Uly Siregar
Penulis, tinggal di New York
Setiap kali nama New York disebut, yang sering terlintas di pikiran orang Indonesia adalah Kota New York (New York City), lengkap dengan Patung Liberty dan gemerlap Times Square yang setiap hari dijejali turis dari berbagai negara. Jarang yang mengasosiasikan New York sebagai negara bagian yang terdiri atas kota-kota kecil berpenduduk kurang dari 100 ribu jiwa.
Padahal New York bukan hanya Manhattan, Central Park, Staten Island, Brooklyn, ataupun Queens. Ada Upstate New York, wilayah dari Negara Bagian New York yang terletak di bagian utara area metropolitan New York. Upstate New York merupakan bagian terluas dari Negara Bagian New York yang justru populasinya paling sedikit. Salah satu kota yang termasuk bagian Upstate New York adalah Albany, ibu kota Negara Bagian New York. Ada juga Buffalo, Rochester, Syracuse, Ithaca, Dryden, Lansing, Trumansburg, dan banyak lagi.
Sejak musim panas terakhir, saya dan anak-anak pindah dari area metropolitan Phoenix, Arizona, ke Ithaca, New York, menyusul suami yang lebih dulu pindah pada Januari. Pekerjaan suami di Cornell University membawa kami ke Ithaca, kota kecil dengan populasi 31 ribu jiwa. Bandingkan dengan kota satelit Bumi Serpong Damai yang memiliki penduduk lebih dari 100 ribu jiwa.
Di Ithaca hanya ada dua restoran cepat saji McDonald’s, tiga kedai kopi Starbucks, dan satu mal yang jauh dari kesan mewah. Meskipun demikian, itu tak berarti Ithaca kurang hiburan. Sebagai rumah dari Cornell University yang menjadi kumpulan mahasiswa yang datang dari segala penjuru dunia, Ithaca adalah kota kecil yang mengutamakan kultur dan budaya serta menghargai kekuatan lokal.
Meskipun tak ada restoran-restoran waralaba ternama, ada banyak restoran lokal yang dengan bangga menggunakan bahan makanan dari petani dan peternak lokal. Memang hanya ada tiga kedai kopi Starbucks, tapi banyak kedai kopi lokal dengan jualan kopi yang meskipun kadang lebih mahal, jauh lebih enak. Hanya ada kurang dari sepuluh bioskop, tapi ada banyak pertunjukan seni dan festival yang digelar setiap akhir pekan.
Yang tak dipunyai Ithaca tergantikan dengan keindahan alam Ithaca dan kota-kota kecil di sekitarnya. Ithaca terletak di wilayah Finger Lakes-disebut Finger Lakes karena kelima danau besar yang mengelilingi Ithaca menyerupai lima jari yang membentuk tangan. Ithaca dikelilingi oleh ngarai-ngarai kecil. Batu-batu alam yang membentuk bukit dihiasi air yang mengalir di antara bebatuan. Karena itu, Ithaca sering disebut sebagai Kota Ngarai (Ithaca is gorges, begitu sebutannya).
Ithaca identik dengan air. Jalur hiking dengan ngarai yang berkelok dan air terjun yang menjadi atap saat melintasinya adalah pemandangan yang gampang ditemui. Cobalah hiking di Taughannock, ngarai Cascadilla, atau air-air terjun lain yang merupakan bagian dari lebih 100 air terjun di area Ithaca, dilanjutkan dengan berenang di bawah air terjun saat musim panas. Danau juga menjadi tempat bagi penduduk menghabiskan waktu sambil berolahraga air atau sekadar piknik bersama kerabat dan sahabat.
Adanya beberapa danau besar di dekat kota membuat Ithaca ditahbiskan menjadi tujuan penting wisata saat musim panas. Ithaca memukau dengan bukit-bukit hijau yang berubah warna menjadi kuning keemasan saat musim gugur dan kelabu saat musim dingin. Bila berjalan di kawasan Cayuga Heights yang historis, sepanjang mata memandang terlihat pohon-pohon besar dan tinggi. Belum lagi hiasan air terjun kecil yang memberikan rasa teduh.
Dari jauh air yang memecah bebatuan dan membentuk air terjun-air terjun mini kelihatannya diam. Namun, semakin dekat, suara air terdengar memercik keras. Saya sering mendapati diri terkagum-kagum pada suasana alam yang begitu asri. Rasanya betah menikmati pemandangan ini sepanjang hari tanpa jenuh.
Tinggal di Rumah Pearl S. Buck
Pada bulan-bulan pertama, kami menyewa rumah kecil di Cayuga Heights, area permukiman mahal dekat kampus Cornell di Ithaca. Suami saya, yang datang ke Ithaca setengah tahun sebelum seluruh keluarga pindah pada musim panas, menemukan rumah itu lewat iklan baris di Craigslist.
Yang istimewa, rumah itu pernah menjadi tempat tinggal penulis kenamaan peraih Nobel Sastra, Pearl S. Buck. Siapa tak kenal Pearl S. Buck? Saya membaca novel-novelnya ketika duduk di bangku sekolah menengah atas. Memiliki koneksi dengan Pearl S. Buck, meskipun cuma karena pernah menetap di alamat yang sama, di Jalan Wyckoff Nomor 614, Ithaca, tak pernah terbayangkan.
Sebelum benar-benar pindah ke sana pada awal musim semi, saya berkesempatan melihat rumah tersebut untuk pertama kalinya setelah suami bercerita dengan semangat ihwal temuannya yang dahsyat itu. Saya dan ketiga putri kami terbang dari Phoenix ke Philadelphia, diteruskan dengan bermobil sekitar empat jam hingga sampai ke pintu rumah. Kami liburan sepuluh hari di sana.
Ithaca masih sangat dingin pada musim semi. Rumah sementara yang kami tinggali itu dibangun pada 1920-an dan sungguh mungil; rumah cantik yang dihiasi teras berbatu alam dengan bangku yang juga terbuat dari batu. Ada satu kamar tidur, satu ruang studi yang bisa diubah menjadi kamar tidur, satu kamar mandi berhias ubin antik dari abad pertengahan, ruang tamu yang cukup luas, dan ruang berjemur (sunroom) yang terang benderang serta terhubung dengan ruang studi.
Rumah ini berlantai kayu dengan jendela-jendela besar tanpa tirai. Penghuni rumah bisa melihat pohon-pohon di luar tanpa harus bergerak seinci pun dari ruang makan. Rumah tersebut terletak persis di pinggir kampus Cornell University. Area yang mengelilinginya sungguh cantik; di tengah perbukitan yang dilalui sungai-sungai kecil.
Merasakan musim semi yang beku, saya sempat ragu apakah bisa betah bermukim di Ithaca yang dingin. Namun, hanya berselang beberapa hari, tubuh pun menyesuaikan diri. Setelah tubuh menjadi nyaman dengan cuaca dingin, barulah saya menyadari ternyata ada keindahan dalam dingin yang menusuk. Warna kelabu yang muncul dari pohon meranggas dan awan putih keabu-abuan tanpa matahari menciptakan gambar sempurna yang terlihat sedih tapi elok.
Saking indahnya, saya tak bosan-bosan memotret pemandangan sekitar rumah. Semua terasa baru. Maklum, Phoenix dan wilayah sekitarnya, tempat kami bermukim bertahun-tahun di Arizona, bisa dibilang bernuansa sama sepanjang tahun, mirip Indonesia. Langit selalu biru, awan putih cemerlang, matahari bersinar terik, dan pohon-pohon-kebanyakan pohon palem dan kaktus raksasa-tidak berubah warna.
Desa Trumansburg
Menemukan rumah sewa yang pas di Ithaca cukup susah. Bukan cuma soal harga yang mahal, tapi juga soal ketersediaan. Sepertinya saat musim panas banyak orang dari luar kota berkunjung ke Ithaca dan desa-desa sekitarnya. Hal ini dimanfaatkan oleh penyewa rumah untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan menyewakan rumah dalam jangka waktu pendek, seperti sepekan atau sebulan-dua bulan.
Jarang ada yang mau menyewakan rumah untuk jangka waktu dua hingga tiga tahun, bahkan untuk satu tahun penuh pun jarang. Biasanya pemilik rumah mengosongkan rumah pada musim panas agar bisa disewa wisatawan karena tingginya permintaan pasar. Demikianlah rumah mungil nan cantik yang kami tempati harus dikosongkan untuk penyewa jangka pendek musim panas.
Dari sana, kami pindah ke pinggiran kota, Desa Trumansburg, yang terletak di jantung kawasan Finger Lakes yang kesohor. Jaraknya hanya 19 kilometer dari pusat kota Ithaca atau sekitar 20 menit ditempuh dengan kendaraan bermobil lewat jalan bebas macet. Sama seperti Ithaca, Trumansburg termasuk Tompkins County di Upstate New York.
Desa yang dikelilingi riam dan ngarai ini didirikan pada akhir abad ke-19. Trumansburg memiliki populasi yang jauh lebih kecil dari Ithaca, hanya 1.800 jiwa. Dipimpin oleh seorang wali kota, Trumansburg adalah rumah bagi sejumlah kilang anggur (winery) jalur Seneca, Danau Cayuga, dan salah satu air terjun tertinggi di sekitar Ithaca: air terjun Taughannock.
Saya beruntung pindah saat musim mulai berganti perlahan-lahan ke musim gugur. Dari musim panas yang hangat, perlahan cuaca kian lama kian sejuk, hingga akhirnya mendekati titik beku.
Banyak yang bisa dilakukan di Trumansburg. Dari mendaki bukit di jalur yang aman, dilanjutkan berenang di Danau Cayuga. Di jalur hiking biasanya akan ditemui ngarai dan air terjun kecil. Tak jarang saat mendaki berpapasan dengan rusa dan binatang liar lainnya. Biasanya hiking dilakukan pada musim panas, tapi banyak juga yang lebih menyukai hiking pada musim gugur. Meskipun udara musim gugur sejuk cenderung dingin untuk kulit tropis saya-konsisten di bawah 10 derajat Celsius-pemandangannya luar biasa indah.
Memang, keuntungan tinggal di negeri empat musim adalah setiap musim memiliki warna berbeda. Dari warna kelabu berubah menjadi warna-warni bunga bermekaran pada pengujung musim semi. Setelah itu, pepohonan yang tadinya telanjang tetiba dipenuhi daun hijau di musim panas. Hanya berselang dua bulan, dedaunan berubah warna menjadi kuning, oranye, dan merah pada musim gugur hingga akhirnya hanya ranting-ranting gundul yang tersisa menyambut salju.
Dari keempat musim, musim gugur memang paling berwarna. Ia menciptakan warna-warni spektakuler yang cantik dipandang dan fotogenik. Istilah anak muda zaman sekarang: Instagramable banget! Apalagi di Trumansburg. Memasuki Village of Trumansburg, mata disambut oleh pohon-pohon berdaun kuning keemasan. Hanya beberapa kilometer dari jantung desa, di taman Negara Bagian New York, air terjun Taughannock berdiri dengan gagah, dibingkai pepohonan yang berwarna-warni saat musim gugur seperti saat ini.