Tary Lestari
Penulis buku Keliling Asia Memburu Cahaya dan www.seribulangkah.com.
Hampir pukul empat sore saat bus yang saya tumpangi dari Saint Petersburg tiba di terminal bus Veliky Novgorod. Sopir yang wajahnya khas Rusia itu menunggu saya menurunkan koper dari bagasi tanpa tersenyum sedikit pun. "Spasiba!" kata saya sambil mengangguk sopan kepada sopir lalu mendorong koper ke pinggir.
Selama di Rusia, kata yang paling saya kuasai hanyalah "spasiba" alias terima kasih, karena bahasa Rusia kedengaran begitu ruwet meski jadi menantang untuk dikuasai lebih banyak. Bus itu melanjutkan perjalanan lagi, sementara saya celingukan mencari jalan keluar terminal.
Saya menyeret koper ke arah pintu terminal. Tidak ada banyak orang di terminal itu, hanya ada beberapa pemuda memanggul tas mirip tas belanja Tanah Abang di Jakarta dan beberapa keluarga yang baru tiba dari perjalanan mereka. Saya terus menyeret koper menuju depan terminal lalu berhenti di samping kios kecil yang menjual kopi dan makanan. Saya mengedarkan pandangan untuk mengenal wajah kota yang baru saja saya masuki.
Veliky Novgorod awalnya bukan tujuan perjalanan saya. Tapi, karena tidak mendapatkan kereta ke Kazan, saya memutuskan singgah di kota ini beberapa hari. Sepertinya akan menarik karena, menurut sejarahnya, kota ini adalah kota tertua di Rusia yang menjadi cikal-bakal Rusia. Di kota ini ada sisa-sisa kediaman asli Rurik, pangeran pertama Rusia.
Saya selalu tertarik pada hal-hal yang terhubung dengan masa lalu karena banyak yang bisa dipelajari dari kisah-kisahnya. Bukan hanya pembelajaran itu yang saya kejar, tentu saja, tapi juga penampakannya yang eksotis. Benar saja, kota ini memang tua, tenang, dan eksotis.
Bus-bus tua berseliweran di jalanan yang bertabur daun-daun kekuningan musim gugur. Para babushka (nenek) berjalan di trotoar bersama binatang piaraannya, sementara ibu-ibu muda berjalan cepat sepulang aktivitas mengenakan jaket merah, kuning, atau hijau.
Orang-orang di kota ini memakai pakaian yang lebih berwarna ketimbang di Moskow atau Saint Petersburg. Tapi memang saya lihat lebih banyak lansia yang tinggal di kota ini ketimbang anak muda. Mungkin anak mudanya bekerja di kota lain, seperti Moskow atau Saint Petersburg.
Saya tiba agak terlambat sehingga pemilik apartemen sudah menunggu lama di depan gedung apartemen. Wanita muda yang tidak bisa bahasa Inggris itu mengenakan jaket hijau army dan wajah polos tanpa make-up. Setelah berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat yang bisa saling dipahami, wanita itu hendak meninggalkan apartemen. Saya menanyakan di mana saya harus meletakkan kunci saat check out nanti, dan dia menyuruh saya meninggalkannya di meja televisi. Sepertinya keamanan di Rusia terjaga, sehingga beberapa apartemen yang saya inapi selalu cuek meminta meninggalkan saja kuncinya ketika check out jika dia belum datang.
Apartemen itu ada di lantai empat di gedung yang sudah tua. Tanpa lift, saya harus mengangkat koper menaiki tangga hingga tiba di depan pintunya. Tetangga apartemen adalah seorang babushka yang hidup sendirian bersama kucingnya. Dan begitu pintu apartemen terbuka, saya merasakan aura kurang enak. Sepertinya tempat ini memiliki "penunggu".
Tapi saya tidak mempedulikan dan langsung masuk, meletakkan koper, lalu memilih tempat tidur di dekat gudang kecil yang gelap tanpa penerangan. Mengabaikan semua yang saya rasakan, saya membuka pintu balkon, melihat kejauhan kota tua yang mulai menguning karena senja turun dan menikmati daun-daun jatuh menimpa balkon apartemen.
Suhu menunjukkan angka 10 derajat dan di luar hujan mulai turun. Saya mengurungkan niat untuk berjalan-jalan di sekitar apartemen karena suhu 10 derajat bagi orang tropis sangat dingin. Saya pun memutuskan duduk di depan jendela dapur sambil memandangi hujan dan menyesap kopi perlahan-lahan.
Entah kenapa, saya merasa terhubung dengan kota ini. Rasanya seperti pulang ke rumah. Nyaman untuk ditinggali. Berbeda dengan Moskow dan Saint Petersburg yang ramai dan sibuk. Veliky Novgorod tampak sederhana, apa adanya, dan cantik. Saya merasa di sini bisa menjadi diri saya sendiri, tanpa perlu mengenakan topeng. Saya jatuh cinta kepada kota tua ini sejak pertama kali melihatnya.
Saya terbangun pukul lima pagi untuk salat subuh, kemudian tidur lagi sampai pukul delapan. Di luar udara sangat dingin dan gerimis turun, membuat malas beranjak dari selimut. Baru sekitar pukul 11 siang saat hujan mulai reda, saya bersiap menjelajahi kota tua kecil kelahiran Rusia ini. Berbekal payung, peta, dan jaket tebal, saya keluar dari apartemen.
Setelah melewati jalan setapak hutan kecil yang rimbun, tampak menara Kremlin menyembul dari kejauhan. Saya jadi teringat benteng Kota Xi’an, Tiongkok, yang cantik. Kremlin di Veliky Novgorod juga secantik benteng di sana. Angin berembus kencang bersamaan dengan udara dingin yang menusuk tulang.
Saya merapatkan jaket dan memandangi Kremlin dari tempat saya berdiri. Saya membayangkan bangsa Viking yang datang ke Veliky Novgorod pada masa lalu melalui jalur laut untuk berdagang dan membajak di lautan. Pada abad ke-9, sungai-sungai Novgorod merupakan bagian dari rute perdagangan bangsa Viking ke Yunani.
Dari perdagangan inilah kemudian bangsa Viking yang terkenal terampil dalam berperang menjadi prajurit di bawah penguasa Slavia, kemudian menetap di Novgorod dan menjadi penduduk Rus. Salah satu bangsa Viking yang bernama Rurik, menurut sejarah, datang ke kota ini karena diminta melindungi kota dari serangan perampok, tapi kemudian Rurik berkuasa di kota ini. Saya akan menyusuri jejak-jejak Rurik yang masih tertinggal di sini.
Veliky Novgorod terletak di pinggir Sungai Volkhov. Sungai ini membagi kota menjadi dua bagian, yaitu Sofiyskaya dan Torgovaya. Terkenal dengan warisan budayanya, Veliky Novgorod merupakan satu-satunya tanah Rusia kuno yang tidak hancur selama abad ke-9 hingga ke-13. Banyak sekali peninggalan bersejarah yang masih terjaga dengan baik di kota ini. Bahkan ada 37 benda yang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO.
Saya melewati gerbang Kremlin tanpa dipungut biaya wisata apa pun, kemudian memasuki area bagian dalam Kremlin. Mata saya disergap pemandangan taman dengan eksotisme musim gugur. Ada monumen Millennium of Russia di sisi kanan dari arah masuk gerbang Kremlin, lalu Katedral St Sophia, St Sophia Bell Tower, The History Museum, dan Kokuy Tower.
Saya kemudian keluar dari gerbang Kremlin dan menyeberangi jembatan bersama orang-orang lokal yang lalu-lalang. Dari jembatan penyeberangan (pedestrian bridge) ini, saya bisa memandang Kremlin yang megah dan eksotis dengan Kokuy Tower yang menjulang.
Setelah sampai di seberang, saya bertemu dengan patung gadis yang sedang duduk santai di pinggir sungai, seolah-olah sedang melepas penat setelah berjalan mengelilingi Kota Veliky. Sepatunya dilepas di sebelahnya, bibirnya tersenyum simpul, matanya menatap langit yang berwarna biru cerah. Patung yang lebih dikenal dengan nama The Girl Tourist ini menjadi spot menarik bagi para turis untuk berfoto. Sebab, di belakang sang gadis tampak pemandangan Sungai Volkhov yang mengalir tenang dan bersih serta kapal cantik yang sedang bersandar. Gadis ini tampak modern dan pastilah tidak pernah bertemu dengan Pangeran Rurik.
Saya melanjutkan perjalanan ke Court of Yaroslav, taman dengan gereja-gereja kecil seperti Cathedral of St Nicholas dan Gereja St George. Saya duduk beberapa saat di taman karena banyak burung kecil yang berumah di tanaman sekitar taman. Burung-burung ini tidak terbang menjauh dan jinak kepada manusia, seolah-olah saat saya duduk di salah satu bangku taman, mereka mengajak ngobrol.
Bukan hanya burung-burung kecil, tampak beberapa lansia juga duduk di taman sambil bercengkerama dan memberi makanan kepada burung-burung ini. Setelah menikmati suasana lengang bersama burung-burung dan lansia itu, saya melanjutkan perjalanan ke arah jalan raya dan menyeberang untuk melihat toko suvenir di sana.
Kota ini sangat sepi dan nyaris seperti tanpa aktivitas. Tapi, saat kita memasuki toko atau restoran, terasa kehangatan dan keramahan para penghuninya. Seorang pemuda dengan bahasa Inggris terbata-bata meminta maaf karena saya antre lama di belakangnya untuk menukar uang di salah satu money changer. Dia bilang keluarganya tengah menjual rumah dan perlu menukar uang, tapi perlu konsultasi agak lama. Saya sebenarnya tidak masalah, tapi dia merasa tidak enak sendiri. Setelah itu, saat saya hendak membeli sebuah suvenir dengan tulisan bahasa Rusia, ia membantu saya menerjemahkan bahasa dalam suvenir itu.
Penjelajahan hari itu saya akhiri dengan mengunjungi perbukitan yang merupakan jejak-jejak kediaman pangeran pertama Rusia, Rurik. Terletak di perbukitan, bangunan tua itu menjadi saksi bisu bahwa pada abad ke-9 hingga ke-10, Dinasti Rurik menjadi cikal-bakal Rusia.
Di sisa-sisa kediaman asli Rurik yang masih dilestarikan inilah saya dapat merasakan negeri terluas di dunia ini bermula. Negeri besar yang melewati banyak perubahan zaman, dari invasi Mongol Tartar hingga revolusi. Namun, dari semua perubahan zaman itu, Veliky Novgorod merupakan satu-satunya kota yang terselamatkan dari kehancuran.
Sebelum malam, saya meninggalkan sisa-sisa kediaman Rurik sambil berharap bisa kembali ke kota ini dan melihat lebih dalam lagi kehidupan penghuninya.
Di Veliky Novgorod, Sejarah Rusia Dimulai