Sebagai pekerja yang sehari-hari berurusan dengan media sosial dan dunia digital, empat sekawan Denny Fransiscus, Zaky Muzakir, Riska Zaitun, dan Audy Gunardi sangat familier dengan tren yang sedang berkembang di Internet. Salah satunya adalah video lucu-lucuan yang berisi adegan seseorang sedang becermin di kaca sebuah mobil yang terparkir lalu dipergoki oleh sang pemilik mobil. Video tersebut dalam beberapa bulan terakhir lumayan viral di media sosial. Banyak pengguna Instagram atau YouTube kemudian merekam ulang video itu dalam aneka versi.
Denny dan kawan-kawaan lalu mereplikasi video itu dengan versi yang lebih lucu dan mengena. Adegan yang mereka buat adalah seorang pria yang memakai peci, jas, dan dasi yang seolah-olah sedang becermin pada kaca sebuah mobil. Ceritanya, pria itu adalah calon legislator yang akan berlaga dalam pemilihan umum legislatif 2019. Saat ia sedang mematut-matut diri, tiba-tiba kaca mobil dibuka. Seiring dengan turunnya kaca, jas yang dipakai pria tersebut berubah jadi kaus berwarna oranye bertulisan "Tahanan KPK".
Video tersebut, kata Denny, mengilustrasikan latar belakang asli seorang calon legislator yang pernah menjadi tersangka kasus korupsi dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lewat video yang disebarkan di Instagram itu, mereka ingin menyampaikan kepada orang-orang agar lebih mengenali latar belakang caleg yang akan mereka pilih pada April mendatang. "Jangan sampai koruptor terpilih lagi jadi wakil rakyat," ujar dia saat ditemui Tempo, Kamis lalu.
Tingkat keterkenalan calon legislator dalam Pemilu 2019, terutama di kalangan anak muda, memang dinilai mengkhawatirkan. Sejumlah hasil survei menunjukkan banyak generasi milenial (berusia 21-30 tahun) yang tak tahu siapa caleg yang akan mereka pilih pada hari pencoblosan 17 April mendatang. Survei yang dilakukan agregator berita LINE Today pada bulan lalu, misalnya, mengungkapkan bahwa 8 dari 10 anak muda tak kenal para caleg dalam Pemilu 2019. Sedangkan jumlah pemilih berusia muda yang terdaftar menjadi pemilih tetap mencapai 60,34 juta jiwa (31,4 persen) dari total 192 juta daftar pemilih tetap.
Denny, bersama Zaky, Riska, dan Audy, sebetulnya bekerja di sebuah agensi di Jakarta. Tapi, bersama belasan teman lainnya, mereka merasa terpanggil untuk "mengawal" proses pemilihan anggota legislatif dalam Pemilu 2019. Tahun lalu, mereka membuat situs web Temanrakyat.id. Mulanya, ujar Denny, situs itu didirikan sekadar untuk menyuarakan isu-isu sosial dan politik kepada anak muda.
Lewat wadah itu, mereka beberapa kali menggalang petisi. Salah satu petisi yang pernah mereka buat adalah penolakan terhadap putusan Mahkamah Agung atas uji materi peraturan KPU, yang membuat eks-koruptor bisa mencalonkan diri menjadi legislator.
"Lewat platform ini kami ingin mengajak anak muda mengetahui isu-isu politik dan sosial terbaru, sehingga mereka jadi lebih peduli," kata Denny selaku tim kreatif Teman Rakyat. Ide membuat situs itu, menurut Riska, berawal dari sekadar obrolan biasa. "Belakangan kan isu politik lagi ramai. Semua orang kayaknya ngomongin politik." Tapi, ujar Riska, hampir tak ada wadah atau media yang membahas tema politik atau edukasi tentang pemilu dengan gaya anak muda yang santai dan mudah dipahami.
Teman Rakyat kemudian menjadi proyek bersama mereka. Tapi, hampir setahun berdiri, Teman Rakyat tak kunjung mendapatkan popularitas. Sampai akhirnya video caleg ngaca itu viral di Instagram pada pertengahan Maret lalu. Lewat video ini, Teman Rakyat memperkenalkan konten baru mereka, yakni #unboxingcaleg. "Idenya meniru konten unboxing (membuka kemasan) dan ulasan gadget yang populer di YouTube," kata Zaky, yang menjadi editor Teman Rakyat.
Lewat unboxing ini, tim Teman Rakyat menuliskan profil para caleg yang berlaga dalam pemilu kali ini. Mereka kemudian memberikan opini terhadap visi dan misi serta program yang diusung para calon wakil rakyat tersebut. "Kami berfokus pada caleg karena banyak calon pemilih yang tak mengenal dan tak tahu siapa caleg yang akan mereka pilih." Cara penyampaiannya juga santai dan sederhana.
Salah satu contohnya adalah saat mereka mengulas calon legislator Agustina Hermanto alias Tina Toon yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Mereka menilai bekas artis cilik itu belum cukup pantas untuk dipilih menjadi legislator. Hal itu didasarkan pada penilaian Teman Rakyat terhadap penampilan Tina saat diwawancarai Najwa Shihab dalam sebuah acara. "Entahlah, apa kelebihan Tina yang pantas kita pertimbangkan. Mengaku sudah lama belajar politik, tapi saat diwawancara gelagapan," begitu tulis Teman Rakyat di bagian kesimpulan #unboxingcaleg Tina Toon itu.
Jumlah caleg yang ribuan, sementara tim "pengulas caleg" hanya beberapa orang, membuat konten Teman Rakyat belum terlalu banyak. "Idealnya kami ingin mengunggah belasan profil caleg setiap hari, tapi tenaga kami terbatas," ujar Zaky. Untuk menilai dan mengulas caleg, tim Teman Rakyat juga masih mengandalkan riset melalui berita, tayangan televisi, dan wawancara. "Kami memeriksa rekam jejak caleg lewat riwayat hidup mereka."
Walhasil, Teman Rakyat kini masih berfokus mengulas caleg yang sudah populer, seperti pemain sinetron atau pesohor televisi yang terjun ke politik. Beberapa caleg ada yang sengaja mereka ulas karena berasal dari keluarga politikus. "Kami menyoroti background mereka sebagai anak pejabat. Kami ingin pembaca kami kritis terhadap dinasti politik," ujar Zaky.
Untuk memperkaya ulasan, mereka mengundang pembaca Teman Rakyat untuk memberikan penilaian terhadap caleg yang diulas. Idealnya, kata Riska yang menjadi tim kreatif Teman Rakyat, orang-orang yang mengenal seorang caleg bisa memberikan informasi mengenai rekam jejaknya. "Apakah ini orang baik atau justru punya riwayat jelek di lingkungannya, supaya pembaca juga tahu." Untuk menarik partisipasi pembaca itu, Teman Rakyat kerap mengadakan games berhadiah di Instagram.
Upaya mengungkapkan latar belakang para caleg juga dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pada Februari lalu, lembaga swadaya masyarakat yang aktif menyoroti isu korupsi itu meluncurkan platform Rekamjejak.net. Peneliti ICW, Almas Sjafrina, mengatakan platform ini dibuat untuk memfasilitasi masyarakat yang memiliki hak pilih dalam mencari tahu profil para calon anggota legislatif inkumben.
"Sebetulnya platform sejenis sudah lumayan banyak bermunculan," kata Almas, saat peluncuran Rekamjejak.net pada 24 Februari lalu. Tapi, lewat Rekamjejak.net, masyarakat bisa menelusuri sejarah para caleg secara lebih mendalam, terutama terkait dengan isu korupsi dan pemberantasan korupsi. Hal itu bertujuan agar pemilih tak salah menentukan calon pemimpin dalam pemilu nanti. Terlebih, dalam pemilihan umum kali ini, selain memilih presiden dan wakilnya, pemilih harus memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Surat suara pemilihan legislatif nanti, kata Almas, tak hanya berisi nama partai, tapi juga nama-nama caleg. Hal itu, menurut dia, bisa membuat pemilih bingung dalam menentukan pilihannya. "Akan membingungkan apabila pemilih tidak mengetahui tentang siapa yang akan mereka pilih dan akan memikirkan itu ketika di TPS."
Bagi pemilih, kata dia, ada berbagai kanal informasi di dunia maya yang memuat rekam jejak para calon. Kanal-kanal itu dapat dimanfaatkan untuk mengenal lebih dalam calon yang akan mereka pilih. Misalnya, Pintarmemilih.id, WikiDPR.org, Rekamjejak.net, Iklancapres.id, atau Jariungu.com.
Almas berharap pemilih bisa menyebarluaskan kanal-kanal informasi itu ke sesama pemilih lainnya. "Sehingga akan meningkatkan kesadaran masyarakat agar memilih berdasarkan pertimbangan yang matang dan rasional."
Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap calon legislator yang akan mereka pilih dalam pemilu kali ini, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politika, Yunarto Wijaya, lantaran gaung pemilihan caleg yang kalah oleh pemilihan presiden. "Euforia pemilu presiden lebih besar." Hal itu, ujar Yunarto, salah satunya, akibat media condong mengedepankan pemberitaan mengenai visi-misi, program, dan rekam jejak para calon presiden ketimbang caleg.
Charta Politika juga pernah merilis hasil survei yang menyatakan banyak pemilih yang baru akan memutuskan calon pilihannya pada hari pemilihan. Dalam survei yang dilakukan pada Desember 2018 hingga Januari 2019 itu, sebanyak 72,3 persen akan mendahulukan memilih pasangan calon presiden dan wakilnya, lalu berturut-turut mencoblos kertas suara DPRD kabupaten/kota, DPD, DPRD, dan DPRD provinsi.
Cara lain menyambut pemilu dengan lebih gembira dilakukan anak-anak muda yang tergabung dalam yayasan We The Youth. Lewat rangkaian acara di sejumlah kota, yang berisi konser musik dan ajang kumpul komunitas, mereka mengkampanyekan gerakan pantang golput (tak memilih) dalam pemilu nanti. Kampanye yang mereka namakan 100%IN (seratus persen Indonesia) itu bertujuan untuk membangkitkan kepedulian terhadap masa depan bangsa, terutama di kalangan anak muda.
"Kami berharap nyoblos saat pemilu bisa menjadi sebuah tren di kalangan anak muda dan mereka merasa punya bagian di sana," kata Executive Director We The Youth, Ratu Dyah Ayu Widyaswari. Menurut Widy-begitu Ratu Dyah biasa disapa-potensi anak muda untuk golput pada hari pencoblosan nanti cukup besar. "Apalagi jadwalnya menjelang akhir pekan, dikhawatirkan banyak masyarakat yang memilih liburan ketimbang datang ke tempat pemungutan suara."
Dalam menjalankan misinya, We The Youth, yang berdiri sejak tahun lalu, menggandeng para pesohor. Di antaranya penyanyi Citra Scholastika, aktor Reza Rahadian, serta deretan band musik keras seperti Down For Life, Seringai, Jasad, dan Death Vomit untuk menyampaikan pesan antigolput. Menurut Widy, selain mendorong anak muda memilih, gerakan ini bertujuan menyadarkan peran anak muda dalam negara. "Saat ini anak muda memberikan suara, tapi di masa depan kita yang menentukan nasib bangsa."
Agar pesan tersampaikan, We The Youth menerapkan cara unik, yakni dengan meminta para anak muda yang hadir di acara mereka menandatangani petisi "100%in Indonesia Nyoblos" dalam laman Change.org. Tanda tangan di petisi online yang menyuarakan anti-golput itu dijadikan tiket masuk untuk hadir di acara-acara musik yang sudah digelar di Solo, Palembang, Bandung, dan puncaknya akan diadakan di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada April mendatang. AHMAD FAIZ | PRAGA UTAMA