JAKARTA – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta meminta pemerintah DKI mengevaluasi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Sebab, penyebaran Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di Ibu Kota tak kunjung terkendali.
Anggota Komisi Perekonomian, Gilbert Simanjuntak, mengatakan pengawasan pemerintah DKI terhadap penerapan limitasi transisi, terutama di titik rawan penularan seperti pasar, tidak optimal. “Harus dievaluasi karena kondisi semakin mengkhawatirkan,” ujarnya ketika dihubungi, kemarin.
Pemerintah DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial fase transisi sejak 5 Juni lalu dan memperpanjangnya hingga 16 Juli mendatang. Selama limitasi tahap ini, DKI melonggarkan pembatasan di sejumlah kegiatan, termasuk beribadah di tempat suci, membuka lokasi rekreasi, dan beroperasinya kembali layanan makan di tempat bagi restoran serta kafe.
Saat itu, pemerintah DKI mengklaim penyebaran Covid-19 relatif terkendali. Belakangan, keadaan memburuk. Ahad lalu, ada 404 pasien baru. Itu merupakan jumlah tertinggi sejak virus corona ditemukan di Jakarta pada awal Maret lalu. Dalam sepekan, pasien baru harian tercatat tiga kali mencapai rekor tertinggi. Kabar buruk berikutnya adalah positivity rate yang melonjak dua kali lipat menjadi 10,5 persen. Artinya, terdapat sepuluh orang positif dari setiap seratus orang yang diperiksa swab.
Gilbert mempertanyakan klaim pemerintah DKI soal pengendalian penyebaran wabah penyakit menular itu. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, upaya DKI melacak penyebaran Covid-19 dengan melakukan penelusuran kasus aktif saja tidak cukup. Mereka seharusnya melakukan pengawasan berdasarkan kluster saat ada penularan atau kasus baru dan mengisolasi wilayah itu.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi Perekonomian DPRD Abdul Aziz. Menurut dia, lonjakan jumlah kasus baru harian merupakan akibat dari ketidaktegasan pemerintah DKI menghukum pelanggar protokol pencegahan Covid-19. "Pendekatan yang diterapkan masih saja persuasif. Masih malu-malu dan setengah-setengah," kata wakil dari Partai Keadilan Sejahtera itu. "Di tahap ini, seharusnya lebih tegas."
Aziz memperkirakan berbagai pelonggaran aktivitas warga berpotensi meningkatkan penularan virus corona selama limitasi transisi. Dia menyarankan pemerintah DKI segera menghentikan limitasi transisi jika wabah corona makin tidak terkendali. Dia khawatir Jakarta bisa bernasib seperti Surabaya yang kesulitan mengendalikan penyebaran penyakit menular itu.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan pemerintah DKI perlu memperketat pengawasan selama dua sampai tiga bulan ke depan. Tujuannya, untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Syahrizal berpendapat penanganan wabah penyakit mematikan itu semakin tidak terkendali. Apalagi, ada indikasi pemerintah DKI lemah dalam mengawasi protokol pencegahan Covid-19.
Syahrizal mengatakan sejumlah kawasan perlu mendapatkan pengawasan ketat, seperti pabrik, perkantoran, pasar tradisional, asrama sekolah atau pesantren, hingga wilayah yang masuk zona merah. "Lakukan karantina lokal di RT atau RW yang masuk zona merah," ujarnya.
Gubernur Anies Baswedan menyatakan pemerintah DKI bisa kembali menerapkan pembatasan sosial secara ketat jika paramater penyebaran Covid-19 terus memburuk. “Bila itu terjadi, kita semua harus kembali dalam rumah, kegiatan perekonomian, keagamaan, dan sosial terhenti serta semua akan merasakan kerepotannya,” katanya.
TAUFIQ SIDDIQ | IMAM HAMDI | GANGSAR PARIKESIT
Dewan Tuntut Evaluasi Limitasi Transisi