MANADO - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menilai kelambanan dalam mengungkap kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, adalah bukti bahwa penegakan hukum masih jauh dari harapan.
"Beginilah jadinya kalau hukum masih tebang pilih, pasti ada sedikit kekacauan," katanya dalam jumpa pers di arena Rapat Koordinasi Nasional III PDI Perjuangan di Hotel Sedona, Manado, Sulawesi Utara, kemarin. Rapat dibuka kemarin, bertepatan dengan 15 tahun terjadinya Tragedi 27 Juli 1996, yang menimpa pendukung Megawati.
Megawati mengungkapkan, perlakuan berbeda dialami sejumlah kader partainya yang diduga terlibat kasus. "Coba kalau (politikus partai) yang lain kena masalah, pasti sangat cepat dipanggil dan diproses." Berbeda dengan yang dilakukan terhadap Nazaruddin. “Sudah berpindah-pindah di luar negeri, prosesnya sama sekali tak jalan,” ucap mantan presiden itu.
Sejumlah politikus partai banteng dihukum lantaran menerima uang suap terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Kasus ini terungkap berkat laporan kader PDI Perjuangan juga, Agus Condro Prayitno. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 dari PDI Perjuangan yang terlibat, antara lain, Panda Nababan, Soewarno, Sutanto Pranoto, Duddy Makmun Murod, dan M. Iqbal. Sedangkan dari Partai Golkar, antara lain, Baharuddin Aritonang, Asep Ruchyat, Paskah Suzetta, serta Ahmad Hafiz Zawawi.
Nazaruddin bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, meninggalkan Indonesia sejak 23 Mei 2011. Belakangan, Nazaruddin menjadi tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan wisma atlet di Palembang dan ditetapkan sebagai buron Interpol. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta kadernya itu pulang agar bisa diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi Nazaruddin tak kunjung kembali.
Rapat koordinasi selama dua hari itu diikuti perwakilan pengurus provinsi. Dalam pembukaan, dilakukan doa bersama memperingati tragedi penyerbuan ke kantor pusat PDI, cikal-bakal PDI Perjuangan, pada 1996. Rapat membicarakan perubahan paket undang-undang politik, posisi opini partai di publik, serta konstelasi politik global dan nasional.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politika, Yunarto Wijaya, berpendapat popularitas PDI Perjuangan sangat mungkin menggeser Demokrat dalam Pemilihan Umum 2014. Bahkan Megawati masih lebih populer di pedesaan ketimbang Presiden Yudhoyono. Apalagi kasus Nazaruddin mempengaruhi pandangan warga perkotaan, yang kebanyakan massa mengambang.
Menurut dia, elektabilitas Demokrat, PDI Perjuangan, dan Golkar seimbang sekarang. Berbeda dengan kondisi pada Pemilu 2009. “PDI Perjuangan diuntungkan selama kasus kader Demokrat tak terselesaikan,” ucapnya. Ia menyatakan kini saatnya partai itu menggarap warga kota besar. L ISA ANSHAR JUSUF | KARTIKA CANDRA | Purwanto