JAKARTA – Sejumlah organisasi profesi pendidikan dan kesehatan mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam rencana membuka kembali pembelajaran tatap muka. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengatakan kehati-hatian adalah kunci sukses pembelajaran tatap muka pada Juli 2021, awal tahun ajaran baru.
Menurut Heru, sikap kehati-hatian itu bersumber dari persiapan matang sekolah untuk melindungi siswa dan tenaga pendidik. Prinsip tersebut dimulai dengan patuh terhadap protokol kesehatan, baik secara administrasi, fisik, maupun psikis. Kepatuhan secara administrasi adalah dengan membentuk satuan tugas penanganan Covid-19 di tingkat sekolah.
Kepatuhan secara fisik, dia melanjutkan, dilakukan dengan melengkapi pelbagai sarana penunjang kesehatan, seperti tempat mencuci tangan, disinfektan, dan sabun. Heru mengatakan kesiapan ini harus benar-benar dipantau pemerintah, bahwa di sekolah memang benar-benar ada sarana tersebut. “Secara psikis, harus ada pengkondisian agar orang-orang di sekolah mematuhi protokol kesehatan. Harus ada standar operasional prosedur (SOP) bagi siswa, guru, dan orang tua,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Heru menuturkan SOP itu bisa berupa panduan yang harus dilakukan orang tua ketika anak berangkat ke sekolah. Misalnya, orang tua harus menyiapkan bekal makanan dan minuman, mengantar-jemput, serta memberi tahu anak untuk tidak membagi makanan dan minumannya kepada orang lain. Dia menegaskan bahwa SOP juga harus diterapkan di sekolah, misalnya mengatur jarak di antara siswa saat belajar di kelas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan pembelajaran tatap muka secara terbatas sudah dibolehkan sejak awal 2021. Menurut dia, keputusan penentuan pembelajaran tatap muka ada di tangan pemerintah daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 18 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Nadiem, dalam rapat bersama Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, menyatakan pembelajaran jarak jauh yang berlangsung setahun terakhir berpotensi menimbulkan dampak sosial, seperti putus sekolah, kekerasan terhadap anak, dan penurunan capaian belajar. Dia berharap semua sekolah dapat memulai pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran 2021/2022, Juli mendatang. Menurut dia, hal tersebut bisa bertepatan dengan target penyelesaian vaksinasi bagi tenaga pendidik pada Juni mendatang.
Namun, jika melihat laman Kesiapan Proses Belajar-Mengajar Satuan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19 di situs web Kementerian Pendidikan, kemarin, baru 52,65 persen atau 281.656 sekolah yang mengisi daftar periksa. Daftar periksa adalah ketersediaan sarana sanitasi di sekolah, seperti toilet bersih, tempat cuci tangan, dan cairan desinfektan. Dari data itu, sebanyak 50,38 persen sekolah menyatakan tersedia toilet bersih, sebanyak 2,27 persen tidak tersedia, dan sisanya belum menjawab. Untuk prasarana, seperti alat pengukur suhu tubuh atau thermogun, hanya 40,42 persen sekolah yang menyatakan tersedia. Sebanyak 12,22 persen tidak memilikinya dan sisanya belum menjawab.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengkritik pengisian daftar periksa yang lambat. Menurut dia, hal ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah pusat dan daerah. Satriwan mencontohkan ketersediaan thermogun. “Kalau di setiap sekolah jumlah thermogun cuma satu, ini jadi masalah. Anak-anak akan antre. Kami dapat laporan di daerah bahwa anak-anak antre, maka ini menciptakan kerumunan baru,” kata dia, kemarin.
Siswa berbincang di dalam mobil dibatasi dengan plastik guna mencegah penyebaran pandemi Covid-19 pada simulasi aktivitas pembelajaran menghadapi normal baru di Nassa School, Bekasi, Jawa Barat, 24 Juni 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Satriwan juga ragu vaksinasi kepada tenaga pendidikan dapat selesai pada Juni atau sebelum tahun ajaran baru dimulai. Menurut data organisasinya per 18 Maret 2021, vaksinasi terhadap guru masih belum merata. Dia mencontohkan, vaksinasi di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti Kabupaten Garut, Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Kota Bekasi, belum merata kepada tenaga pendidik sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta belum diberikan. “Termasuk di Jakarta yang lelet. Guru-guru di sekolah swasta belum pernah dapat informasi untuk divaksinasi,” ujar Satriwan.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, mengatakan pemerintah harus berhati-hati terhadap rencana pembelajaran tatap muka di sekolah lantaran dikhawatirkan menimbulkan gelombang baru penularan Covid-19. “Jangan terburu-buru. Bisa dibuka kalau kasus harian sudah di bawah seribu. Terus maksimal 30 persen saja kapasitasnya, serta jaraknya 2 meter per siswa,” kata dia, kemarin.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jakarta, Rini Sekartini, mengatakan sebelum sekolah dibuka, harus dipastikan dulu bahwa lingkungan sekitar sekolah aman dari kasus, termasuk para petugas dan guru. Pelaksanaannya, kata Rini, harus bertahap, termasuk kesiapan sarana kesehatan di sekolah.