pernah memang kami
muliakan sebatang nangka
berbuah lebat di halaman rumah,
tempat semut-semut rangrang bersarang
seolah para penjaga bermata garang
"hoi, janganlah kemaruk seperti bajing,
bila tak ingin bersua bajang!" demikian
hardik orangtua yang acap
mengusik keriangan;
ah, masa kecil mereka sendiri
di pekarangan rimbun kenangan!
toh, kami anak-anak yang girang
telah mencintai rasa manis
lebih dari gatal dan perihnya gigitan,
juga dari ancaman bajang
sebab alangkah gurih daging kuning segar,
alangkah empuk pula biji yang dijerang
meski getahnya kerap menodai pakaian
sampai akhirnya pandailah kami berhitung
pandai pula berbahasa pasar, pun bermain
pantun dan tebakan
sayangnya tak juga paham benar kami
duduk perkara, bilamana nangka manis
mendadak terlempar jadi buah pemeo
di badan jalan; membusuk ia jadi perlambang
: ah, bertetesan getahnya
setiap ada perselisihan!
"lihat saja betapa sial si fulan, tak
makan daging kena getah jua rupanya!"
begitulah seorang berujar
di tengah kericuhan
ya, seperti juga kami tak paham benar
cara mencaruk dahan nangka jadi ulu parang
2016
LENDIR BEKICOT
kata ayah: bekicot di kampung kami
dibawa oleh jepang, lendirnya anyir
sepanjang jalan
dan di bawah terik matahari
layulah kembang-kembang setaman
hingga suatu masa-ah, bukan larva
bukan kepompong-bersalin rupalah
mereka jadi kupu-kupu jelita,
saban malam kitari lampu-lampu jalan
"tutuplah hidungmu, nak
kalau lewat di dekat pertigaan,"
nasehat ibu parau, sarat dengan
dendam pada masa silam
tapi aku kini umpama kumbang jantan
sudah lama bukan daun muda lagi
yang rentan digerogoti
: jika ibarat pohon, tegak batangku
menantang lazuardi!
maka diam-diam kuendus juga
wanginya serbuk bebunga yang
bermekaran di tiap basah persimpangan
berbekal beberapa lembar gambar
para proklamator yang budiman
2016
MENGISI TEKA-TEKI SILANG
pada delapan kotak mendatar
di deret pertama, tiba-tiba kau temukan
sebuah kota jepang yang pernah luluh lantak
tapi menurun ke bawah, enam kotak
kue telah terhidang jelang hari raya;
ah betapa lezat saat terbayangkan!
lalu kota-kota lain, besar-kecil, bermunculan
sebagian dengan simpang siur jalan
yang menyesatkan ingatan
sehingga sementara terpaksa
kau tinggalkan dan berpaling
ke sebuah daerah penghasil tebu
di selatan kalimantan
menyamping lagi kau mendengar lagu lawas
yang dibawakan seorang penyanyi pop tenar
diiringi tabuhan sebuah alat musik tradisional
begitulah kau terus menimbang kata,
mengukur panjang sebutan
sembari sesekali menyangsikan
kesahihan pengetahuan, rapuhnya kenangan
ah, terkadang lama kau termangu
di depan sederet kotak; merasa sia-sia
membubuhkan arti yang berlawanan
acap juga kau meragu, misalnya
sungguhkah nama yang kau isi itu
seorang pahlawan?
seperti juga kau tak yakin pada
jumlah kotak yang jatuh di sisinya,
dan tampang santa yang samar-samar
dulu tergantung di dinding sekolah
kadang-kadang pula kau demikian kesal
sehingga terlontarlah kata umpatan
(yang tiada mungkin ditanyakan)
lantas dua kali kau terpaksa membuka kamus kumal
tapi "hei, apa orang rusia menyebut ular?"
dengan was-was kau pun menerka-nerka
binatang buas apalagi yang bakal muncul
selanjutnya secara mendatar
untungnya masakan dan penganan
kembali menggoda di jajaran berikut dan
membuatmu sejenak melupakan kegundahan
itu sebelum kau menyeberangi sebuah pelabuhan
yang mengantarmu bersua dengan satu kanal di eropa
dan dewa asmara dalam mitologi roma
tapi selepas suku indian menghisap pipa perdamaian
seorang bajingan lagi-lagi mengumumkan perang
dalam bahasa nasional pakistan
dan oh tuhan, dua diktator
akhirnya bersalib di perempatan!
hm, apa kata lain untuk kecemasan?
begitulah, dengan sedikit tak sabar
juga sisa kantuk yang tertahan
kau masih terus menakar:
menghitung huruf, mengingat nama
menguji kata, sesekali pula
berkhianat kepada bahasa
seolah-olah menulis puisi saja layaknya!
: dan di luar rumah, lamat-lamat
keluh-kesah seperti bersilangan
2015-2016
Sunlie Thomas Alexander lahir 7 Juni 1977 di Belinyu, Pulau Bangka. Menyelesaikan studi Teologi-Filsafat di UIN Sunan Kalijaga dan bergiat di Komunitas Rumahlebah, keduanya di Yogyakarta. Buku puisinya, Sisik Ular Tangga (2014).