JAKARTA - Pemerintah pusat, Dewan Perwakilan Rakyat, serta penyelenggara pemilu bersepakat menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini. Penundaan pilkada ini disepakati dalam rapat bersama antara Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu, kemarin.
Alasan penundaan ini adalah bencana pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Virus corona ini telah menyebar di 31 provinsi serta telah menulari sebanyak 1.414 orang.
Anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo, mengatakan penundaan pilkada dimulai dengan pemerintah pusat menerbitkan peraturan pengganti undang-undang tentang pemilihan kepala daerah. “Diubah melalui perpu bahwa tahapan pilkada yang tersisa dan belum bisa dilaksanakan karena pandemi Covid-19 ini akan ditunda,” kata Arif, kemarin.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan peserta rapat juga bersepakat untuk merelokasi anggaran pilkada 2020. Sisa dana pilkada serentak disepakati dipindahkan untuk kegiatan penanganan bencana virus corona di daerah.
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan ada tiga opsi jadwal penundaan pilkada yang disepakati. Pertama, pemungutan suara digelar pada 9 Desember tahun ini dengan catatan bencana virus corona selesai pada Mei atau Juni ini. Kedua, pemungutan suara digelar pada 17 Maret 2021 dengan syarat bencana virus corona berakhir pada Oktober tahun ini. Lalu opsi ketiga adalah pemungutan suara dilangsungkan pada 29 September tahun depan dengan catatan pandemi virus ini belum berakhir hingga Oktober 2020.
Ahmad Doli menjelaskan penundaan pilkada tersebut berarti tetap mengakui tahap pemilihan yang sudah berlangsung. “Setidaknya sudah ada lima tahap yang dilaksanakan. Tinggal dilanjutkan kesepuluh tahap berikutnya,” kata dia.
Ia mengatakan nilai total anggaran pilkada 2020 di seluruh daerah sebesar Rp 14,7 triliun. Dana yang sudah terpakai sekitar Rp 5,2 triliun. Sisa dana pilkada tersebut akan digunakan pemerintah daerah masing-masing untuk menanggulangi virus corona di wilayahnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tak bersedia menanggapi kesepakatan penundaan ini. Tito menyarankan agar wartawan bertanya kepada Ketua KPU Arief Budiman. Adapun Arief menjelaskan lembaganya mengusulkan perubahan terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Kedua pasal itu adalah Pasal 122 dan Pasal 201 yang mengatur kewenangan penundaan pemilihan serta waktu pelaksanaan pilkada serentak tahun ini.
Arief mengatakan kewenangan penundaan pilkada berada di tangan KPU daerah. Tapi, karena bencana Covid-19 ini bersifat nasional, seharusnya KPU pusat yang berwenang menunda jadwal pemilihan tersebut. “Kami usul agar KPU pusat diberi kewenangan menunda,” kata dia.
DIKO OKTARA