Ilhamdi Putra
Bawa aku ke tepian tempat dua alur sungai bertumbuk
ke lereng-lereng landai tempat kerambil tak terpanjat beruk
aku ingin memetik jantung dan meregas induk hantu gunung
pada langgam terpanjang yang bisa bikin badan terkurung.
Aku bayangkan di peninjauan itu orang-orang mendaki
berjalan separuh rendong seraya memandang seolah sakit mata
tapi aku memang benar mencari sakit tak terperih, demam yang lain
terpasang jerat halus dan panas-dingin dengan dendam berkepanjangan.
Maka biar kumasuki dendang ngilu di selingkar pinggulmu
berhitung seberapa jauh lagi jalur-jalur menurun seraya mendaki
sebelum kutemukan kutukan lain yang membuat badan kita membeku
membatu begitu saja tanpa kutukan ibu, tanpa ketakutan bayang hari depan.
Ubud, 2019
Tinggam
Kubawakan setumpuk sakit, sekabung aib kampung
tentang ranting-ranting ranji tak jelas ujung-pangkal
tentang sekawanan siamang berbaju serupa orang
dan lenguh kerbau mati meninggalkan kubangan.
Sejak matahari terbenam sedalam tangkai kerampang
dan embun turun serupa gelondong gaharu berguling dari hutan
kuantarkan padamu ruang lain di mana malam demi malam
terasa kian lamban, hari-hari berbau cimpedak busuk diperam.
Kubawakan untukmu sehimpun sakit sekalian aib
bergulung ranji kusut dari lembah-lembah pedalaman
dan dalam tubuhmu kutanam sebagian bengkalai badan
yang berjaga selama alam terkembang, selama gagak hitam
selama air mengalir dari tepian di mana kita tak dapat berpegang,
sebab di pendakian ini, di manakah berteras kayu mahang?
Ubud, 2019
Ilhamdi Putra lahir di Padang, Sumatera Barat. Bergiat di ruang riset sastra dan humaniora Lab. Pauh 9. Ia terpilih sebagai Emerging Writers dalam Ubud Writers and Readers Festival 2019.