JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mempertanyakan mandeknya pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di Ibu Kota. Pemerintah Jakarta dinilai tak serius berupaya menambah RTH berupa taman dan hutan kota yang berfungsi sebagai penunjang kehidupan masyarakat.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Banjir DPRD Jakarta, Gembong Warsono, mengatakan target pembangunan RTH dalam bentuk Taman Maju Bersama (TMB) telah dikurangi dari 200 menjadi 21 lokasi. Perubahan target itu diajukan dalam revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta Tahun 2017-2022. “Pada target sebelumnya, beberapa rukun warga akan memiliki satu taman,” kata dia, kemarin.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, pemerintah Jakarta sebenarnya sudah mencanangkan target pembangunan RTH hingga 30 persen dari luas wilayah Ibu Kota. Namun, hingga akhir 2020, pembangunan RTH mandek di angka 9,98 persen.
Dengan kondisi ini, kata Gembong, Pansus Banjir sudah memberikan rekomendasi agar pemerintah menganggarkan dana pembebasan lahan dan pembangunan RTH minimal seluas 2 persen tiap tahun. Alih-alih menggenjot pembelian lahan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021, Pemprov justru hanya mengalokasikan anggaran sekitar Rp 300 miliar kepada Dinas Pertamanan untuk menambah RTH. Bahkan anggaran itu harus dikurangi lagi sekitar Rp 185 miliar untuk pengadaan lahan permakaman bagi korban Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). “Dari sini saja terlihat jelas, DKI tak berpihak pada pembangunan RTH,” kata Gembong.
Petugas saat menyiapkan liang lahat untuk jenazah yang terkonfirmasi positif Covid-19 di TPU Bambu Apus, Jakarta Timur, 13 Fabruari 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Dinas Pertamanan DKI Jakarta telah menyelesaikan tujuh Taman Maju Bersama pada akhir 2019. Sedangkan pada awal masa pagebluk, Dinas hanya bisa menuntaskan pembuatan taman di 24 lokasi. Setelah itu, pembangunan terhenti. Anggaran pembangunan taman terpaksa dialihkan untuk menambah lahan permakaman karena jumlah korban meninggal akibat Covid-19 terus bertambah.
Ketua Pansus Banjir, Zita Anjani, menilai pemerintah Jakarta tak akan pernah bisa menanggulangi banjir selama jumlah RTH belum bertambah. Alasannya, dalam kondisi normal daya tampung 13 sungai dan 76 anak sungai yang mengalir di Ibu Kota hanya 950 meter kubik per detik. Seluruh aliran sungai tersebut tak akan mampu menahan debit air yang meningkat menjadi 2,1-2,6 ribu meter kubik per detik saat curah hujan mencapai titik ekstrem. “Tentu ini mustahil kalau mau menyurutkan banjir dalam waktu enam jam,” kata dia.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, mengatakan banjir di Ibu Kota tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Ada kombinasi persoalan yang membuat air menggenang. Persoalan-persoalan itu, antara lain, rendahnya daya tampung aliran air, tingginya curah hujan, dan minimnya daerah resapan.
Dalam penanganan banjir saat ini, kata Tubagus, pemerintah DKI mengandalkan infrastruktur dengan menyedot air menggunakan pompa. Cara ini dinilai hanya bersifat temporal. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang efektif dan lengkap agar pencegahan banjir benar-benar bisa menjadi solusi. “Pemerintah DKI harus berkomitmen untuk meningkatkan jumlah kawasan resapan air,” katanya. “Termasuk dengan mengevaluasi keberadaan sejumlah bangunan di daerah yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air hujan.”
Pengamat tata kota Yayat Supriyatna juga menyoroti kebijakan Pemprov DKI terhadap pelaksanaan aturan tata ruang tentang daerah resapan dan RTH. Menurut dia, pemerintah seharusnya memperbanyak daerah tangkapan air agar potensi banjir dapat dikurangi. “Di Depok RTH sudah berkurang, lalu Jakarta Selatan lebih banyak bangunan,” katanya. “Tidak heran kalau banjir akan terus terjadi setiap musim hujan.”
Hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Suzi Marsitawati, belum memberikan tanggapan atas rencana terbaru pembangunan RTH di Ibu Kota. Namun Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Juaini Yusuf, mengklaim Pemerintah Provinsi memiliki jurus yang diyakini cukup ampuh untuk menangani banjir, yaitu pembangunan sumur resapan atau drainase vertikal.
Menurut Juaini, dengan adanya sumur resapan, genangan air akan cepat surut. Saat ini instansinya telah menuntaskan 2.974 dari target 1,6 juta sumur resapan di seluruh Ibu Kota. Dinas Sumber Daya Air juga sudah mengantongi anggaran Rp 441 miliar untuk pembuatan 300 ribu sumur resapan baru pada tahun ini. Jumlah itu akan ditambah dengan rencana pembangunan sumur resapan yang dikerjakan oleh Dinas Bina Marga dan Dinas Pendidikan di sejumlah sekolah dan aset pemerintah. “Nanti akan menggandeng 100 vendor. Sekarang masih proses,” kata Juaini.