Ada pemandangan unik di sejumlah lokasi bencana banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Bogor dan Banten, yang terjadi pada awal Januari lalu. Beberapa orang tampak lalu-lalang dari desa-desa yang menjadi lokasi bencana membawa aneka logistik dengan menunggangi kuda. Ya, mereka adalah relawan berkuda yang berasal dari Ciomas, Bogor, hingga Serang, Banten. "Ini inisiatif kami sendiri," kata koordinator relawan berkuda, Zaelani, beberapa waktu lalu.
Sehari-hari, Zaelani adalah instruktur berkuda di sebuah sekolah berkuda di Bogor. Namun, mendengar kabar bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor, ia meliburkan sekolah berkuda tersebut untuk terjun menjadi relawan. Ia bersama tujuh rekannya membawa tujuh kuda untuk mengangkut perbekalan dan aneka logistik dari posko menuju desa-desa terpencil dan terisolasi. "Kami pakai kuda jenis sandel, asli dari Sumba, Nusa Tenggara Timur."
Menurut Zaelani, kuda jenis ini sudah teruji dan tangguh untuk dibawa melintasi jalan berlumpur dan rusak. "Mungkin karena kuda jenis ini terbiasa di gunung dan perbukitan." Selain itu, kuda sandel dikenal mudah diajak kerja sama oleh jokinya. Total bobot barang yang bisa diangkut kuda ini juga cukup besar, bisa mencapai 100 kilogram.
Namun, kata Zaelani, selama membantu distribusi logistik di wilayah bencana di Bogor dan Banten, para joki membatasi kapasitas barang hanya 50 kg setiap kuda. Tujuannya agar stamina kuda terjaga dan tidak cepat lelah. "Saat membawa barang, kuda tidak ditunggangi joki, melainkan dituntun. Baru saat kembali ke posko utama, joki menunggangi kuda."
Seperti halnya di Bogor, ketika bencana banjir dan tanah longsor di Lebak, Banten, komunitas relawan berkuda ini bekerja sejak hari pertama. Hingga hari keenam, jumlah relawan berkuda terus bertambah. "Jadi, kami bisa berbagi tugas hingga ke Kabupaten Bogor," ujarnya.
Menurut Zaelani, di setiap posko, mereka menyiagakan lima ekor kuda untuk membawa bantuan logistik. Dalam sehari, mereka bisa membawa bantuan sebanyak tiga kali pergi-pulang dari posko ke desa yang terisolasi. Pendistribusian bantuan logistik menggunakan kuda, ia melanjutkan, jauh lebih efektif. Sebab, selain bisa menembus segala medan berat dan jalan setapak, kuda tidak perlu bahan bakar. Hanya perlu menyediakan makan. "Untuk makannya, kuda tidak susah. Di setiap jalur, banyak rumput untuk dijadikan pakan."
Berhari-hari membantu distribusi logistik, Zaelani mengatakan, ia dan kudanya tak menghadapi kendala berarti. Namun cuaca yang kerap berubah-ubah cukup menyulitkan setiap kali ia melakukan perjalanan menuju desa. "Sebetulnya kuda itu tak masalah terguyur hujan. Tapi kami khawatir, kalau keseringan kena hujan, joki dan kudanya bisa sakit," kata dia. "Kalau hujan kecil atau gerimis, kita jalan aja. Kecuali kalau besar, kami biasanya berteduh."
Zaelani bercerita, selama menjadi relawan, ia pernah mendapat pengalaman yang sangat menyentuh. Ketika sedang mengantarkan logistik ke Desa Cisarua, Kabupaten Bogor, ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang duduk termenung di sebuah saung di tengah sawah. Ternyata sawah itu milik lelaki tersebut dan sebagian besarnya sudah hancur diterjang tanah longsor. "Saya bisa ikut merasakan kesedihan yang dirasakan bapak tua itu," kata Zaelani. "Karena itulah saya merasa terus termotivasi untuk membantu warga yang kesusahan di sini." M.A. MURTADHO | PRAGA UTAMA