia, ihwal praktik bisnis tak etis bersama perusahaan India, Adani Group. Jangan heran jika di kemudian hari muncul banyak kebijakan yang mengandung konflik kepentingan di sektor-sektor yang ditangani para menteri tersebut.

Sebelum dilantik, Prabowo berjanji akan membentuk kabinet zaken yang berisi banyak ahli. Pemilihan nama-nama tadi untuk mengisi kabinet berpostur gembung—dengan 48 menteri dan 56 wakil menteri serta 5 kepala badan—dan jabatan lain, seperti utusan khusus serta penasihat khusus, justru menunjukkan Prabowo sedang membalas budi kepada para pendukungnya. Para menteri, wakil menteri, utusan khusus, dan pengusaha yang disebutkan di atas adalah penyokong Prabowo dalam pemilihan presiden lalu.

Pengabaian Prabowo terhadap rekam jejak, kapabilitas, dan kompetensi pada akhirnya harus dibayar mahal: Kabinet Merah Putih tak akan pernah optimal bekerja dan cita-cita Prabowo membawa negara ini makin maju kandas. Memang Prabowo punya hak untuk mengganti bawahannya. Tapi kekhawatiran dia bahwa pemerintahan akan gonjang-ganjing jika partai dan pendukung tak diakomodasi, akan melahirkan kabinet baru yang juga diisi orang-orang yang tak bebas masalah.

Berita Lainnya