Ancaman itu datang dari dunia maya. Banyak remaja terjerat kasus kriminal gara-gara salah memanfaatkan situs jejaring sosial yang tengah digandrungi, semacam Facebook. Tengok saja kasus Nur Arafah alias Farah, remaja asal Bogor, yang harus duduk di kursi terdakwa karena berkomentar tidak pantas di Facebook. Farah akhirnya dihukum dua setengah bulan penjara meski tak harus masuk bui.
Belum lagi kasus Nova, yang kabur bersama pacarnya. Mereka saling mengenal lewat Facebook. Beberapa siswa sekolah di Kelapa Gading mengaku mengetahui apa yang terjadi dengan remaja lainnya gara-gara Facebook. Karena itu, mereka berhati-hati dalam menggunakan situs sosial tersebut.
"Saya memanfaatkannya untuk menambah teman. Namun, kalau ada orang yang meng-add, biasanya saya baru setujui kalau ada konfirmasi dari teman-teman yang sudah ada di akun saya. Jadi, kalau enggak ada teman saya yang jadi temannya orang yang mengajak, maka saya ignore," ujar Rizal, siswa kelas XI SMA Al Azhar Kelapa Gading.
Rizal mengaku sekolahnya tak melarang para murid menggunakan Facebook. Hanya, seorang guru pernah mengingatkannya untuk berhati-hati. Soal kehati-hatian juga diungkapkan oleh Felicia Alvina, siswi kelas X SMA Santa Ursula. Warga RW 12 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, ini mengatakan dia harus berhati-hati jika ada orang yang ingin menjadi temannya di Facebook namun tak dikenalnya.
Demi memproteksi anak didik agar tak menyalahgunakan situs jejaring sosial, Saint Peter International School memilih memblokir akses ke situs Facebook, situs pornografi, dan situs lain yang tak menunjang kegiatan belajar-mengajar.
"Hal itu sudah kami lakukan sejak tahun ajaran baru ini," kata Martin Hahn, Kepala Sekolah Saint Peter International, pada Selasa lalu. Selain itu, ada program Pembangunan Karakter yang diterapkan kepada siswa SD-SMA. Isi program itu antara lain membekali siswa agar berhati-hati dalam berelasi lewat Internet dan mengakses situs yang bermanfaat saja.
Martin mengatakan, pihak sekolah tak bisa mengontrol penggunaan Internet oleh siswa secara total karena hampir semua siswa menggunakan telepon pintar yang bisa mengakses Internet dari berbagai tempat. "Dengan program ini, kami yakin murid kami menjadi lebih jeli," ujarnya.
Menurut Martin, Internet sebetulnya merupakan alat yang positif, tapi tetap menyimpan hal negatif. Selain pembekalan lewat program itu, Martin mengatakan, untuk memproteksi muridnya agar tak menjadi korban kejahatan lewat Internet, pihaknya membekali murid dengan pelajaran agama.
Strategi lain agar siswa tak jadi korban kejahatan dunia maya dilontarkan Endang Setyawati, Kepala SMAK 5 Penabur Kelapa Gading. Caranya, para guru, termasuk dirinya, ikut aktif membuat akun dalam situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Endang kemudian membuat koneksi dengan para muridnya sehingga ia bisa mengikuti diskusi yang berkembang di kalangan mereka. "Saya sampai dianggap guru gaul oleh murid-murid saya," katanya.
Dengan mempunyai Facebook, Endang bisa mengamati beberapa murid yang rentan berperilaku berbahaya. Ketika ada kejadian ganjil yang terpantau dari Facebook dan Twitter, ia langsung memanggil anak murid yang bersangkutan untuk diperingatkan agar berperilaku lebih baik. "Saya juga menganjurkan seluruh guru untuk melakukan metode yang saya jalankan ini," ujarnya.
Selain itu, kata Endang, pembekalan terhadap orang tua diberikan agar ikut memantau perkembangan anak mereka. Pengawasan ketat juga dilakukan di kompleks SMP dan SMA Kelapa Gading. Uus Suhatna, Kepala Bidang Akademik untuk SMP dan SMA Al-Azhar, Kelapa Gading, mengatakan fasilitas Internet di sekolah ini hanya ada di beberapa lokasi khusus. Selain itu, mereka menggunakan kamera pengawas (CCTV) untuk memudahkan mengontrol siswa-siswinya.
"Dengan adanya CCTV, pihak sekolah dapat mengetahui dan melihat apabila siswa-siswi menggunakan Internet. Benar-benar terkontrol dan mereka hanya dapat menggunakan Internet pada saat jam istirahat," katanya.
Tidak hanya itu, sekolah ini juga membuat peraturan atau tata tertib yang wajib dipatuhi semua siswa-siswi, yakni setiap siswa-siswi SMA yang membawa telepon seluler harus tercatat dan membuat surat perjanjian yang ditandatangani orang tua murid di atas meterai. Tujuan peraturan tersebut, selain untuk lancarnya kegiatan belajar di kelas, buat menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan dari pihak sekolah maupun orang tua murid.
Sementara itu, siswa-siswi SMP hanya diperkenankan membawa ponsel standar (tidak mempunyai fasilitas Internet) tetap dengan membuat surat perjanjian. Apabila ada siswa yang kedapatan membawa ponsel tanpa surat perjanjian, ponsel akan diamankan oleh pihak sekolah dan dikembalikan pada akhir tahun pelajaran. Yang dapat mengambil ponsel yang diamankan hanya orang tua murid.
"Sidak (inspeksi mendadak) diadakan setiap 1 bulan sekali dengan tidak keseluruhan kelas, tetapi hanya 1 kelas dan dilakukan secara random (acak) untuk kelas yang akan disidak," katanya.
Sekolah ini juga menyelenggarakan program Islamic Curriculum Building. Program yang diadakan 2 minggu sekali ini berisi tugas siswa mengisi kuesioner, yang pertanyaannya selalu up to date. IRVAN SJAFARI | THOWAF ZUHARON | M FAHRIZAL