JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi urusan pertahanan, luar negeri, dan komunikasi, turun tangan menyikapi konflik internal antara Dewan Pengawas dan Direktur Utama Televisi Republik Indonesia (TVRI), Helmy Yahya. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerald Plate memanggil kedua pihak secara terpisah kemarin. Komisi I DPR juga berencana memanggil Dewan Pengawas dan Dewan Direksi TVRI, pekan depan.
Setelah mendengar keterangan kedua belah pihak, Johnny Plate mengatakan konflik internal itu diduga disebabkan oleh persoalan lama yang muncul kembali. "Bukan barang baru, itu masalah lama di TVRI," katanya, kemarin. Tapi Sekretaris Jenderal NasDem ini enggan membeberkan pemicu konflik internal TVRI tersebut.
Pernyataan Johnny ini dikuatkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari. Abdul mengatakan salah satu penyebab konflik internal itu ada kaitannya dengan keterlambatan pembayaran honor pegawai TVRI yang mencapai Rp 7 miliar. Ia mengatakan saat pertemuan antara Komisi Komunikasi dan Dewan Direksi TVRI, Senin lalu, anggota Dewan sudah mencium masalah tersebut.
Menurut Abdul, sebagian pekerja di TVRI juga sempat menyoal kebijakan dewan direksi yang membeli sejumlah program asing, seperti hak siar Liga Inggris, dengan anggaran jumbo. Sedangkan nasib mereka terkesan diabaikan. "Dianggap oleh para pekerja malah beli yang mahal-mahal ke sana," katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan masalah ini mengemuka sejak tahun lalu. Komisi Komunikasi lantas meminta Dewan Direksi TVRI untuk menyelesaikannya, tapi berlarut-larut hingga bulan ini. "Pada pertemuan nanti, pasti akan kami tanyakan lagi masalah ini," kata Abdul.
Anggota Komisi I DPR lainnya, Syaifullah Tamliha, mengatakan konflik internal ini diduga terjadi karena dewan pengawas tidak menyetujui kebijakan Dewan Direksi TVRI yang membeli beberapa program asing. Padahal setiap kebijakan dewan direksi seharusnya terlebih dulu dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dewan pengawas. "Kalau dewan pengawas tidak setuju, tak bisa," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Masalah lain, kata Syaifullah, status ribuan pekerja TVRI yang tidak jelas hingga sekarang. Kondisi ini dianggap merugikan para pekerja karena ada aturan yang membatasi usia pengangkatan karyawan TVRI.
Konflik internal TVRI ini membuncah saat dewan pengawas menonaktifkan Helmy Yahya dari jabatan direktur utama, tiga hari lalu. Surat pemberhentian sementara yang ditandatangani Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, itu tidak disertai alasan dewan pengawas, sehingga menonaktifkan Helmy.
Anggota dewan pengawas, M. Kabul Budiono-lewat keterangan tertulis-mengatakan surat pemberhentian sementara Helmy itu bersifat rahasia, sehingga ia tak dapat mengungkapkan alasannya. Ia mengatakan dewan pengawas memberi waktu kepada Helmy untuk menjawabnya. "Dalam waktu seminggu direktur utama sudah memberikan jawaban, kami tentu akan segera membahasnya," katanya.
Adapun Helmy mengatakan pemberhentian sementara dirinya itu cacat hukum. Lewat surat kepada dewan pengawas tertanggal 5 Desember, Helmy mengatakan pemberhentian itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI. "Surat Keputusan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Non-Aktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik TVRI Periode Tahun 2017-2022 adalah cacat hukum dan tidak mendasar," katanya. BUDIARTI UTAMI PUTRI | DIKO OKTARA
Pemicu Konflik Internal TVRI Diduga Masalah Lama