Pasangan suami-istri Dian Lesmana Putra dan Annisa Ramadona bisa dibilang menjadi salah satu pengusaha kecil yang terkena dampak langsung pandemi virus corona. Pasangan pemilik percetakan Sukses Barokah asal Palembang ini mengaku omzet usahanya merosot sejak awal Maret lalu, ketika pemerintah mengumumkan kasus Covid-19 masuk Tanah Air.
Pesanan barang cetakan ke tempat usaha mereka semakin berkurang ketika pembatasan sosial dan pembatasan fisik bergulir di berbagai daerah. "Orderan menurun, apalagi kebanyakan pesanan yang masuk di percetakan kami adalah undangan dan amplop untuk acara-acara keluarga, seperti khitanan atau akikah," kata Annisa Ramadona kepada Tempo, Kamis lalu.
Tak cukup bisnis yang melesu, Annisa juga mengaku, sejak situasi pandemi semakin gawat, ia memilih berdiam di rumah bersama keluarganya. Setelah lebih dari dua pekan "mengurung diri" di rumah, rasa bosan mulai melanda. Hal yang sama rupanya dialami teman-temannya sesama ibu rumah tangga. "Di media sosial, teman-teman banyak mengeluh sudah jenuh diam di rumah dan kehabisan ide bermain dengan anak."
Annisa melihat kondisi ini sebagai peluang. Ia dan suaminya berdiskusi dan merancang sebuah permainan untuk mengusir suntuk dan bisa dimainkan bersama seluruh anggota keluarga. "Kami ingin ketika bermain, anak-anak ikut mendapatkan pengetahuan baru," ujarnya. Akhirnya ia membuat mainan ular tangga dengan memasukkan konten edukasi tentang pandemi corona. "Situasinya memang pas, konten edukasi tentang corona khusus anak-anak juga saya perhatikan masih jarang."
Jadilah, pada akhir Maret lalu, Annisa dan Dian selama tiga hari mendesain permainan ular tangga versi Covid-19. Berkat keahlian desain grafis yang ia miliki, Annisa membuat desain permainan dengan karakter yang terlihat lucu, berwarna-warni, dan dilengkapi dengan pesan-pesan menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak-anak.
Bentuk bidaknya dibuat seperti para tenaga medis yang memakai pakaian lengkap dengan alat pelindung diri. Ularnya didesain dengan warna-warna cerah dan tidak terlihat menyeramkan. Lalu, agar anak-anak semakin terasah kreativitasnya, Annisa merancang agar bidak dan dadu yang ada di dalamnya harus digunting dan dilem lebih dulu sebelum bisa dimainkan.
Supaya informasi dan pesan edukatif ihwal Covid-19 terbaca oleh anak-anak, permainan ular tangga ini dilengkapi dengan sejumlah kartu yang harus dibaca. Inilah yang membedakan dengan permainan ular tangga biasa. Bidang-bidang dalam permainan ini dibagi dalam dua kategori: hal-hal yang dilarang selama pandemi corona, dan aneka kegiatan positif yang dianjurkan untuk dilakukan guna mencegah penyebaran virus. Jika bidak salah satu pemain berhenti di bidang yang berisi aktivitas yang dilarang, seperti berkerumun atau bermain di tempat ramai, bidak itu harus mundur beberapa bidang ke belakang. "Nah, nanti ada kartu yang menjelaskan, kenapa sih selama pandemi corona kita dilarang kumpul ramai-ramai di luar."
Begitu juga sebaliknya, jika bidak pemain berhenti di bidang berisi aktivitas positif seperti kebiasaan mencuci tangan, bidaknya akan maju beberapa langkah ke depan. Dengan permainan semacam ini, kata Annisa, diharapkan anak-anak yang ikut bermain bisa paham situasinya dan ikut menerapkan gaya hidup sehat serta menghindari aktivitas berisiko penularan virus. "Tema utamanya memerangi virus corona bersama-sama keluarga."
Kreasi Annisa dan suaminya itu mulanya dibagikan ke teman-teman mereka sendiri di Palembang. Tanggapannya positif. Selain menghibur, permainan ini memudahkan para orang tua menjelaskan ihwal Covid-19 kepada anak-anak mereka. Permintaan pun semakin banyak. Maka, untuk mengganti ongkos produksi, Annisa dan suaminya menjual ular tangga edukasi mencegah corona itu seharga Rp 30 ribu melalui akun Instagram @kr_toon dan @percetakanmuslim. Sejak pemesanan dibuka pada awal April lalu, Annisa mengaku sudah menerima ratusan pesanan yang datang dari berbagai daerah, tak cuma sekitar Sumatera Selatan tapi juga luar Sumatera dan wilayah Ibu Kota.
Inisiatif serupa datang dari Watiek Ideo, ibu rumah tangga yang juga penulis buku berdomisili di Surabaya. Pada pertengahan Maret lalu, penulis banyak buku anak ini merilis buku digital Cerita Si Korona, berisi informasi dasar mengenai virus corona untuk anak-anak. Dalam buku ini, Watiek membuat cerita tentang apa itu virus corona. Dia mengilustrasikan virus ini sebagai makhluk yang kecil dan tak terlihat serta bisa menyebabkan manusia sakit. Gejala-gejala sakit akibat virus ini pun digambarkan dengan bahasa sederhana, seperti batuk, demam, dan sesak napas. Watiek juga memasukkan informasi tentang hal-hal apa yang bisa dilakukan anak-anak untuk mencegah terkena virus ini.
Ide membuat buku ini, menurut Watiek, ia dapatkan setelah ia diberondong pertanyaan oleh anaknya sendiri yang duduk di kelas VI SD. "Anak saya terpapar berita dan informasi tentang virus corona, tapi yang dia lihat itu hal-hal menakutkan." Watiek terpikir bahwa dalam kondisi seperti ini, anak-anak pun sebetulnya harus mendapat informasi tentang pandemi yang disesuaikan dengan pemahaman dan usia mereka. "Makanya, bahasanya harus ringan, memperkenalkan apa itu virus corona, sekaligus membantu mereka agar tidak ikut cemas."
Buku digital itu dibagikan cuma-cuma melalui media sosial dan menyebar cepat, termasuk di grup-grup WhatsApp. Di luar perkiraan, tanggapannya mengharukan. Watiek bercerita, banyak orang tua mencetak sendiri buku itu untuk dibacakan kepada anak-anak mereka. Lalu, ada yang mencetak di atas karton agar gambar pada buku itu bisa digunting dan dijadikan wayang-wayangan, sehingga cerita dalam buku bisa disampaikan secara lebih interaktif. Melihat respons yang begitu bagus, Watiek lalu membuat buku itu dalam versi bahasa Inggris.
Tak lama setelah buku pertama, Watiek membuat buku kedua yang berisi cerita tentang mengapa gara-gara ada virus corona, semua orang dilarang bepergian dan harus berdiam di rumah. "Anak-anak mungkin awalnya senang tidak harus sekolah, tapi lama-lama mereka pasti bosan di rumah dan mempertanyakan sebetulnya ada apa," ujarnya. Buku kedua ini ia buat setelah mendengar curhatan para ibu yang anak-anaknya mulai gelisah dan marah karena dilarang bermain di luar rumah. "Buku ini bisa dibacakan agar anak-anak sadar agar lebih baik berdiam di rumah saja."
Selanjutnya, Watiek menerbitkan buku ketiga berisi pentingnya mencuci tangan dengan sabun selama 20-40 detik. "Isinya lebih ke tahapan-tahapan mencuci tangan dengan baik dan benar." Belakangan, Watiek juga merilis buku keempat yang isinya mengenai cerita orang tua yang terpaksa harus pergi ke luar rumah meski di tengah pandemi. "Anak-anak perlu mendapatkan pemahaman, walau ada pembatasan sosial, mungkin orang tua mereka suatu waktu terpaksa harus pergi ke luar rumah untuk bekerja atau berbelanja."
Kreasi Edukasi di Masa Pandemi
Nah, dalam buku keempat itu, Watiek memasukkan pesan agar anak-anak tidak langsung memeluk orang tua mereka yang baru pulang dari bepergian, demi meminimalkan paparan virus dari luar. Kini, Watiek tengah menyusun buku kelima bertema menjaga kesehatan sistem pernapasan dan paru-paru. Tema ini dipilih karena Covid-19 menyerang sistem pernapasan manusia. "Nanti pesannya lebih banyak kenapa anak-anak harus pakai masker kalau terpaksa harus ke luar rumah," tutur dia.
Namun, ia menambahkan, dalam semua buku seri Cerita Si Korona itu, pesan yang ditekankan adalah lebih baik diam di rumah saja ketimbang bepergian.
Belakangan, Watiek menerima permintaan dari pembaca bukunya supaya semua seri buku itu dicetak. "Karena ada orang tua yang ingin membatasi penggunaan gadget elektronik pada anak-anaknya." Watiek pun akhirnya menerbitkan seri buku ini secara independen dengan sistem pre-order. Sejauh ini, ia sudah menerima pesanan sebanyak 3.000 eksemplar. "Nanti semua seri buku tentang corona itu disatukan dalam satu buku," ia menambahkan.
Watiek dan Annisa adalah contoh kecil orang-orang yang punya inisiatif membagikan informasi dasar mengenai Covid-19 agar bisa diketahui semua kalangan secara lebih luas. Sebab, penyebaran virus corona juga dibarengi dengan penyebaran informasi yang keliru. Hal itu terlihat pada hasil jajak pendapat yang dilakukan badan PBB untuk urusan anak-anak, UNICEF. Menurut laporan UNICEF Indonesia pada 6 April lalu, empat dari lima remaja dan anak muda di Indonesia menerima informasi-informasi bohong atau salah perihal pandemi ini.
Dalam jajak pendapat yang diikuti 7.000 anak muda berusia 15-30 tahun dari 34 provinsi di Indonesia itu, sebagian besar (39 persen) mendapat informasi tentang pandemi Covid-19 dari media massa, yang meliputi TV dan surat kabar, diikuti platform media sosial (31 persen) dan media online (18 persen). Lalu, ketika ditanya bagaimana perasaan mereka ketika mendengar tentang virus corona, sekitar sepertiga (34 persen) mengatakan mereka takut, dan bahkan 17 persen mengaku sangat takut. Hampir seperlima (19 persen) mengatakan mereka merasa sangat optimis, dan 14 persen mengatakan mereka merasa agak optimistis.
Inisiatif untuk memberikan edukasi dan informasi yang benar seputar Covid-19 juga muncul dari perusahaan media sosial. Salah satu aplikasi media sosial, LINE Indonesia, baru-baru ini
menggandeng empat kreator lokal, yaitu Tahilalats, Animasinopal, Yuliadi, dan Archyd, untuk meluncurkan stiker animasi Siaga Covid-19. Stiker yang disediakan gratis itu berisi informasi dasar seputar virus corona bagi para pengguna aplikasi asal Jepang itu.
Sales Director LINE Indonesia, Trisnia Anchali Kardia, dalam keterangan persnya pada 31 Maret lalu mengatakan peluncuran stiker animasi ini salah satu upaya memberikan edukasi dan informasi mengenai virus corona yang sedang mewabah di dunia, termasuk Indonesia. "Lewat stiker Siaga Covid-19 ini, kami harap para pengguna dapat terus ingat pentingnya peran aktif kita semua dalam mencegah penyebaran Covid-19."
Konten dari set stiker animasi Siaga Covid-19 ini dibuat mengacu pada arahan dari Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Para kreator kemudian menginterpretasikan arahan tersebut melalui ekspresi dari karakter orisinal buatan mereka yang digemari pengguna LINE.
Salah satu kreator konten yang terlibat dalam proyek ini, Nurfadl, mengatakan dengan edukasi dalam bentuk stiker ini, diharapkan para anak muda dapat ikut punya andil dalam menyebarkan informasi penting ihwal Covid-19 kepada keluarga dan teman-teman mereka. "Saya berharap lewat set stiker edukasi ini, makin banyak lagi teman-teman yang ikut menyebarkan konten edukasi ini sehingga dapat terus saling mengingatkan," tutur kreator dari Mindblowon Studio yang menciptakan karakter Tahilalats itu.
Di media sosial lain seperti Twitter dan Instagram, konten edukasi berbentuk video juga banyak beredar. Salah satu kreator konten yang karyanya sering viral adalah Edward Suhadi. Produser video dan pemilik rumah produksi Ceritera ini sudah memproduksi sembilan video edukasi Covid-19 sejak awal Maret lalu. Video pertamanya mengenai pentingnya mencuci tangan dengan sabun dan dengan cara yang benar untuk mencegah penularan virus.
Dalam video itu, Edward mengilustrasikan sepasang tangan yang sedang mencuci tangan menggunakan tinta. Dengan cara yang salah, diperlihatkan bahwa tidak semua permukaan tangan terkena tinta atau sabun, sehingga bisa saja virus tetap menempel.
Dalam video lainnya, Edward melontarkan kritik keras terhadap para penimbun masker dan penjual masker yang mencari untung di tengah situasi pandemi. Video itu ia buat dan sebarkan untuk merespons curhatan para tenaga medis dan dokter yang kekurangan alat pelindung diri, sehingga membuat banyak dari mereka menjadi korban virus corona. "Semoga dengan video ini, banyak orang terketuk hatinya untuk tidak menimbun masker," kata Edward di Twitter-nya.
Tema-tema video yang diunggah Edward memang merespons situasi terakhir seputar Covid-19. Misalnya, ketika menjelang pembatasan sosial berskala besar, ia mengunggah video imbauan agar masyarakat tak perlu melakukan panic buying atau berbelanja bahan pokok dalam jumlah banyak, yang dapat membuat orang lain tak kebagian.
Lewat video-video itu, Edward berharap ketakutan dan kepanikan masyarakat bisa berkurang. "Karena ketakutan, kepanikan, dan ketidaktahuan lebih berbahaya. Bahkan jadi faktor pengali terbesar dalam penyebaran virus."* PRAGA UTAMA | KHORY ALFARIZI
Kreasi Edukasi di Masa Pandemi