JAKARTA - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) meminta pemerintah tidak melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) meski sudah menerapkan aturan normal baru. Ketua Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra mengatakan protokol selama PSBB harus tetap ditegakkan dengan berkualitas karena pandemi Covid-19 belum melewati titik puncaknya di Indonesia. "Menurut data, new normal itu baru pantas dilaksanakan pada akhir bulan ini dan baru efektif pada pertengahan bulan depan," kata Hermawan kepada Tempo, kemarin.
Hermawan menuturkan, berdasarkan panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara bisa memberlakukan pelonggaran pembatasan selama pemerintah sudah membuktikan bahwa kasus telah terkendali. Pengendalian kasus sudah terbukti jika memenuhi beberapa indikator, antara lain reproduction rate (Rt) di bawah 1 selama dua pekan, ada penurunan minimal 50 persen selama lebih dari tiga pekan sejak puncak pandemi dan penambahan kasus terus menurun, serta jumlah kasus terkonfirmasi positif kurang dari 5 persen dari total sampel yang diuji minimal dalam dua pekan terakhir.
Menurut Hermawan, waktu pelaksanaan tatanan normal baru seharusnya mengacu pada kurva penambahan kasus Covid-19 di Indonesia. Hermawan menambahkan, jika skenario PSBB dilanjutkan, puncak pandemi Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada pertengahan Juli mendatang dengan peningkatan yang tidak drastis. Puncak pandemi, kata dia, akan bergeser lebih cepat dan jumlah kasus akan meningkat drastis apabila pelaksanaan PSBB diperlonggar. “Pelonggaran PSBB belum seharusnya dilaksanakan saat ini,” kata dia.
Meski kurva penambahan kasus masih naik-turun, pemerintah mengizinkan empat provinsi--Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Gorontalo--serta 102 kabupaten/kota menerapkan kebijakan normal baru. Pemerintah mengklaim daerah-daerah itu sudah siap menjalankan tatanan normal baru karena angka Rt kasusnya sudah berada di bawah 1.
Pemerintah DKI pun mulai melakukan pelonggaran kegiatan sosial-ekonomi secara bertahap selama PSBB dihentikan. Untuk tahap awal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta semua sektor yang dibuka mematuhi kebijakan maksimum 50 persen kapasitas. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sudah mengganti PSBB dengan pembatasan proporsional. Pemerintah Jawa Barat mengatur skala pembatasan berdasarkan tingkat keparahan kasus di daerah. Makin berat kasusnya, skala pembatasannya makin ketat. Sementara itu, untuk daerah yang sudah ringan kasusnya, pembatasannya pun dilonggarkan.
Meski aturan normal baru akan dimulai, kata Hermawan, DKI dan Jawa Barat masih perlu menjalankan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Menurut dia, fakta di lapangan menunjukkan bahwa, selama PSBB diberlakukan, masih banyak pelonggaran. Jadi, kata dia, pemerintah akan menghadapi tantangan yang lebih berat ketika pembatasan-pembatasan itu tak lagi diterapkan. Ia mengatakan wacana untuk menerapkan aturan normal baru semakin sering disampaikan pihak pemerintah atas pertimbangan ekonomi. Menurut dia, pengenalan dan penerapan normal baru tak sepatutnya diartikan sebagai pelonggaran. “Pada saat kurva epidemiologi terus meningkat, pelonggaran PSBB adalah kurang bijak, kurang mengindahkan realitas data, dan dapat menimbulkan gelombang kedua peningkatan kasus,” kata dia.
Pemerintah, kata dia, perlu mendefinisikan tatanan normal baru sebagai perilaku masyarakat yang menerapkan hidup lebih bersih, lebih sehat, lebih terlindungi, serta lebih taat dan disiplin terhadap protokol kesehatan pada seluruh sektor kehidupan. "Tantangan berikutnya adalah penegakan disiplin di lapangan karena moda transportasi sudah dibuka, aktivitas kerja sudah dimulai," ujar Hermawan. Jika pemerintah tak awas, Hermawan memprediksi penyebaran virus akan makin luas dan keadaan bakal makin buruk jika fasilitas kesehatan tak mampu menangani lonjakan jumlah pasien.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan masa PSBB transisi di Ibu Kota akan menjadi periode pembiasaan warga menuju pola hidup yang aman, sehat, dan produktif. Ia meminta masyarakat tetap berdisiplin agar jumlah pasien Covid-19 tak lagi melonjak. "Bila ternyata kondisinya mengkhawatirkan, dihentikan semuanya," ujar dia.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, mengatakan kebijakan adaptasi kebiasaan baru (AKB) masih dalam tahap pengkajian. Daud mengatakan pemerintah kabupaten/kota masih diminta melakukan pengkajian level kewaspadaan sampai tingkat kecamatan dan desa. "Setelah itu, nanti bupati/wali kota yang mau AKB, melalui gubernur, mengajukan izin kepada Menteri Kesehatan. Kalau izin Menteri Kesehatan turun, baru kita laksanakan AKB,” kata dia.
MAYA AYU PUSPITASARI | IMAM HAMDI | AHMAD FIKRI (BANDUNG)
Ahli: Belum Saatnya Pelonggaran