Boy Riza Utama
1
Di rumah ini
Kenangan terisolasi
Sebelum ponton
Ada, atau melalui udara
Kota dibelah
Oleh Leighton
Selalu melaju suara, berkata,
"Tuan, buaya di mana-mana ..."
Tak ia dengar, tentu saja
Ia baru melawat
Ke Hasyim Straat
(Dengan masa lalu, tersaruk-saruk
Mengejarnya, seraya mengutuk
Kebiadaban leluhurnya
Sebelum hari ini tiba)
Dan tak tercium pahit beting, amis pohon
Meski ia dengar selenting kabar Dai Nippon
2
Chinapalla ini rumah-asal, katanya
Dan sejak Haven Reglement, 1925
Kompeni, di sini, punya jatah "panen"
: Invoer-rechten dan uitvoer-rechten
Tapi ia tak ingin menyebut accijnzen
Padahal ia tahu-mungkin karena insiden:
Pada 1942, buaya itu melubangi kapal Belanda
Dan para Ontvanger mulai dianggap tak ada
Di seluruh wilayah Riouw en Onderhoorighede
(Meski bisa saja mereka mendatangkan marsose)
Kecuali di rumah ini -
Tempat kenangan terisolasi
Stasiun Kota
Ali Ibnu Anwar
dekat stasiun kota. lewat jam lima pagi. tubuhku menjadi arsip yang genting. menuju matahari, tanpa embun pagi. aku simpan lembab hujan di saku celana. masa depanku terus berair. dadaku dilubangi masa bodoh. kutambal luka gosong dengan buku-buku dari pedagang emperan. membangun sejarah di jalan-jalan tikus menuju relief rasional. semakin jauh dari kampung halaman. rindu pada pelukan ibu, yang menanam bibit puisi dengan manis. apa kabar ladang kacang, bunga tembakau dan pohon jati? sepenggal ingatan, semacam migrasi menempati perut waktu.
sisi gedung. jam istirahat. rumah-rumah menjauhi penghuninya. kuperas santan angka-angka yang meninggalkan kalender. melipat jalan-jalan mampet. berebut lamunan yang kadaluarsa, di belakang truk sampah. impianku tetap melenting seumpama denting pada jam dinding. menjadi bara. melumat gedung dan bentangan jalan. menindih hari-hari yang melempar hujatan dan kegagalan. di leherku, telah ayah lilitkan kalung keramat. terbungkus doa dan tekad. matanya cokelat matang. jiwanya tanah ladang.
di antara mata angin. jam-jam hilang. aku ingin pulang. kota ini menyimpan arsip penuh bunga di tubuhku. langit berbaju biru. menaungi galaksi generasi baru. masa depan jadi sewangi gaharu. menara-menara menyimpan wasiat. kubayangkan anak-anakku memetik cahaya matahari. memberi warna pelangi, pada gedung-gedung perkasa itu.
Boy Riza Utama lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 4 Mei 1993. Ia bergiat di Komunitas Paragraf, Pekanbaru.
Ali Ibnu Anwar lahir di Jember. Buku puisi terbarunya, Syahwat Batu (2019). Ia tinggal di Jember dan bekerja sebagai editor lepas dan petani.