JAKARTA - Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) meminta pemerintah daerah agar menyusun langkah pencegahan, pengawasan, penanganan, dan deteksi dini terhadap kepulangan tenaga kerja Indonesia. Berbagai langkah itu diperlukan karena buruh migran berpotensi menjadi pembawa virus dari luar negeri ke kampung halaman masing-masing.
"Kami harap setiap gugus tugas di daerah mampu melakukan upaya pencegahan, deteksi, dan penanganan," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, lewat telekonferensi selepas mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, kemarin.
Doni mengatakan saat ini sebanyak 70.367 pekerja migran sudah kembali ke Tanah Air akibat pandemi Covid-19. Angka ini akan terus bertambah karena 12.758 warga Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal pesiar akan segera tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Benoa, Bali.
Saat membuka rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah akan mewaspadai kepulangan buruh migran ini karena berpotensi menjadi penyebab terjadinya gelombang kedua Covid-19 di Indonesia. Jokowi mengatakan jumlah pekerja migran yang sudah kembali ke Tanah Air mencapai 89 ribu orang. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah karena masih banyak pekerja migran Indonesia di luar negeri.
"Mungkin akan bertambah 16 ribu. Ini perlu ditangani, dikawal secara baik di lapangan, agar jangan sampai muncul gelombang kedua," kata dia.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah daerah perlu memperhatikan beberapa hal dalam menangani kepulangan TKI ini.
Hal itu adalah menerapkan SOP (prosedur operasional standar) protokol kesehatan yang seragam terhadap buruh migran maupun anak buah kapal, serta menyediakan tempat penampungan atau lokasi karantina di setiap titik kedatangan. Selama ini, pemerintah hanya menyediakan Pulau Galang, Kepulauan Riau, sebagai lokasi karantina bagi buruh migran yang pulang kampung.
"Urusan ini harus betul-betul diperhatikan. Kapal TNI siap mengantar mereka ke pelabuhan masing-masing tujuan. Setelah itu, pemda setempat harus bertanggung jawab mengawal mereka hingga ke kampung halaman," kata Muhadjir.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, berharap pemerintah tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam mengawasi pekerja migran yang pulang kampung. "Jangan menggunakan aparat polisi atau TNI secara berlebihan," kata Wahyu.
Ia juga meminta agar pemerintah tak membangun stigma bahwa pekerja migran adalah pembawa Covid-19. Wahyu berharap pemerintah mengikuti protokol kesehatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menangani pekerja migran. Hal itu adalah menetapkan status setiap pekerja migran sebagai orang dalam pengawasan (ODP). Dengan begitu, perlakuan terhadap mereka serupa dengan ODP lainnya. Bentuk perlakuan itu seperti pemerintah menyediakan tempat isolasi mandiri serta memberi bantuan sosial kepada keluarga pekerja migran lewat skema jaring pengaman sosial Covid-19.
"Bagi pekerja migran yang pulang dengan gejala dan masuk kategori pasien dalam pengawasan, pemerintah pusat wajib menyiapkan tempat karantina dan rumah sakit sesuai protokol WHO. Biayanya ditanggung negara," ujar Wahyu.
DEWI NURITA | DIKO OKTARA
Mencegah Kluster Baru
Kedatangan puluhan ribu pekerja migran Indonesia dari negara-negara zona merah Covid-19 dikhawatirkan bakal memunculkan kluster baru penularan virus. Presiden Joko Widodo meminta pemerintah pusat dan daerah melakukan observasi kesehatan terhadap pekerja yang baru tiba dan mempersiapkan tempat isolasi. Berikut ini adalah data penempatan pekerja migran Indonesia sepanjang 2019.