Tragedi Buah Apel

Miljenko Jergovic

DI KEBUN kami ada sebatang pohon apel yang bebuah ranumnya bisa tampak dari jendela lantai atas rumah tetangga. Tetangga kami, Rade dan Jela, biasa membeli apel di pasar untuk kedua putri kecil mereka. Tapi sia-sia. Betapapun enaknya, apel-apel lain tak pernah semenggoda apel-apel yang terlihat dari jendela tetangga itu. Setiap pagi, begitu Rade dan Jela berangkat bekerja, kedua gadis kecil itu akan melompati pagar kebun kami untuk memunguti buah apel yang jatuh karena telah kelewat matang. Aku kerap mengejar dan melempari mereka dengan lumpur atau batu. Pendek kata, aku berupaya mempertahankan harta milikku. Namun, itu karena soal prinsip, bukan karena aku tergoda atau iri.

Sebagai pembalasan, si adik melapor kepada ibuku bahwa aku hanya mendapat nilai F untuk ulangan Matematika. Akibatnya, esoknya ibuku secara tak dinyana datang ke sekolahku dan mencari tahu kebenaran soal laporan musuhku itu. Selama beberapa hari setelahnya ibuku menyiksaku dengan latihan soal-soal persamaan kuadrat. Segenap x dan y itu membuat hidup ini nyaris tak tertahankan. Maka, aku memutuskan menuntut balas sebisaku terhadap gadis tetanggaku. Inilah yang kulakukan: aku berhasil menemukan tempat persembunyian dan kuhabiskan seharian menunggu kedatangan para pencuri itu.

Akhirnya mereka muncul seperti yang telah kuduga. Saat itulah aku melompat ke luar dari semak-semak dan menjambak rambut musuhku, yakni yang lebih muda dari mereka berdua. Lalu, aku menyeretnya ke rumah kami. Aku berencana menyekapnya di dapur sampai ibuku pulang kerja sebagai hukuman baginya. Namun, gadis itu melawan dengan membabi-buta. Dia menjerit-jerit dan meronta-ronta. Dia berhasil lolos, meninggalkan sejumput rambut dan secuil kulit kepalanya di tanganku. Aku amat murka dan berlari masuk rumah, mengunci pintu.

Minggu, 28 Desember 2014

Miljenko Jergovic

DI KEBUN kami ada sebatang pohon apel yang bebuah ranumnya bisa tampak dari jendela lantai atas rumah tetangga. Tetangga kami, Rade dan Jela, biasa membeli apel di pasar untuk kedua putri kecil mereka. Tapi sia-sia. Betapapun enaknya, apel-apel lain tak pernah semenggoda apel-apel yang terlihat dari jendela tetangga itu. Setiap pagi, begitu Rade dan Jela berangkat bekerja, kedua gadis kecil itu akan melompati pagar kebun kami u

...

Berita Lainnya