Petikan gitar mengalunkan irama rhythm and blues dengan santai. Liriknya mengalir seirama. Selepas bait pertama, nyanyiannya berbelok menjadi hip-hop. "Saat ini hanyalah dongeng para ibu menyejukkan jiwa/Hangatkan suasana/Terdengar sangat indah/Berbeda dengan media, penuh dengan kata fakta namun sulit dipercaya." Bertempo kalem, tembang Hidupi Duniaku menjadi pembuka album solo Nova Ruth Setyaningtyas yang bertajuk Napak Tilas.
Ada sepuluh lagu pilihan yang dikemas sebagai antologi perjalanan karier musik Nova. Sebagian merupakan lagu baru dan ada beberapa karya lama yang diaransemen ulang dengan sedikit perubahan judul. Tak ingin ribet, kata Nova, konsep album digarap dengan musik akustik. Pilihan itu juga menonjolkan kemampuan vokalnya. Pada lagu kedua, Wong Kang Murka, misalnya, tarikan suara Nova membelai telinga dengan langgam pesinden berlirik bahasa Jawa.
Cengkok serupa mewarnai lagu Di Antara Perbatasan, Plong, Liminalitas, dan Macapat Pangkur. Sementara itu, pada lagu lain, seperti Burung, Kalamakara, Fenomena Surga, dan Debu Jalanan, ramuan musiknya terdengar bervariasi. Ada warna pop, jazz, balada, juga irama Latin. Tema-tema lagunya beragam: persoalan hidup keseharian, lingkungan, hingga spiritualitas. Nova menuangkannya dari pengalaman pribadi dan orang lain yang bercerita lewat lirik-lirik berbahasa Jawa, Indonesia, dan Inggris.
Bersama label Barongsai Records, album itu diluncurkan dalam acara Malang Cassette Store Day pada Oktober lalu. "Cuma bikin 20 album kaset," kata dia kepada Tempo di Bandung, 22 November lalu. Proses pembuatan albumnya dimulai pada Mei. Nova semula ingin rekaman langsung di luar ruangan. Sempat menjajal di rumah kawannya, hasilnya gagal karena kebanyakan noise atau suara gangguan.
Akhirnya, rekaman dipindah ke dalam studio dan tetap dengan format tampil langsung (live). Hanya satu lagu, kata Nova, yang perekaman suaranya dikerjakan bertahap. Pembuatan album itu juga melibatkan beberapa musikus, di antaranya suaminya, Grey Filastine, serta ayahnya, yaitu gitaris Totok Tewel.
Selain rilisan fisik yang dibanderol seharga Rp 50 ribu per kaset, album itu dijual dalam bentuk musik digital seharga minimal US$ 7 atau US$ 1 per lagu. Selanjutnya, Nova berkeliling kota menggelar konser. Salah satunya di Dalemwangi Art Space Bandung pada Jumat malam, 22 November lalu. Sambil duduk Nova menembangkan karyanya, kadang sambil memetik gitar akustik. Lilin berbaris di depannya dan penonton mendengarkan senandung serta kisah napak tilasnya.
Nova mulai menyanyi dan menulis lirik lagu sendiri sejak lulus sekolah menengah atas pada 1999. Pilihan temanya soal politik dan masalah sosial. "Hip-hop mewadahi kemarahan masa muda," kata dia. Karyanya yang berjudul Otak Asap masuk album kompilasi Perang Rap 2002. Sejak 2007, ia bersolo karier dan berkolaborasi dengan musikus atau grup musik mancanegara, seperti Sven Simulacrum dan Unkle Ho, serta menghasilkan beberapa rekaman single.
Sementara itu, bersama Grey Filastine, suaminya, Nova membuahkan album seperti L00T (2012), mini album Aphasia (2014), dan Drapetomania (2017). Kolaborasi keduanya menciptakan aransemen unik. Nova dengan vokal cengkok sinden menembangkan lirik berlatar musik elektronik garapan Filastine yang berbasis perkusi. Banyak lagu yang awalnya dia bikin, lalu musik Filastine membungkusnya atau kadang sebaliknya.
Dari hip-hop kemudian kembali ke musik Jawa, menurut Nova, dia lakukan karena sejak kecil akrab dengan budaya Jawa. Ketika bersekolah di Malang, setiap hari ia menyerap aneka budaya Jawa dari berbagai elemen, termasuk menari dan menyanyi. Namun ia tak setuju disebut pesinden dengan cara bernyanyinya sekarang. "Mengambil nada pentatonik dan filosofinya, cengkok ada, tapi natural saja," ujar dia.
Selain bermusik, Nova menjadi aktivis lingkungan dan penulis. Bersama kelompok relawan dari berbagai negara, ia dan Filastine tengah menjalankan proyek dana hibah dari sebuah lembaga internasional. Misinya berlayar keliling Nusantara dan mengadakan konser di atas kapal Arka Kinari. Kapal bekas pencari ikan buatan Jerman 1947 itu mengandalkan layar dan tenaga angin. Sejak Juni lalu, kapal itu melakukan perjalanan dari Belanda ke Indonesia melintasi Lautan Pasifik. ANWAR SISWADI