JAKARTA - Kementerian Kesehatan mengklaim telah memperbaiki sinkronisasi data kasus Covid-19 yang diumumkan ke publik. Juru bicara pemerintah untuk vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menyebutkan pihaknya memerlukan waktu untuk memasukkan data kasus harian Covid-19. Pemerintah juga memperbaiki data akumulasi kasus penularan. "Masih dalam proses untuk sinkronisasi," ucap Nadia kepada Tempo, kemarin.
Sebelumnya, Nadia mengatakan terdapat 2.000-3.000 kasus positif hasil pemeriksaan di Jawa Barat yang belum terlaporkan. Data itu didapatkan Nadia dari Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat. Akibatnya, banyak kasus lama yang baru tercatat di kemudian hari, sehingga terjadi akumulasi kasus yang membengkak.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat lalu, menyatakan terdapat 2 juta data kasus Covid-19 yang belum masuk dalam laporan pemerintah. Dia menyebut data tersebut belum dimasukkan dalam laporan kementerian.
Juru bicara Menteri Luhut, Jodi Mahardi, juga menambahkan bahwa data tersebut merupakan kasus negatif yang belum terlaporkan. "Sebenarnya bukan dua juta kasus positif yang belum masuk, tapi ada banyak hasil tes negatif yang tertunda dilaporkan," ucap Jodi.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga ragu terhadap data harian kasus positif Covid-19 yang selama ini diumumkan pemerintah. Menurut dia, pemerintah melaporkan bahwa kasus harian di provinsinya melonjak, namun tidak diikuti dengan lonjakan jumlah pasien. “Dilaporkan kasus Jawa Barat heboh naik, tapi (keterisian) rumah sakit turun, kan gak nyambung,” kata Ridwan.
Ridwan menyebutkan, kasus harian yang dilaporkan berbeda dengan laporan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pasien positif Covid-19. Artinya, banyak kasus lama yang baru dilaporkan pemerintah. Padahal data keterisian rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 juga cenderung turun. Saat ini tingkat keterisian rumah sakit di Jawa Barat justru turun di bawah 70 persen.
Dia menyatakan terdapat lebih dari 10 ribu data pasien positif Covid-19 yang belum dilaporkan ke dalam kasus harian oleh pemerintah. Ridwan khawatir keterlambatan memasukkan data akan berpengaruh pada akumulasi kasus, seolah-olah terjadi pembengkakan drastis. Dalam jangka panjang, ini akan mempengaruhi keputusan yang diambil pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19.
Ridwan juga mengeluhkan sikap pemerintah yang pernah menjanjikan perbaikan data kasus Covid-19. Kementerian Kesehatan dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menjanjikan bakal merampungkan masalah ini pada pertengahan Februari. Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda upaya perbaikan data dari pemerintah pusat.
Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat mencatat angka penularan Covid-19 saat ini mencapai 167.707 kasus dengan jumlah kasus harian 1.988 orang, kemarin. Angka tersebut turun dibanding pada 30 Januari lalu yang mencapai 4.601 kasus. Dua hari setelahnya, kasus penularan turun drastis menjadi 2.848 kasus. Data lonjakan inilah yang dikeluhkan Ridwan Kamil selama ini.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, juga pernah memprotes kesenjangan data di tingkat kota dan di Kementerian Kesehatan. Menurut dia, data kasus di daerah jauh lebih besar ketimbang kasus yang tercatat di Kementerian Kesehatan. "Ini akan berpengaruh pada perhitungan kasus. Sedangkan data yang ada di kami ini real time," ucap dia.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, juga mengakui ihwal adanya keterlambatan integrasi data dari daerah ke pusat. Hal ini menjadi salah satu persoalan tingginya jumlah kasus harian yang dilaporkan di Indonesia. "Saya minta ke depan tidak ada toleransi terhadap keterlambatan data, karena ini sangat krusial dalam pengambilan keputusan,” kata dia.
AVIT HIDAYAT | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | ANT