Tukang kopi itu buru-buru mengemasi dagangannya dan siap ngacir saat sekelompok anggota Satuan Polisi Pamong Praja memasuki Terminal Depok pada Senin malam lalu. Di benak Rudi, 35 tahun, petugas datang untuk merazia pelapak kaki lima. Tak tanggung-tanggung, petugas datang dengan tiga mobil dan enam sepeda motor.
Untungnya, dia belum keburu kabur. Sebab, petugas datang untuk mensosialisasi aturan baru soal pembatasan aktivitas warga (PAW). Isi sosialisasi adalah kegiatan jual-beli di kota di selatan Jakarta itu dibatasi maksimal pukul 18.00. Layanan antar boleh sampai pukul 21.00. Lepas dari itu, semua perdagangan dilarang. Warga diminta tidak keluar rumah mulai pukul 20.00. Masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan “jam malam Depok”. Pembatasan yang mulai berlaku 2-3 hari lagi ini bertujuan mengurangi mobilitas warga demi meredam laju penularan Covid-19.
“Kepada seluruh masyarakat Kota Depok agar membatasi aktivitas di luar rumah mulai pukul 20.00 WIB,” ujar petugas melalui pengeras suara di mobil. Kerumunan pengojek online yang mengaso sembari ngopi di depan Terminal Depok buru-buru mengenakan masker yang awalnya cuma nemplok di dagu, sementara toko dan rumah makan tutup lapak.
Mendengar seruan itu, Rudi lega. "Oh, cuma sosialisasi. Saya, sih, sudah tahu jam malam dari media," ujarnya. Rudi meneruskan beres-beres perkakas “Starling”—Starbucks Keliling, sebutan bagi tukang kopi yang bermodalkan sepeda, termos isi air panas, dan rencengan kopi saset itu. Kali ini tanpa tergesa-gesa. "Tadi saya kira mau ditangkap."
“Ini edukasi kepada warga," kata Kepala Satpol PP Kota Depok Lienda Ratnanurdianny, kemarin. Dia mengatakan penyebarluasan aturan baru itu berlangsung selama tiga hari di sebelas kecamatan di sana. Selama masa sosialisasi, belum ada sanksi. “Kami ingin pesan ini sampai kepada masyarakat sebelum dilakukan penindakan.”
Namun tidak semua pedagang bisa menerima aturan itu seperti Rudi “Starling”. Mereka yang hanya berjualan pada malam hari kelimpungan, termasuk penjual pecel ayam dan tukang martabak. "Selama ada pandemi ini jumlah pembeli turun," ujar Kardinah, tukang ketoprak. "Sekarang enggak boleh jualan di atas magrib. Saya bingung."
Perempuan berusia 39 tahun itu berpikir untuk pindah lapak dan menggeser waktu dagang. "Tapi pasti bayar lagi. Apalagi lapak di sini (Jalan Margonda) sudah penuh," katanya.
Nur Amin, pedagang pecel lele, lebih kebingungan. "Kami kan dagangnya malam doang," kata pria 45 tahun itu.
Sebaliknya, jam malam Depok mendapat dukungan dari sebagian warga. Agung Purnomo, 35 tahun, menilai pembatasan ini bisa menekan laju penyebaran virus corona. Sejak 24 Agustus lalu, kota tersebut masuk zona merah dan menjadi daerah yang paling terkena dampak Covid-19 se-Jawa Barat. Bahkan kantor wali kota dan wakilnya tutup akibat tiga karyawannya positif corona.
Hanya, Agung mempertanyakan kesiapan pemerintah Depok dalam menegakkan aturan jika ada warga yang tetap bandel keluar pada malam hari. “Yang penting tegas, apa sanksinya,” kata warga Sukma Jaya itu.
Aturan ini dilansir Wali Kota Mohammad Idris pada Ahad lalu. “Seluruh aktivitas warga dilakukan pembatasan, maksimal sampai dengan pukul 20.00,” ujar dia.
Adapun mereka menolak menyebut jam malam. “Perlu kami luruskan, Kota Depok tidak memberlakukan jam malam seperti yang berkembang di berita,” kata juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana. Menurut dia, perbedaannya adalah jam malam berlaku tanpa pengecualian, sementara pembatasan aktivitas warga punya banyak pengecualian, termasuk bagi pekerja yang pulang malam dan apotek.
Kota Bogor lebih dulu menerapkan aturan serupa sejak Sabtu lalu lewat Peraturan Wali Kota Nomor 107 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas. Namun limitasi itu seperti tidak menyentuh unsur kuliner malam di Kota Hujan.
"Warga menganggap hanya main-main," kata Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim pada Senin malam lalu. Dia pun meminta petugas Satpol PP merazia toko, restoran, dan kafe yang masih buka selepas pukul 18.00. Malam itu, terdapat empat rumah makan dan tempat usaha yang dikenai denda Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Tujuh tempat usaha juga dikenai teguran.
Menurut Dedie, upaya bersama memerangi wabah Covid-19 akan sia-sia jika pelaku usaha dan masyarakat melanggar pembatasan tersebut. Seperti Kota Depok dan Kota Bogor yang mengalami lonjakan jumlah kasus. Pada Senin lalu, terdapat 30 orang di sana yang terjangkit virus corona. Angka itu merupakan angka tertinggi sejak pandemi melanda negeri ini pada Maret lalu. "Ini bukan main-main."
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK) | M. SIDIK PERMANA (BOGOR) | REZA MAULANA