maaf email atau password anda salah
Sejumlah ekonom mengingatkan bahwa Perpu Cipta Kerja berpotensi menjadi senjata makan tuan bagi target investasi pemerintah. Alih-alih menjadi daya tarik, aturan tersebut bisa dipertanyakan investor lantaran regulasi dapat berubah sewaktu-waktu tanpa tahapan yang jelas.
Presiden Joko Widodo kemarin menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja dengan alasan ada kegentingan yang memaksa, seperti dampak perang Ukraina-Rusia serta ancaman inflasi dan stagflasi. Sejumlah kalangan menilai alasan tersebut mengada-ada dan tidak masuk akal. Dalih kekosongan hukum dianggap tak berdasar lantaran undang-undang lain di luar UU Cipta Kerja tetap berlaku.
Setelah mengakomodasi mekanisme omnibus dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, DPR bersiap merevisi Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Ada gelagat revisi tak bakal menyentuh substansi pasal-pasal bermasalah. Bahaya lebih besar menunggu di depan mata.
Alih-alih mengubah Undang-Undang Cipta Kerja setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, DPR malah merevisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdalih menggelar konsultasi publik, mereka bergerilya ke sejumlah kampus di empat kota dengan melibatkan ahli yang bukan di bidangnya. Beberapa akademikus menolak undangan tersebut karena tak mau dianggap sebagai tukang cap yang memuluskan omnibus law.
DPR menggelar rapat paripurna pengesahan revisi Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi usul inisiatif Dewan hari ini. Revisi ini menjadi langkah pertama memuluskan omnibus law agar tak lagi melanggar aturan.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.