Transparansi Pemilihan Hakim Konstitusi

Pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukan langkah tepat. Keputusan ini memberi kesan Presiden tidak transparan. Bisa dimengerti jika, setelah keputusan itu, sekelompok orang yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi menyatakan penolakannya dan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Mereka menuntut agar pengangkatan Patrialis menggantikan hakim Ahmad Sodiki yang pensiun dibatalkan.

Koalisi beranggotakan sejumlah organisasi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan Kontras, ini menilai pengangkatan Patrialis melanggar tiga undang-undang. Salah satunya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 19 undang-undang ini mensyaratkan pencalonan hakim konstitusi harus transparan dan partisipatif. Sedangkan Pasal 20 ayat 2 menyebutkan pemilihan hakim konstitusi harus obyektif dan akuntabel. Syarat-syarat itulah yang dianggap telah dilanggar.

Kamis, 15 Agustus 2013

Pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukan langkah tepat. Keputusan ini memberi kesan Presiden tidak transparan. Bisa dimengerti jika, setelah keputusan itu, sekelompok orang yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi menyatakan penolakannya dan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Mereka menuntut agar pengangkatan Patrialis menggantikan hakim Ahmad Sodiki yan

...

Berita Lainnya