JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah memperbaiki sistem distribusi alat pelindung diri untuk fasilitas kesehatan. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mengakui pemerintah sudah menyediakan alat pelindung, tapi distribusinya belum merata. "Alat pelindung langka, ini kesulitan tersendiri. Kalaupun sekarang ada, distribusinya belum merata," katanya kepada Tempo, kemarin.
Selain memastikan distribusi yang merata, Adib mengatakan, pemerintah perlu memastikan keberlanjutan ketersediaan alat pelindung. Jika tak bisa mengimpor, kata dia, pemerintah harus menggenjot produksi alat pelindung di dalam negeri, sehingga semua fasilitas kesehatan bisa memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan.
Dihubungi terpisah, juru bicara Pengurus Besar IDI, Halik Malik, berujar bahwa selama ini alat pelindung lebih banyak didistribusikan ke rumah sakit rujukan Covid-19. Padahal, menurut dia, fasilitas kesehatan tingkat pertama, seperti pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan tempat praktik dokter swasta, juga membutuhkan alat pelindung. Selain itu, rumah sakit daerah di kabupaten masih banyak yang kekurangan alat pelindung.
Berdasarkan laporan yang diterima IDI, Halik menuturkan, banyak dokter yang terpaksa memakai ulang alat pelindung untuk mengantisipasi minimnya perlengkapan tersebut. Menurut dia, ada dokter yang mencuci alat pelindung lalu menjemurnya hingga berhari-hari. Ada pula dokter yang melakukan sterilisasi alat pelindung dengan disinfektan. "Para dokter terpaksa berakrobat karena pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya," ujarnya.
Improvisasi untuk mengatasi kekurangan alat pelindung ini dilakukan Dewi Mandasari, dokter unit gawat darurat di rumah sakit swasta di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dewi mengatakan biasa mencuci masker bedah agar bisa digunakan lagi keesokan harinya. Meski tahu fungsi masker tak akan lagi maksimal setelah dicuci, ia mengaku tak punya pilihan lain karena ketersediaan peralatan yang minim.
"Dulu, saking langkanya, seminggu cuma ganti masker dua kali. Sekarang sudah mendingan, seminggu bisa ganti empat kali," katanya.
Selain mencuci ulang alat pelindung, menurut Dewi, sejumlah tenaga kesehatan di puskesmas di Banyuwangi berinisiatif membuat sendiri baju pelindung untuk merawat pasien suspect corona. Bahkan sebagian perawat dan dokter terpaksa mengenakan jas hujan untuk melindungi dirinya dari paparan virus.
Pada Ahad lalu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan telah menyalurkan 946.435 alat pelindung diri ke seluruh Indonesia. Pengiriman dilakukan TNI Angkatan Udara dengan pesawat.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan semua fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rumah sakit daerah harus memiliki prioritas yang sama dengan rumah sakit rujukan. Meski begitu, menurut dia, jenis alat pelindung yang didistribusikan tetap harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Di puskesmas, misalnya, semua perawat dan dokter minimal harus mengenakan masker. Sementara di rumah sakit daerah yang menangani pasien Covid-19 harus mengenakan alat pelindung diri lengkap.
Doni berujar, pemerintah akan melindungi semua tenaga medis dengan alat pelindung premium berstandar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ia meminta daerah mengatur pola distribusi alat pelindung yang sudah disalurkan kepada tenaga medis dengan baik. "Kami berharap gugus tugas daerah merancang rumah sakit mana yang mendapat prioritas setiap ada pengiriman ke daerah," ujarnya. ROSSENO AJI NUGROHO | MAYA AYU PUSPITASARI
IDI Sebut Distribusi Alat Pelindung Diri Belum Merata