JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia sudah merampungkan kajian terhadap kehalalan vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) buatan AstraZeneca Plc, perusahaan asal Inggris. Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati, mengatakan lembaganya sudah menyerahkan hasil pengkajian itu kepada Komisi Fatwa MUI.
Muti masih enggan membeberkan kajian kehalalan vaksin AstraZeneca tersebut. “Hasil kajian LPPOM adalah konsumsi Komisi Fatwa untuk mengambil keputusan fatwa. Mohon maaf tidak bisa kami sampaikan,” kata Muti, kemarin.
Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin A.F., mengatakan lembaganya memang sudah mengeluarkan fatwa terhadap vaksin AstraZeneca pada Selasa lalu. Ia menjelaskan bahwa kajian lembaganya berbeda dengan vaksin Sinovac yang difatwakan halal dan suci oleh MUI. Adapun vaksin AstraZeneca difatwakan haram, tapi MUI tetap membolehkan penggunaannya dengan alasan darurat.
“Vaksin AstraZeneca mengandung unsur dari babi, jadi haram. Namun boleh digunakan karena alasan darurat, (stok) vaksin belum mencukupi, dan kondisinya sangat membutuhkan vaksin,” kata Hasanuddin kepada Tempo saat dihubungi, kemarin.
Ia menjelaskan, keluarnya fatwa vaksin AstraZeneca berbarengan dengan fatwa tentang pelaksanaan vaksinasi dalam kondisi berpuasa. “Sila diunduh saja di situs MUI agar lebih jelas,” ujarnya.
Vaksin AstraZeneca di Belgia, 18 Maret 2021. REUTERS/Yves Herman
Tempo dua kali mengecek situs web MUI kemarin pada pukul 19.00 WIB dan 24.00 WIB, tapi tidak menemukan unggahan fatwa tentang vaksin AstraZeneca tersebut. Awal bulan ini, pemerintah Indonesia mengimpor 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca. Tapi pemerintah menunda penggunaannya karena menunggu hasil investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan persetujuan darurat vaksin AstraZeneca. Namun BPOM merekomendasikan agar vaksin ini tidak digunakan di Indonesia selama proses pengkajian masih berlangsung. Pengkajian ini dilakukan setelah munculnya laporan perihal keamanan vaksin. Salah satunya kasus pembekuan darah di Austria dan Denmark yang diduga terjadi setelah penyuntikan vaksin AstraZeneca dengan nomor kode produksi ABV5300, ABV3025, dan ABV2856.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan penundaan itu bersifat sementara dan bukan semata-mata karena laporan adanya kejadian pembekuan darah setelah divaksin memakai vaksin AstraZeneca. Ia menyatakan pemerintah mengedepankan kehati-hatian dalam memastikan keamanan vaksin ini.
Wiku menjelaskan bahwa BPOM bersama Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan sejumlah ahli tengah mengkaji kriteria penerima vaksin ini. Setelah ada rekomendasi kriteria penerima vaksinasi dari hasil pengkajian itu, pemerintah akan menentukan kelompok yang diprioritaskan menerimanya. “Hasil dari evaluasi keamanan serta penentuan kriteria vaksin AstraZeneca akan diinformasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan POM,” kata Wiku.
Adapun juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu fatwa dari MUI. Ia mengatakan pemerintah berkepentingan memastikan vaksin yang akan disuntikkan kepada masyarakat Indonesia aman, efektif, dan halal digunakan.
Nadia menyatakan syarat itu mutlak dipenuhi dalam urusan vaksin, yaitu fatwa halal dan izin penggunaan darurat. “Syaratnya kan dua, fatwa halal dan izin EUA. Keduanya harus terpenuhi,” katanya.
Menurut Nadia, urusan fatwa halal merupakan kewenangan MUI, sedangkan pemerintah berada dalam posisi menunggu keluarnya fatwa tersebut. Ia mengemukakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan upaya-upaya untuk mempercepat pengkajian MUI. Ia menjelaskan semua pihak sudah mengetahui porsi dan tanggung jawab masing-masing.
Nadia juga optimistis sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca yang sudah diterima melalui skema Covax-WHO akan terpakai sebelum masa simpan vaksin berakhir pada Mei 2021. Dasar keyakinan Nadia adalah dosis penyuntikan vaksinasi per hari sudah mencapai angka 350 ribu. Dengan demikian, angka 1,1 juta dosis akan habis dalam waktu enam hari.