Enam musikus berwajah bule duduk berjajar di Panggung Gesang yang berada di pelataran Omah Sinten Heritage, Solo, Jawa Tengah, Rabu malam, 18 Juli 2018. Mereka memegang alat musik keroncong, seperti cak, cuk, selo, gitar, serta biola.
Para pemusik itu merupakan personel Rumput Band, sebuah orkes keroncong yang berbasis di Pennsylvania, Amerika Serikat. Selama sekitar 90 menit, mereka menyuguhkan sajian keroncong segar di panggung yang berada di depan kompleks Pura Mangkunegaran itu.
Sang vokalis, Hannah Standiford, langsung menyihir penonton dengan lantunan langgam keroncong Caping Gunung. Langgam karya Gesang Martohartono itu dibawakan dengan iringan musik keroncong sesuai dengan pakem.
Hannah mengaku kesehatannya tidak prima malam itu. Suaranya habis setelah berpentas di Jakarta, Salatiga, dan Bandung, beberapa hari terakhir. Namun tak ada cacat dalam penampilan suaranya.
Lagu berbahasa Jawa itu dibawakan dengan nada serta cengkok yang pas. Tidak terasa bahwa nyanyian itu dibawakan oleh seorang bule. Sembari bernyanyi, dia juga memainkan alat musik cak. Pada lagu kedua, orkes keroncong Rumput masih bertahan dengan komposisi keroncong asli. Sebuah lagu keroncong Pejuang Sejati karya Budiman B.J. mengalir dari atas Panggung Gesang malam itu.
Setelah membuka pertunjukan dengan keroncong tradisional, mereka mulai memainkan komposisi berbeda. Mereka mulai memadukan keroncong dengan lagu dan kesenian rakyat Amerika. Cerita rakyat John Hendry, misalnya, dinarasikan melalui syair lagu keroncong yang diadaptasi dengan bahasa Jawa. Kisah itu menceritakan pengembaraan pemuda desa untuk mencari kemakmuran.
Sajian itu berbeda dengan lagu selanjutnya yang juga terinspirasi dari cerita rakyat berjudul Jack and the Beantalk. Sementara cerita sebelumnya dibawakan dengan komposisi yang masih kental dengan keroncong, Jack and the Beantalk disajikan dengan cara berbeda. Dalam lagu itu, musik keroncong bertemu dengan musik Amerika yang memiliki genre country. Salah satu personel orkes Rumput, Paul Willson, mengambil alih vokal berbahasa Inggris dengan tetap memainkan biola yang dipegangnya.
Sajian semakin menarik oleh hadirnya kesenian Amerika berupa permainan crankies. Kesenian itu disebut-sebut sebagai cikal-bakal film bioskop. Crankies merupakan gulungan kain bergambar dan dimainkan dengan cara memutar gulungan itu. Sebuah lampu dipasang di bagian belakang sehingga menyorot bagian gulungan yang tengah menjadi fokus cerita. Permainan itu sepintas mirip wayang beber. Crankies itu masih seputar cerita Jack and the Beantalk.
Sajian semakin lengkap dengan dimasukkannya unsur wayang kulit dalam permainan itu. Tentunya, wayang yang digunakan tidak selengkap wayang kulit aslinya, tanpa tatah dan tanpa sungging, namun tetap menghasilkan bayang-bayang yang memukau. "Crankies dan wayang sama-sama kesenian yang sudah tua," ujar Hannah.
Orkes Keroncong Rumput-di negaranya disebut sebagai band-baru berusia dua tahun. Di negara asalnya, kelompok itu sering menggelar pementasan seperti di Kedutaan Besar Indonesia di Amerika, Cornell University, Richmond University, hingga Smithsonian Museum.
Kelompok musik ini bermula tiga tahun lalu, ketika Hannah mendapat beasiswa Darmasiswa dari Kementerian Luar Negeri RI untuk belajar kebudayaan Indonesia selama sembilan bulan. Selama di Solo, dia memanfaatkannya untuk mengenal musik keroncong. "Saat pertama mendengar musik keroncong, saya langsung suka," kata dia.
Dia pernah mencari guru les untuk mengajarkan keroncong, namun tidak kunjung dapat. "Setiap orang yang saya temui justru mengajak berlatih bersama dengan kelompoknya," ujar dia. Saat itu dia langsung menyadari bahwa keroncong merupakan musik sekaligus budaya yang mengedepankan kebersamaan.
Setelah kembali ke negara asalnya, wanita yang sebelumnya banyak bergerak di musik gitar klasik itu menularkan pengetahuan keroncongnya kepada teman-temannya. Mereka pun sepakat untuk membentuk sebuah kelompok musik keroncong.
Salah satu personel, Andy McGraw, menyebutkan bahwa mempelajari keroncong di Amerika memang tidak mudah. "Di Amerika kami kesulitan mendapatkan pelatih," tutur Andy. Dia lantas membandingkannya dengan karawitan. Di Amerika, banyak tempat untuk belajar gamelan. "Banyak kampus yang mengajarkan," kata guru besar di Richmond University yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia karawitan itu.
Untunglah, teknologi mempermudah mereka. Orkes Rumput belajar dari situs-situs berbagi video, terutama YouTube. Termasuk video-video yang dibawa oleh Hannah selama belajar keroncong di Solo.
Pengajar di Institut Seni Indonesia Solo, Danis Sugiyanto, pernah melatih kelompok itu di Amerika selama beberapa bulan. Saat itu, Danis mendapat beasiswa Fullbright untuk melatih musik di Amerika.
Menurut Danis, perkembangan keroncong di Amerika memang tidak sebagus gamelan. Menurut dia, "Rumput mungkin hanya satu-satunya orkes keroncong yang masih aktif di Amerika." AHMAD RAFIQ
Personel Rumput Band
- Hannah Standiford (cak/vokal)
- Andy McGraw (selo)
- Kyle Dosier (cuk)
- John Priestley (gitar)
- Paul Willson (biola)
- Nat Quick (bas)
- Ed Breitner (wayang)
- Beth Reid (pelukis cranky/wayang)
- Greyson Goodenow (cranky/wayang).
Additional: Denis Sugiyanto (biola)