maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin


Hak Perempuan sebagai Pekerja Lepas

Setiap Kamis dwimingguan, Koran Tempo dan Konde.co bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, serta Kalyanamitra menyajikan rubrik khusus untuk menjawab persoalan hukum perempuan. Edisi kali ini membahas hak-hak perempuan yang menjadi pekerja lepas.

arsip tempo : 171082754989.

Pekerja kantor pada jam pulang kerja di kawasan bisnis Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Dokumentasi TEMPO/Muhammad Hidayat. tempo : 171082754989.

Saya Dewi, perempuan yang punya anak. Bekerja secara part-time merupakan pekerjaan yang paling memungkinkan bagi saya karena bisa mengatur waktu untuk menjaga anak. Sedangkan suami saya bekerja secara full-time. Kita semua tahu bahwa kerja domestik selama ini dibebankan kepada perempuan. Namun pekerja part-time ini sebenarnya bukan pekerja informal, kan? Apa saja hak yang diakui bagi pekerja part-time seperti saya?


Halo Dewi, saya akan mencoba menjawab pertanyaan Anda.

Sebelum masuk pada dasar hukum yang harus diketahui oleh pekerja lepas, atau kerap disebut part-time atau freelancer, perlu untuk mengetahui lebih dulu tentang apa jenis pekerjaan ini. Pekerja lepas adalah seseorang yang menjalani sendiri perjanjian kerja tertentu.

Merujuk pada buku Pedoman Kontrak Kerja Freelancer yang diterbitkan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers pada 2019, terdapat beberapa poin yang mengidentifikasi praktik freelancer. Pertama, freelancer bekerja pada waktu yang singkat, yaitu kurang dari 21 hari dalam sebulan. Kedua, jenis pekerjaannya menuntut keterampilan individu pada bidang spesifik. Ketiga, hubungan dengan pemberi kerja diikat dengan perjanjian, baik secara lisan maupun tertulis. Keempat, freelancer dapat bekerja dengan alat produksi milik sendiri ataupun pemberi kerja. Kelima, pekerjaan tidak selalu menuntut kehadiran fisik di lokasi kerja. Keenam, upah tidak ditentukan kehadiran, tapi oleh hasil kerja sesuai dengan perjanjian kerja.

Dalam situasi sekarang ini, banyak sekali jenis pekerjaan dilihat dari statusnya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan keberadaan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Ada pula pekerjaan yang perjanjiannya melalui perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja yang dibuat secara tertulis, atau biasa disebut dengan alih daya alias outsourching.

Menurut Pedoman Kontrak Kerja Freelancer, ada beberapa poin kerentanan yang dialami oleh para freelancer. Pertama, freelancer tidak bekerja di suatu tempat kerja yang jelas, seperti kantor atau yang lainnya, tapi bekerja dalam durasi tertentu. Kedua, freelancer pada umumnya tidak memiliki jaminan kesehatan dan pensiun. Padahal status pekerja sebagai freelancer tidak jauh berbeda dengan pekerja tetap.

Ketiga, freelancer dihadapkan pada target oleh pemberi kerja sehingga kerap tidak mendapatkan hak upah lembur dari pemberi kerja. Keempat, kerentanan yang dialami oleh freelancer beragam, yaitu kontrak kerja yang tidak jelas sehingga ada beberapa poin mengenai hak dan kewajiban penerima serta pemberi kerja yang cenderung kabur, tak memperhatikan masa reproduksi, masalah mental pekerja, dan hak berserikat.  

Pekerja kantor di kawasan Sudirman, Jakarta. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Seorang freelancer wajib mengetahui dasar hukum jenis pekerjaannya. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu bisa menjadi rujukan. Ketentuan umum dalam melakukan hubungan kerja sebagai freelancer memiliki syarat sebagai berikut ini.

  1. Perjanjian freelancer dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah yang didasarkan pada kehadiran;
  2. Perjanjian freelancer dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan;
  3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian freelancer berubah menjadi PKWTT. Namun, pada poin ketiga, pembaruan PKWT tidak lagi diatur. Yang diatur adalah ketentuan perpanjangan PKWT.

Di tengah situasi dan kondisi hukum yang dialaminya, freelancer dapat mengupayakan perlindungan hukum dengan langkah-langkah sebagai berikut ini.

  • Perjanjian kerja yang jelas;
  • Mengetahui besaran bayaran (upah) yang diterima, waktu pembayaran, dan cara pembayaran;
  • Mengetahui deadline dan timeline pekerjaan;
  • Kepastian hukum mengenai hak cipta atau karya yang dihasilkan

Perjanjian kerja merupakan hal yang sangat penting. Sebab, di sinilah pemberi kerja dan penerima kerja sama-sama dapat "mengunci" hak dan kewajibannya masing-masing. Kita harus mengetahui dasar-dasar hukum perjanjian yang ideal untuk para pihak. Adapun asas-asas hukum perjanjiannya meliputi:

Asas konsensualisme
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak
Kedua pihak bebas melakukan hubungan kerja sama dalam membuat perjanjian.

Asas kekuatan mengikat
Perjanjian yang telah dibuat dan disepakati mempunyai kekuatan hukum.

Asas kepribadian
Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan, “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.”

Demikian jawaban saya, semoga membantu Anda mengetahui hak-hak sebagai pekerja lepas. 

Mona Ervita
Lawyer pada Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 19 Maret 2024

  • 18 Maret 2024

  • 17 Maret 2024

  • 16 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan