BOGOR - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong membantah telah menyandera jenazah bayi lantaran orang tua tidak mampu melunasi biaya perawatan. Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Cibinong Fusia Meidiawati mengatakan telah terjadi kesalahpahaman antara orang tua dan manajemen rumah sakit.
Menurut Fusia, setiap rumah sakit memiliki prosedur standar yang harus diterapkan dalam mengurus jenazah pasien yang meninggal. Penerapan prosedur inilah yang kemudian disalahpahami oleh orang tua bayi. “Jadi di kami pun ada SOP (prosedur operasional standar),” katanya, kemarin. “Tapi, setelah kami beri tahu, bapaknya bisa mengerti.”
Bayi yang meninggal itu adalah anak pasangan Edi Suryanto dan Nurhayati, warga Kampung Tarikolot RT 002/06, Kelurahan Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Nurhayati datang ke RSUD Cibinong dengan bekal surat Jaminan Pembiayaan Persalinan (Jampersal) Nomor 2060/KESGAGIZI/KESMAS yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada 9 Juni 2020. Surat itu ditandatangani oleh Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Toni Rohimat.
Menurut Edi, selepas persalinan, bayinya tidak bisa dibawa pulang karena memiliki kelainan. Bayi itu harus menjalani perawatan di ruang neonatal intensive care unit (NICU). "Tepat 41 hari, pada Jumat lalu, anak saya meninggal,” kata Edi.
Edi mengatakan saat itu manajemen rumah sakit tidak memperbolehkan dia membawa pulang jenazah bayinya. Manajemen meminta ia melunasi biaya perawatan sekitar Rp 35,5 juta. Alasannya, biaya yang ditanggung Jampersal hanya untuk 28 hari. Jadi ada 13 hari perawatan bayi yang tidak ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Edi sempat kebingungan atas permintaan manajemen rumah sakit itu. Setelah mencari pinjaman, ia hanya bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 1 juta. Uang itu dia serahkan kepada rumah sakit dengan janji sisanya dihitung sebagai utang. “Saya diminta membuat pernyataan, wajib melunasi pada 20 Juli ini,” katanya. “Setelah itu jenazah anak saya diperbolehkan pulang, namun uang sebesar itu dari mana atuh, saya enggak akan sanggup bayar.”
Fusia membenarkan bahwa persalinan Nurhayati dibiayai Jampersal. Namun, berdasarkan aturan, pembiayaan yang ditanggung Jampersal hanya 28 hari, terhitung 7 Juni-5 Juli 2020. Untuk pembiayaan selanjutnya bisa dialihkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Orang tua bayi telah membuat kartu BPJS, tapi baru berlaku pada 21 Juli 2020.
Fusia mengatakan kesalahpahaman terjadi karena staf rumah sakit tidak mengetahui bahwa Edi sudah memproses Jamkesda. “Si Bapak (Edi) juga tidak memberi tahu,” katanya. Atas dasar inilah staf rumah sakit meminta Edi menandatangani surat pernyataan pelunasan utang terkait dengan kekurangan biaya perawatan. “Jadi kronologinya enggak seperti (yang dituduhkan) itu.”
Menurut Fusia, masalah rumah sakit dengan Edi dianggap selesai dengan adanya Jamkesda. Dengan demikian, surat pernyataan utang yang ditandatangani Edi secara otomatis tidak berlaku. “Kami sudah sering menangani kasus seperti ini, tinggal bagaimana pemahaman masyarakat,” kata Uci.
Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan dan Gizi Masyarakat Toni Rohimat membenarkan bahwa biaya persalinan yang ditanggung pemerintah lewat Jampersal memang berlaku untuk 28 hari. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Dengan demikian, jika sudah melebihi waktu yang ditentukan, pasien atau keluarga harus mencari alternatif biaya di luar tanggungan pemerintah. “Nah, biasa kalau lebih dari itu menggunakan BPJS,” katanya. “Biasanya warga sudah tahu ini. Mereka mempersiapkan BPJS sebelum lahiran.”
Toni menyebutkan bahwa prosedur Jampersal ini sudah jauh disosialisasi, tidak hanya melalui Dinas Kesehatan, tapi juga di Dinas Sosial melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKH) dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK).
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Dede Agung, mengatakan permasalahan bayi pasangan Edi dan Nurhayati ini sudah dijamin oleh Jamkesda. "Untuk teknis pembayaran itu nanti di (bagian) pelayanan kesehatan,” katanya.
Menurut Dede, secara teknis, semua rumah sakit sudah tahu mekanisme dan prosedur untuk Jampersal. Namun, jika masa perawatan bayi baru lahir itu diprediksi lebih dari 28 hari, untuk sisa pembayaran nanti akan dikoordinasikan memakai dua alternatif, BPJS atau Jamkesda. Dalam kasus bayi Edi, kata Dede, penjaminan bisa lewat Jamkesda. "Karena wewenangnya masih dilingkup Dinkes Kabupaten Bogor, jadi tinggal nanti kami koordinasi dengan yankes (pelayanan kesehatan)," kata Dede.
Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto mengatakan pemerintah harus mensosialisasi lagi masalah jaminan persalinan ini. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. "Ini kan harusnya dikomunikasikan dengan baik,” katanya. “Jika memang ada aturan atau prosedurnya, ya itu harus disosialisasi agar warga paham."
M.A. MURTADHO | SUSENO