JAKARTA – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memutuskan untuk memperpanjang masa tanggap darurat atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat meningkatnya angka penularan Covid-19 dalam sebulan terakhir. Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, menyatakan kasus penularan melonjak akibat jumlah wisatawan yang terus bertambah sejak pemberlakuan masa normal baru.
Karena alasan itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menerbitkan instruksi perpanjangan masa tanggap darurat di wilayah itu. "Ancaman sebaran penularan masih sangat tinggi di Yogya karena mulai Juli ini bukan hanya wisatawan yang mulai banyak berdatangan, tapi juga mahasiswa baru," kata Heroe kepada Tempo, kemarin.
Perpanjangan masa tanggap darurat ini bakal diikuti kabupaten serta kota di Daerah Istimewa Yogyakarta secara serentak. Upaya ini dilakukan untuk meredakan ledakan kasus yang sempat terjadi dalam sebulan terakhir. Apalagi terdapat temuan 90 persen kasus di Yogyakarta terjadi setelah pasien memiliki riwayat perjalanan ke luar kota. Karena itu, langkah perpanjangan status tanggap darurat dianggap paling tepat dilakukan.
Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat sanjungan dari Presiden Joko Widodo sebagai provinsi dengan penanganan Covid-19 terbaik pada 15 Juli lalu. Belakangan, daerah ini malah panen kasus baru. Jumlah kasus baru yang muncul selama dua pekan terakhir Juli per hari berjumlah di atas 20.
Akibatnya, jumlah akumulasi kasus Covid-19 sepanjang empat bulan, yakni Maret, April, Mei, dan Juni, di provinsi ini sama banyaknya dengan jumlah kasus baru yang muncul sepanjang Juli saja. Pada 1 Juli lalu, jumlah akumulasi kasus sebanyak 314. Pada 30 Juli lalu, jumlah kasus sudah berlipat hampir 100 persen menjadi 610 kasus. Artinya, dalam sebulan terakhir bertambah hampir 300 kasus baru.
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Baskara Aji, menyatakan perpanjangan masa tanggap darurat Covid-19 dilakukan setelah melihat lonjakan jumlah kasus positif dalam sebulan terakhir. "Kami melihat perkembangan kasus Covid-19 belum bisa dikatakan landai, malah belakangan ini cenderung naik," ucap Aji.
Selain itu, kata Aji, perpanjangan masa tanggap darurat dilakukan karena status bencana nasional Covid-19 sampai detik ini masih belum dicabut oleh presiden. Menurut dia, masa darurat justru akan memudahkan pemerintah bergerak pada masa pandemi. “Seperti melakukan persiapan pemulihan ekonomi, penyaluran bantuan sosial, dan urusan lain yang terkait dengan penanganan bencana,” kata Aji.
Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Daerah Istimewa Yogyakarta, Irene, mengatakan lonjakan drastis jumlah kasus Covid-19 di Yogyakarta terjadi karena berbagai faktor. "Terutama karena ada peningkatan signifikan jumlah tracing yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota yang diperiksa di laboratorium hingga ratusan sampel per hari,” kata dia.
Menurut dia, saat ini penelusuran bisa dilakukan masif dengan mengerahkan 121 puskesmas di Yogyakarta. Puskesmas memiliki kewenangan melakukan tes swab dengan jumlah sampel 100 orang per hari. Layanan ini melonjak drastis ketimbang sebelumnya yang hanya melakukan pemeriksaan terhadap 10 sampel per hari. Karena itu, dia menganggap lonjakan jumlah kasus positif wajar terjadi lantaran jumlah orang yang diperiksa lebih banyak.
Juru bicara Penanganan Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta, Berty Murtiningsih, menuturkan 90 persen kasus positif Covid-19 di Yogyakarta didominasi orang tanpa gejala (OTG). "Sekitar 80-90 persen kasus Covid-19 itu di DIY adalah OTG. Mereka terkena karena tidak melalui layanan kesehatan," tutur Berty.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Malioboro, Ekwanto, mengakui dalam sebulan terakhir terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang didominasi oleh kunjungan warga lokal. Menurut dia, jumlah pengunjung yang datang ke Malioboro berkisar 600-700 orang per hari. "Ini baru sekitar 10 persen dibanding sebelum pandemi, yang kunjungan per hari di Malioboro biasa tembus 5.000 orang,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO