Sejumlah pakar gizi dan kesehatan mewaspadai meningkatnya tren masyarakat dalam menjalani diet vegan. Mereka menganggap para vegan di Indonesia sering mengabaikan asupan gizi yang seimbang sebelum memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi segala jenis pangan hewani dan produk turunannya. "Kalau belum siap, mending jangan melakukan diet vegan," kata dokter Tan Shot Yen, ahli gizi komunitas, kepada Tempo, Rabu lalu.
Yen mengatakan, dalam persoalan makan, seseorang tidak hanya berbicara tentang fungsi kandungan zat dalam makanan, tapi juga faktor keamanan. Menurut dia, manusia tidak hanya membutuhkan kalori, tapi juga keseimbangan asam amino komplet, baik yang esensial maupun non-esensial. Faktanya, kata Yen, orang berdiet masih sering terjebak dalam kebutuhan makan minimum dan bergantung pada katering penyedia menu vegan yang tidak murah. "Yang jadi masalah dengan makanan enggak sehat itu bukan dari sumber pangan, tapi cara mengolahnya."
Jadi, menurut Yen, persoalan gizi terbesar berada pada minimnya konsumsi buah dan sayur. Sedangkan mayoritas kegagalan diet vegan terletak pada perhatian orang dalam mengganti kebutuhan karbohidrat dan mengabaikan kebutuhan protein serta lemak. Penggantian konsumsi protein dengan pangan yang berasal dari kacang-kacangan, menurut dia, tidak serta-merta dapat menutup kebutuhan asam amino yang banyak ditemui dalam ikan atau makanan laut. "Masalah vegan biasanya jatuh dengan kekurangan asam amino, vitamin B12, dan defisiensi zat besi," ujarnya.
Pemenuhan zat gizi yang tidak seimbang dalam tubuh, Yen menambahkan, dapat memicu peradangan di sejumlah organ tubuh. Misalnya peradangan di dengkul sehingga ngilu dan nyeri, dan yang terparah adalah peradangan pada pembuluh darah. "Apalagi jika para vegan ini mengkonsumsi minyak yang tidak jelas jenisnya," ujarnya.
Dokter spesialis gizi klinik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Fiastuti Isbandi Witjaksono, mengatakan hal senada. Menurut dia, protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki kelemahan dalam kandungan asam amino. Ia mengatakan asam amino ini, salah satunya, diperlukan tubuh untuk membentuk sel darah merah. "Dengan asam amino yang terbatas, produksi sel darah merah pun menjadi terkendala," ujarnya. Karena itulah, seseorang yang gagal melakukan diet vegan umumnya memiliki kadar hemoglobin dan sel darah merah yang rendah.
Fiastuti menyarankan agar para vegan mengkonsumsi protein nabati yang lebih bervariasi untuk menambal kebutuhan asam amino. Variasi tersebut didapatkan melalui konsumsi kedelai, kacang merah, kacang hijau, jamur, dan nasi merah. Bagi dia, menjadi vegan memiliki kelebihan dalam mengantisipasi penyakit tidak menular, seperti hipertensi dan diabetes, tapi juga punya kelemahan dalam mengantisipasi kekurangan asam amino yang bisa memicu penyakit seperti anemia. "Makanya kenapa sering melihat vegan itu kurus, itu karena protein dalam tubuh tidak terbentuk optimal," kata dia. Ia mengingatkan, diet vegan harus didasari pengetahuan kebutuhan gizi dalam tubuh. ARKHELAUS WISNU