JAKARTA - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengecam penahanan yang dilakukan Kantor Imigrasi Palangka Raya, Kalimantan Tengah, terhadap jurnalis Mongabay, Philip Jacobson. Mereka menggalang dukungan bernama Solidaritas untuk Philip yang mendesak agar Jacobson segera dibebaskan.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya Aryo Nugroho Waluyo meminta Kantor Imigrasi segera membebaskan Jacobson dari Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya. "Kami mendesak agar Kantor Imigrasi Palangka Raya segera melepaskan dan membebaskan Philip Jacobson," kata Aryo di Palangka Raya, kemarin.
Aryo juga meminta Presiden Joko Widodo turun tangan dengan memastikan tidak ada upaya kriminalisasi terhadap jurnalis. Selain itu, pembebasan ini untuk memastikan adanya jaminan kebebasan pers dan keterbukaan informasi bagi jurnalis asing yang sedang melakukan tugas jurnalistik di Indonesia.
Jacobson tiba di Indonesia pada 14 Desember 2019 untuk menelusuri dugaan konflik lahan yang terjadi antara masyarakat adat dan korporasi di Kalimantan. Dua hari kemudian, ia menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Keesokannya, 17 Desember 2019, ia didatangi oleh petugas Imigrasi Palangka Raya dan Jacobson ditetapkan sebagai tahanan kota.
Sehari kemudian, Jacobson diinterogasi tentang kegiatannya selama di Palangka Raya. Ketika itu, Imigrasi memerintahkan dia untuk tetap berada di sana karena pemerintah sedang melakukan penyelidikan. Pada Kamis, 9 Januari lalu, Philip Jacobson menerima surat pemanggilan yang isinya Kantor Imigrasi menuduh Jacobson telah melanggar izin keimigrasian.
Aryo mengatakan penggunaan visa kunjungan Jacobson untuk mengunjungi koleganya di Palangka Raya. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Namun Jacobson tetap ditangkap. Beberapa hari kemudian, atau pada 21 Januari lalu, Philip Jacobson secara resmi ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya. "Dia ditangkap saat sedang berada di penginapannya di Bukit Raya Guest House, sampai dengan saat ini," ucap Aryo.
Dia menduga penangkapan ini berkaitan dengan pemberitaan di Mongabay tentang kerusakan hutan dan lingkungan, serta konflik lahan di Kalimantan dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Apalagi, Mongabay kerap mengeluarkan laporan investigasi di sektor lingkungan yang ditulis Jacobson. Aryo khawatir ini bagian dari sikap antikritik pemerintah atas tulisan-tulisan di Mongabay.
Penyidik Kantor Imigrasi Palangka Raya, M. Syukran, menyatakan Philip Jacobson terbukti melanggar izin tinggal dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Dia juga memastikan kasus yang ia tangani adalah persoalan tindak pidana dan tidak berhubungan dengan dugaan penghalangan kegiatan jurnalisme. "Saya tegaskan, negara ini adalah negara hukum dan ada aturan yang berlaku sebagai bentuk keberadaan sebuah negara," kata Syukran.
Menurut Syukran, Jacobson masuk Indonesia menggunakan visa bisnis tapi yang bersangkutan melakukan kegiatan jurnalistik. Seharusnya, kata dia, Philip Jacobson menggunakan visa sesuai dengan peraturan yang mengatur kegiatan jurnalis. "Pada 2011, yang bersangkutan juga pernah bekerja di sebuah kantor berita dengan menggunakan izin tinggal terbatas, jadi seharusnya ia sudah memahami hal itu."
Imigrasi Palangka Raya juga telah melakukan komunikasi dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai status hukum Jacobson. Sejauh ini, Philip Jacobson dijerat dengan Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis, Sasmito Madrim, menyatakan tuduhan Imigrasi kepada Philip Jacobson dianggap berlebihan dan justru dapat mencoreng demokrasi di Indonesia. "Tindakan Philip yang mengikuti rangkaian kegiatan AMAN Palangka Raya, termasuk menghadiri audiensi DPRD merupakan bentuk aktivitas yang masih sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku," ucap dia.
Dia curiga penahanan terhadap Jacobson hanya bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan rezim antikritik dan memiliki sensitivitas yang berlebihan atas laporan investigasi yang ditulis Philip Jacobson di Mongabay. "Apalagi Jacob dikenal aktif permasalahan isu lingkungan yang terjadi di Indonesia," kata Sasmito. KARANA W.W. | AVIT HIDAYAT
Pemerintah Didesak Bebaskan Jurnalis Mongabay