Ini pagi masih lembut membelai kulit
Sedang gerimis dan kabut pergi diam-diam di senyap kampung di tengah wabah
Ini pagi lewat cahaya menyebar segala sesak ingin berbaur
Di isyarat angin membentur segala kasih sayang dan cinta di luar kepala
Ini pagi sajadah runtuhkan segala angkuh sambi menjejakkan luka menuju Tuhan
Setiap saat gantungkan hidup kepada ilahi tentang luka dalam lipatan hati...
Sulaiman Juned, sastrawan dari Padangpanjang, Sumatera Barat, memberi judul puisi itu Isyarat Kabut: Catatan di Musim Wabah. Dalam rekaman video yang diunggah di akun Facebook-nya, Minggu malam lalu, Sulaiman membacakan karyanya sambil duduk di bangku, tapi tak mengurangi intonasi dan ekspresinya. Sesekali tangannya menunjuk-nunjuk ke atas, menyimbolkan penyerahan diri kepada Ilahi.
Sulaiman, yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, merupakan satu dari sekitar 300 sastrawan yang membacakan puisi dan menyiarkannya di halaman Facebook masing-masing pada Minggu malam lalu, pukul 20.30 waktu wilayah masing-masing. Mereka datang dari 17 negara, seperti Indonesia, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, Kamboja, Timor Leste, Pakistan, Iran, Korea Selatan, Kurdistan, Belgia, Rusia, dan Italia.
Dari Indonesia, selain Sulaiman Juned, ada Kurnia Effendi, Putu Fajar Arcana, Isbedy Stiawan, Willy Ana, Badaruddin Amir, Sudiyanto, Aly D. Musyrifa, dan lain-lain. Ada yang membacakan puisi secara langsung (live), ada pula yang merekam lebih dulu lalu menyiarkan pada jam yang ditentukan, yakni pukul 20.30.
Kegiatan bertajuk "Satu Suara Satu Dunia" itu digagas penyair Malaysia, Wacana Minda. Ini merupakan bentuk dukungan dari para sastrawan untuk melawan pandemi corona sekaligus harapan, doa, dan solidaritas kepada sesama. Acara ini sekaligus menyemarakkan kampanye tetap berada di rumah, serta bekerja dan belajar dari rumah. "Pandemi Covid-19 merupakan isu sedunia, semua pihak harus bekerja sama," kata Wacana Minda, Setiausaha Agung Persatuan Penyair Malaysia, melalui aplikasi pesan kepada Tempo, Senin lalu.
Ia memulai kegiatan ini dengan menghubungi para penyair dari berbagai negara untuk terlibat. Sebagai penyair yang sering mengikuti acara internasional, ia mengaku punya banyak kawan dan kolega lalu membicarakan gagasan ini. Dalam waktu sepekan, Minda, yang bernama asli Mohamad Asri bin Mat Husin, berhasil mengumpulkan 300 peserta dari 17 negara. "Saya hubungi teman-teman dan mereka nyatakan sokongan dan dukungan untuk membuat solidaritas," ujar dia.
Malam itu, Minda sendiri membacakan puisi berjudul Tangis Kecil-Puisi pun Menangis. Ia berucap dalam puisinya, antara lain: Tuhan/di bawah kandil/bilah-bilah cahaya/tembus di jiwa/Sebuah desa sesepi malam/Sebuah kota sesunyi kelam/Air mata hanya gelombang tanpa makna/Kata-kata tenggelam ke dinding harapan//Tuhan/Ada suara perih pedih/Dari lengkah yang patah/Lelah bersabung resah…" Ia mewarnai video pembacaan puisinya dengan ilustrasi yang mendukung larik-larik dan suasana dalam puisi itu.
Penyair lain yang membacakan puisi adalah Jenuvem Eurito dari Timor Leste. Puisinya berjudul Fenomena Corona Virus 19. Awalnya, puisi itu ditulis dalam bahasa Timor Leste. "Tapi, untuk memudahkan kawan-kawan lain mengerti puisi ini, baru saja saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia," ujar dia sebelum membacakan puisi. Puisi itu antara lain berbunyi, "Bagaikan sirigala berbulu domba/dengan pelan ia datang hampiri ladang kita/ membuat domba-domba kita gemetaran tiada henti…"
Sementara itu, di Tanah Air, para sastrawan pada Minggu malam juga kembali mengadakan pentas sastra #puisidirumahsaja. Pentas baca puisi tiap akhir pekan itu diinisiasi Imaji Indonesia dan Info Sastra. Para penyair membacakan puisi di akun Instagram masing-masing. Adapun informasi lalu lintas giliran baca bisa disimak di akun @infosastra.
Dalam pentas daring pada malam itu, mereka mengangkat tema "Panggung Puisi Komedi". Tema itu dipilih, menurut salah satu penggagas acara, Willy Ana, untuk memberi jeda dan kesegaran terhadap situasi yang makin menguarkan kecemasan dan tekanan akibat virus corona yang penyebarannya kian meluas. Orang-orang pun mulai jenuh berada di rumah. "Dengan puisi humor atau puisi komedi, mari kita rileks sejenak sambil merenung dan refleksi," ujar penyair yang juga menjadi penggagas Festival Sastra Bengkulu itu.
Sejumlah penyair yang membacakan puisi adalah Isbedy Stiawan Z.S., Wayan Jengki Sunarta, Iwan Kurniawan, Ratna Ayu Budhiarti, M. Yusuf Bombang, Zulfaisal Putra, Sudiyanto, Muhammad Alfarizie, dan Tora Kundera. Mereka membacakan karya mereka sendiri maupun puisi komedi milik penyair lain. DIAN YULIASTUTI