Sinar matahari yang terik pada Sabtu pagi di akhir Oktober lalu mendorong saya melangkahkan kaki ke arah barat daya Kebun Raya Singapura yang tampak lebih rimbun oleh pepohonan. Dari area Ginger Garden, saya berjalan ke area Learning Forest dan Keppel Discovery Wetlands, yang terhubung sebuah jembatan sepanjang sekitar 300 meter.
Pilihan saya tepat, dibanding kawasan kebun jahe-jahean yang lebih terbuka, kawasan hutan pembelajaran di kebun raya seluas 74 hektare ini lebih teduh. Aneka pepohonan khas hutan hujan tropis, seperti tembesu, medang, meranti, dan pohon changi, tumbuh menjulang dengan batang-batang berukuran besar. Area ini juga lebih sepi dari rombongan wisatawan yang ramai dan heboh ber-selfie.
Udara pagi cukup segar untuk sebuah taman yang terletak di tengah kota besar. Berjalan-jalan di kebun raya ini membuat saya lupa bahwa sedang berada di Singapura. Apalagi, dari area hutan pembelajaran, saya berhasil menemukan area Sundial Garden (taman jam matahari) yang cukup tersembunyi di tengah-tengah kebun raya.
Taman jam matahari memang agak jauh dari jalur utama pengunjung sehingga cukup jarang turis melewati kawasan ini. Taman bergaya Inggris klasik tersebut berupa empat kolam ikan mengepung dengan sebuah monumen penunjuk waktu setinggi pinggang orang dewasa. Tanaman perdu dan pohon-pohon mungil dipangkas sedemikian rupa membentuk pagar yang cantik di sekelilingnya.
Di keempat sudut taman, berdiri patung marmer bergaya Yunani Kuno berbentuk sosok perempuan entah siapa. Tampaknya taman ini memang dirancang agar bernuansa romantis oleh Eric Holttum bersama istrinya pada 1929.
Eric adalah kepala Kebun Raya Singapura pada waktu itu. Istrinyalah yang membuat desain jam matahari di taman tersebut. Hampir satu jam lamanya saya duduk-duduk menikmati kesejukan di taman jam matahari. Sampai akhirnya saya merasa lapar dan beranjak menuju kawasan restoran di sekitar Orchid Plaza.
Menjelajahi Kebun Raya Singapura (Singapore Botanical Garden) adalah salah satu agenda saya saat diundang oleh Far East Hospitality, perusahaan properti dan pengelola hotel asal Singapura yang baru memperkenalkan brand hotel terbarunya, Orchard Rendezvous Hotel Singapura, pada September lalu.
Hotel Orchard Rendezvous terletak di hulu Jalan Orchard yang sangat masyhur sebagai pusat belanja dan hiburan Singapura. Dengan lokasi yang strategis itu, Hotel Orchard Rendezvous terbilang cocok sebagai tempat untuk menginap bagi wisatawan yang memilih berlibur ala staycation di Singapura. Selain Orchard Road yang hanya selemparan batu, Kebun Raya Singapura juga bisa jadi pilihan tujuan wisata. Dari hotel, Kebun Raya bisa dijangkau dengan menyusuri Tanglin Road sejauh 1,4 kilometer ke arah barat.
Singapura memang menjadi salah satu negara kota yang disukai turis asal Indonesia. Sepanjang tahun lalu saja, Singapore Tourism Board mencatat ada 2,9 juta WNI yang berkunjung ke sana, baik untuk berwisata maupun urusan bisnis. Turis asal Indonesia tercatat sebagai pengunjung terbanyak kedua setelah Cina. Singapura memang menawarkan banyak hal. Dari wisata ramah keluarga, hiburan malam, wisata belanja, sampai wisata kuliner.
Namun bukan wisata belanja dan hiburan berbiaya mahal yang ingin saya jajal selama berkunjung di Singapura. Saya memilih menikmati metropolitan ini dengan cara semurah mungkin. Destinasi yang saya kunjungi kebanyakan memang digratiskan, seperti Kebun Raya dan beberapa taman kota lain. Aneka destinasi saya kunjungi dengan cara berjalan kaki di jalur-jalur pedestrian yang sangat nyaman. Soal ini, Singapura memang lebih unggul ketimbang kota-kota besar lain di Asia Tenggara.
Manajer Komunikasi Far East Hospitality Cleopatra Lau, yang menjadi tuan rumah selama di Singapura, mengatakan salah satu daya tarik Singapura adalah wisata kota yang ramah keluarga. "Banyak lokasi menarik yang sebetulnya bisa Anda kunjungi tanpa harus mengeluarkan banyak biaya," ujarnya.
Atas alasan itu pula, kata Cleo, Far East merancang Hotel Orchard Rendezvous menjadi tempat yang lengkap untuk tinggal selama berlibur. "Kami menawarkan konsep hotel yang romantis bagi pasangan maupun keluarga." Arsitektur dan interior hotel yang dirancang bergaya retro menambah kesan itu.
Salah satu keunikan hotel ini adalah keberadaan kebun bunga anggrek yang asri di area kolam renang di lantai enam hotel. Kebetulan, salah satu spesies anggrek asli Singapura diberi nama sesuai dengan nama hotel tempat saya tinggal, Vanda Orchard Rendezvous. "Nama ini diberikan karena bangunan Orchard Rendezvous adalah salah satu bangunan bersejarah di kawasan Orchard," kata Cleo.
Kebun anggrek dan kolam renang yang berada di ketinggian menciptakan suasana layaknya oase di tengah-tengah kawasan Orchard yang super-sibuk pada siang maupun malam hari. Ini jadi kelebihan hotel yang bangunannya berdiri pada 1970-an tersebut. Inilah yang membuat Orchard Rendezvous cocok menjadi lokasi untuk staycation, atau konsep berlibur tanpa banyak berjalan-jalan.
Tinggal di hostel atau menyewa apartemen lewat aplikasi online memang menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin menghemat biaya liburan. Di Singapura memang tak ada hotel bujet yang menawarkan harga murah. Namun pilihan ini kurang cocok bagi wisatawan yang ingin mencari suasana tenang dan nyaman. Menginap di hostel, tentu Anda harus berbaur dengan tamu lain. Tinggal di apartemen atau hotel bisnis, fasilitasnya belum tentu lengkap.
Jika dirupiahkan, harga menginap di Hotel Orchard Rendezvous berkisar Rp 1,5-3 juta semalam. Ini harga standar untuk hotel-hotel dengan kelas yang sama di Singapura. Keunggulan lain hotel ini adalah keberadaan ruangan keluarga (family suite) yang bisa diisi hingga tujuh orang. Pada satu kamar, bahkan terdapat dua ranjang berukuran queen dan satu ranjang tingkat untuk anak-anak. "Selain untuk keluarga, ruangan ini cocok untuk para anak muda yang berlibur dengan teman-temannya."
Selain hotel yang berlokasi di Orchard, Far East juga memiliki hotel lain di kawasan Bras Basah. Namanya Rendezvous Hotel. Berbeda dengan Orchard Rendezvous, hotel di kawasan ini berkonsep seni. Tema ruangan hotel, dari lobi hingga kamar, dibuat se-nyeni mungkin. Beberapa karya pelukis internasional dipajang di sini. "Konsepnya, kami sesuaikan dengan lingkungan di sekitar hotel."
Dibanding kawasan Orchard yang ramai, Bras Basah lebih sepi dan tenang karena dikelilingi oleh bangunan kampus, museum, dan perkantoran. Meski begitu, lokasi hotel ini juga cocok untuk liburan staycation karena strategis dan cukup dekat ke destinasi, seperti Museum Nasional Singapura, Museum Modern Art Singapura, dan Taman Fort Canning.
Cara terbaik untuk berkeliling di kawasan Bras Basah adalah menggunakan sepeda sewaan yang mudah ditemui. Di Singapura, saat ini terdapat tiga operator penyewaan sepeda berbasis aplikasi, yakni Ofo, Mobike, dan SGBike. Pengguna cukup mengunduh salah satu aplikasinya dan membayar menggunakan kartu kredit. Biaya sewanya sekitar Sin$ 0,50 untuk setengah jam pemakaian dengan penambahan tarif berdasarkan kilometer.
Karena konsepnya dockless atau tanpa stasiun penyimpanan, pengguna bisa memarkir sepedanya di mana saja setelah menggunakan. Begitu juga ketika hendak memakai, pengguna bisa mengambil sepeda mana pun yang ditemui.
Dari Bras Basah, Cleo mengarahkan saya ke beberapa pusat keramaian, seperti Clarke Quay, Bugis, dan Little India. "Tempat-tempat ini menyuguhkan romantisme Singapura sebagai sebuah kota yang nyaman, tak sekadar pusat ekonomi dan bisnis."
Sebetulnya Bugis Street dan Little India lebih cocok sebagai tempat untuk berbelanja murah. Aneka produk suvenir berharga murah ditawarkan oleh para pedagang kaki lima. Adapun untuk mencoba kuliner khas, Clarke Quay adalah tempat yang pas.
Namun, alih-alih berbelanja, saya memilih berjalan-jalan di tiga lokasi itu untuk menikmati suasana kota dan arsitektur pertokoan dan bangunan "jadul" Singapura yang masih bertahan. Di Bugis Street, misalnya, ada sebuah gang yang menjadi lokasi favorit para turis untuk berfoto. Gang yang terletak di Queen Street ini tak istimewa kalau saja para pemilik toko tak menghias bagian belakang bangunannya dengan tangga berbentuk spiral dan dicat warna-warni. Keseragaman bentuk bangunan yang berada di belakang deretan ruko ini jadi tampak menarik karena warna-warni pada tangga.
Tak jauh dari Bugis Street yang ramai oleh pedagang kaki lima, saya menemukan sebuah taman kecil di kawasan Rochor. Taman ini tampaknya menjadi sarang bagi ratusan burung perkutut. Saya beruntung saat ke sana tak banyak pengunjung. Mungkin karena kawasan Rochor lebih dikenal sebagai kawasan kampus, sehingga tak banyak turis di sana. Burung-burung itu cukup jinak, cukup dengan sepotong roti mereka mau mendekat. Jumlahnya yang banyak jadi obyek foto menarik. PRAGA UTAMA