bermusim sudah, kita memandang dusun yang tinggal itu
langit pertama yang kita kenal adalah cinta yang biru
menancapkan cahaya matahari dan purnama di tanah rindu
pada sentuhan jari-jari embunmu, ada yang bergerak dari setiap sisi mata angin
lagu ketabahan, berhembus di pucuk-pucuk lalang dan rumputan
bergerak dari selatan bersama hujan
waktu mencatat seluruh perjalanan itu, cinta melahirkan kehidupan, napas kasih sayang
titipan Tuhan penyambung harapan di bumi
"anak-anak kita, lihatlah! bermain dalam hujan
kesekian kali datang dari arah yang sama!"
dan kita masih tetap menyulam cinta
dari benang-benang kasih sayang, menjadi sajadah
tempat kita sujud bersama
Padang Jopang, 2019:
Serambi pagi)
PADA RENDAMAN TUJUH RUMPUN SERAI
Esha Tegar Putra
Pada rendaman tujuh rumpun serai dalam cawan suasa
kembali aku kenang bau punggungmu.
Jauh sebelum hari terantuk
membikin kain dipakai lekas buruk
kain di ampaian lekas lapuk.
Sebelum malam lekas lindap
meninggalkan tidur dengan lenguh buruk.
Sebelum udara berlari kian-kemari
menabur getah peria muda
menabur kelat sampai ke liang dada.
dan sebelum pagi adalah jalang sialan
dengan dingin begerak teramat lamban
membikin derak-patah keempat siku dipan.
Pada rendaman tujuh rumpun serai dalam cawan suasa
kembali aku kenang bau punggungmu.
Punggung kuda betina tegang
sesudah digusuk daging limau matang
sesudah ditepuk air perasan kembang sedulang.
Aku kenang punggung, tengkuk
sampai suara-suara buruk
menggeram dari dalam perutmu itu.
Lalu sebaris dendang lama berpulun dalam kepalaku:
"Orang Pauh berkuda lima, yang seekor pemutus tali..."
Padang, 2019
PEREMPUAN BERSOLEK MAYANG #2
Sugik Muhammad Sahar
Ia mencatatkan nama perempuan itu pada daun
Seperti percintaan hanya sebentar menjelma rimbun
Kelak jika ranggas mulai turun
Maka tanah akan menerima dengan tabah
Untuk mengemaskannya menjadi kisah
Daun dan tanah adalah waktu
Ada yang menunggu ada yang mengurai rindu
Selebihnya akan tertakar menuju abu
Ia rela bertukar tempat dengan senja
Tanpa bertanya seberapa lama ia mengasuhnya
Sebelum kemarau mengucap dahaga
Dan maut memulangkan duka
Perempuan bersolek mayang
Cuaca susup memecah percintaan
Ikrar daun dan tanah takluk kemudian
Ia pun tunduk tak habis dikenang
Sejenak merahasiakannya dalam angan
Pamekasan 2019
Adri Sandra, lahir di Sumatera Barat, 10 Juni 1964. Buku puisi terbarunya berjudul Darah Angin (2016). Di samping menulis, dia juga senang melukis. Dia menetap di Payakumbuh.
Esha Tegar Putra lahir di Solok, Sumatera Barat, 29 April 1985. Kini bergiat di Ruang Kerja Budaya dan Lab. Pauh 9, Padang.
Sugik Muhammad Sahar lahir di Pamekasan, Jawa Timur. Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Madura ini mengajar di pondok pesantren dan aktif di Sivitas Kotheka.