JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta menyatakan kebijakan rem darurat atau emergency brake policy belum diperlukan. Hingga kemarin, mereka masih terus memantu pergerakan kurva penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
"Kami belum sampai di situ. Hari-hari ini terus menjadi perhatian kami apakah sudah dimungkinkan kami melakukan kebijakan rem darurat," kata Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria kepada Tempo, kemarin. Dia mengatakan pemerintah Ibu Kota masih terus mengevaluasi penanganan Covid-19, sembari bertukar pandangan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah sekitar, dan pakar kesehatan.
Sebelumnya, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta meminta pemerintah DKI mengevaluasi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Legislator Kebon Sirih menilai Balai Kota setengah hati dalam mengawasi penerapan limitasi itu.
Indikatornya, rekor tertinggi 404 pasien baru harian pada Ahad lalu. Parameter lain adalah lonjakan positivity rate atau rasio positif dua kali lipat menjadi 10,5 persen. Artinya, terdapat sepuluh pasien baru dari setiap seratus orang yang diperiksa pakai uji seka.
Riza menyatakan peningkatan jumlah pasien tersebut merupakan efek dari gencarnya active case finding atau penelusuran pasien secara massal dengan tes polymerase chain reaction (PCR). Petugas telah menguji 294 ribu sampel uji usap itu. "Semakin banyak testing, potensi penyebaran Covid-19 terlihat. Kalau tidak ada testing sama sekali, tidak ketahuan," kata dia.
Faktor lain penyebab peningkatan kasus virus corona, Riza melanjutkan, adalah banyaknya warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan, dari mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, hingga menjaga jarak. Padahal praktik sederhana itu bisa menekan penyebaran virus corona. "Pelonggaran aktivitas sosial dan ekonomi harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19," ujarnya.
Balai Kota mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja ke tempat-tempat umum sebagai reaksi dari lonjakan jumlah kasus tersebut. "Untuk memperketat pengawasan protokol kesehatan," kata Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin.
Menurut Arifin, tingkat kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan selama PSBB transisi jauh berkurang. Parameternya, angka pelanggaran tidak mengenakan masker naik dua kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah pelanggaran serupa saat masa PSBB.
Sejak 5 Juni hingga 12 Juli lalu terdapat 22.791 pelanggaran aturan penggunaan masker. Dari jumlah itu, 4.901 pelanggaran aturan penggunaan masker terjadi pada pekan lalu. Pada periode yang sama, dia melanjutkan, terdapat 169 restoran, kafe, dan industri pariwisata yang melanggar aturan limitasi transisi. Sebanyak 23 bar, karaoke, dan griya pijat nekat beroperasi. “Mereka (tempat hiburan) sudah dikenai sanksi berupa penutupan sementara dan denda,” kata Arifin.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia DKI Jakarta, Diana Dewi, mendukung langkah pemerintah jika ingin menerapkan kembali pembatasan sosial secara penuh. "Kalau melihat kondisi yang tidak melandai seperti ini, kami ikut saja kebijakan pemerintah," katanya. Diana memperkirakan wabah Covid-19 belum akan berakhir dalam waktu dekat.
IMAM HAMDI | LANI DIANA | GANGSAR PARIKESIT
DKI Belum Berniat Perketat Lagi Pembatasan