JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai masih banyak warga yang melanggar dan menyepelekan penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Petugas pengawas di lapangan setiap hari sering menemukan ratusan pelanggaran protokol kesehatan. Pelanggaran yang paling banyak adalah tak menggunakan masker.
"Penularan itu bisa terjadi saat bicara, bersin, dan batuk," kata Gubernur Anies Rasyid Baswedan dalam acara diskusi daring, kemarin. "Memakai masker itu artinya menjaga keamanan diri sendiri dan orang lain."
Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria juga mengatakan peningkatan jumlah kasus positif di DKI Jakarta dipicu dua hal, yaitu kebijakan active case finding (ACF) dan lemahnya kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan. Menurut dia, sejak penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi fase I, banyak pelanggaran yang ditemukan, terutama terhadap aturan penggunaan masker dan physical distancing.
Padahal, kata Riza, ketika PSBB diterapkan pertama kali, tingkat kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan mencapai 60 persen. "Mayoritas masyarakat bisa dan mau diminta tetap tinggal di rumah dan meminimalkan bepergian," ujarnya. Namun, setelah ada pelonggaran dalam PSBB transisi, tingkat kepatuhan itu langsung merosot.
Menurut Riza, saat pemerintah memberi pelonggaran, seharusnya warga lebih waspada. Sebab, serangan wabah belum benar-benar berakhir. Pemerintah juga telah meminta pengusaha dan pengelola gedung menjalankan protokol kesehatan secara ketat. "Tapi pelanggaran terus terjadi," katanya. "Denda pelanggaran saja sudah Rp 1,6 miliar, baik dari individu maupun perusahaan."
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, terdapat 589 kluster Covid-19 yang tersebar di lima kelompok lokasi interaksi warga. Kluster terbanyak, 283 kluster, ditemukan di lokasi permukiman penduduk. Dinas Kesehatan juga menemukan 124 kluster corona di fasilitas kesehatan, 107 kluster pasar tradisional, 68 kluster perkantoran, dan 7 kluster kegiatan ibadah.
Berkembangnya penularan Covid-19 di perkantoran juga disampaikan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, yang menerima permintaan penyemprotan disinfektan untuk 267 gedung. Meski demikian, juru bicara Dinas Penanggulangan Kebakaran DKI, Saeful, mengaku tak tahu apakah permintaan tersebut berawal dari penemuan kasus positif di gedung perkantoran itu. "Saat ini ada 18 surat permintaan penyemprotan disinfektan dari perkantoran," ujar dia.
Anggota tim pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, juga mengatakan lonjakan jumlah kasus muncul dari kluster perkantoran. Sebelum PSBB transisi, tenaga medis hanya menemukan 43 kasus positif di lingkungan perkantoran, dan itu didominasi kantor kementerian dan pemerintah daerah. Angka tersebut langsung melonjak lebih dari 10 kali lipat menjadi 459 kasus positif sejak PSBB dilonggarkan. "Orang positif bisa saja tertular di tempat lain, seperti saat perjalanan menuju kantor atau lingkungan rumah," katanya. "Tapi ketika di kantor, dia bisa menularkan corona ke pekerja yang lain."
Hal ini yang kemudian menjadi fokus pengawasan dan pemeriksaan Satgas Covid-19 terhadap penerapan protokol kesehatan di DKI Jakarta. Menurut Dewi, kantor harus memastikan setiap pekerja saling menjaga jarak, ventilasi udara selalu bersih, pembatasan jumlah pekerja hanya 50 persen dari kapasitas ruangan atau gedung, dan penerapan pembagian waktu kerja. "Tapi kami lebih menyarankan perusahaan untuk tetap menerapkan work from home," ujar Dewi.
FRANSISCO │ TAUFIQ SIDDIQ
18